Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

naniharyono2018Avatar border
TS
naniharyono2018
Bangunkan TNI, Jenderal (Purn) Gatot: Pancasila Memang akan Diganti Komunis
Bangunkan TNI, Jenderal (Purn) Gatot: Pancasila Memang akan Diganti Komunis
29 September 2018


Gatot Nurmantyo (kiri) saat masih menjabat Panglima TNI. (DOK)

SURABAYA | duta.co – Musuh besar Pancasila itu Komunis, bukan Khilafah. Komunis diyakini bisa ‘merantak’ cepat menyusul adanya kekuatan di Senayan. Sementara pengagum khilafah makin ringkih, bahkan nyaris mati.


“Modus mereka, isu khilafah dibesar-besarkan, agar umat Islam saling perang. Anda lihat video suporter membunuh kawan sendiri dengan diselipi kalimat tauhid. Jahat sekali. Tidak ada itu. Ini sengaja dibuat untuk mengesankan Islam sadis,” jelas Anas, salah seorang nahdliyin di Jombang kepada duta.co, Sabtu (29/9/2018).


Dengan isu Islam radikal, maka, isu komunis tenggelam. Untungnya, Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo  mau ‘membangunkan’ TNI, agar waspada terhadap gerakan komunis ini. ‘Lonceng bahaya’ Gatot kembali ‘ditabuh’ dalam acara dialog KompasTV bersama Rosianna Silalahi dengan tajuk ‘Siapa Mau Nobar Flim G30SPKI?’ yang di-upload ke laman youtube Jumat (28/9/2018).


Rosi bertanya: Apa relevansikan dengan kondisi bangsa saat ini? Rosi kemudian mengawali (memutar) pidato Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, saat menjawab tantangan Gatot agar berani memutar film tersebut.

Marsekal TNI Hadi Tjahjanto mengatakan, “Untuk menonton bersama itu hak seluruh warga negara, bukan hanya hari ini, hari esok atau sekarang, silahkan semuanya bisa nonton,” ujar Hadi.


Lalu, tambah Hadi, bahwa film tersebut merupakan bagian sejarah yang tidak bisa dilupakan. “Ideologi komunis harus benar-benar kita tolak untuk tidak bisa masuk ke negeri Pancasila ini, sehingga generasi muda harus benar-benar tahu,” jelasnya.


Dalam serial dialog yang diunggah di akun youtube itu, Rosi mengutip isi medsos dengan nama Gatot. “Kalau KSAD tidak berani memerintahkan nonton bareng film G30S PKI, bagaimana mau memimpin prajurit pemberani dan jagoan-jagoan seperti Kostrad. Kopassus, dan semua prajurit Angkatan Darat, kok KSAD-nya penakut? Ya sudah pantas lepas pangkat.”


 “Kok keras banget, kenapa?” tanya Rosi.


Gatot pun menjawab, bahwa, pernyataan itu belum berujung. “Saya juga sampaikan saya yakin, bahwa Panglima TNI dan KSAD bukan tipe penakut, karena baik Panglima TNI maupun KSAD dulu pernah menjadi Kepala Staf, saya tahu karakternya,” jawabnya.


“Saya ini membangunkan, mengingatkan. Sama, saya dulu juga dibangunkan oleh Asintel saya, Mayjen Beni yang anaknya kuliah semeteser II di UI. Anaknya  menayangkan, ‘Pak, DN Aidit itu siapa? Bayangin? Generasi milenial ini tidak tahu, setelah saya cek tidak salah. Tidak usah tahun 1998, tahun 2000 seperti itu. Bahkan pelajaran sejarah (PKI) sudah tidak ada,” jelasnya.


Gatot Nurmantyo sangat yakin bahwa Pancasila dalam ancaman, akan diganti oleh ideologi komunis. Keyakinan itu, terkait dengan sumpah dirinya sebagai prajurit. “Apabila itu dikatakan sebagai provokasi, saya siap mempertanggungjawabkannya. Tapi aneh, orang menyampaikan sesuatu untuk kebaikan tapi kok dibilang provokasi. Pasal mana tuh,” ujar Gatot  sebagaimana dikutip wartakota.tribunnews.com.


Gatot tak peduli disebut provokasi. “Yg saya sampaikan adalah untuk mengingatkan kpd sluruh anak bangsa, tentang sejarah kelam. Dimana ideologi Pancasila akan diganti oleh ideologi komunis,” tulis Gatot Nurmantyo dalam sebuah video yang ia share di akun instagramnya

https://duta.co/bangunkan-tni-jenderal-purn-gatot-pancasila-memang-akan-diganti-komunis/

Jokowi: 
Di Rusia dan China Komunisme Enggak Laku, Mereka Lebih Kapitalis
10/06/2017, 11:38 WIB 


Presiden Joko Widodo(Facebook Presiden Joko Widodo) 

TASIKMALAYA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo mengaku heran dengan isu komunisme yang menerpa dirinya. Selain bahwa dirinya bukan seperti yang dituduhkan, ia berpendapat, komunisme di dunia sebenarnya telah runtuh. 

"Yang namanya komunisme di Rusia, China, sudah enggak laku," ujar Jokowi dalam acara silaturahim di Pondok Pesantren Miftahul Huda, Tasikmalaya, Sabtu (10/6/2017). (baca: Jokowi Sebut Gebuk Komunisme, Santri dan Ulama Tepuk Tangan) Jokowi berpendapat bahwa Rusia dan China kini sudah tidak lagi menganut sistem komunis secara murni. Bahkan, kedua negara itu menganut sistem kapitalis. 

"Mereka lebih kapitalis dari kapitalis," ujar Jokowi. Oleh sebab itu, Jokowi juga heran jika ada yang membuat isu PKI dan komunisme bangkit di Indonesia. Jika memang gerakan komunisme muncul, ia meminta ditunjukan. "Kalau memang ada betul, ya tunjukan ke pemerintah. 

Detik itu juga akan saya gebuk," lanjut dia. (baca: Kehebohan Saat Jokowi Bagi-bagi Kaus Hitam untuk Santri di Tasikmalaya) Santri, ulama dan alumni pondok pesantren yang hadir langsung menyambut pernyataan Presiden itu dengan tepuk tangan riuh. Kunjungan Jokowi ke Pondok Pesantren Miftahul Huda itu merupakan agenda terakhir Jokowi di Tasikmalaya. Setelah itu, Jokowi akan melanjutkan kunjungan kerjanya ke Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.

https://nasional.kompas.com/read/2017/06/10/11382861/jokowi.di.rusia.dan.china.komunisme.enggak.laku.mereka.lebih.kapitalis

Komunisme China yang Dinodai Kapitalisme: Terancam Ambruk
Posted on October 30, 2017

Potret Mao di sebuah studio di Beijing. Laporan baru Partai Komunis tersebut menekankan ideologi pemimpin China lama. (Foto: The New York Times/Sim Chi Yin)

Walaupun Partai Komunis China sebagai partai politik terbesar di dunia, dan Xi Jinping diakui sebagai pemimpin kuat China, negara tersebut mungkin akan menghadapi dampak dari adopsi gaya kapitalis ke dalam sistem pemerintahan sosialis-komunis. Pemberontakan oleh massa Tionghoa tak terelakkan. Rezim Xi akan menggunakan nasionalisme, chauvinisme dan cara lain untuk mengalihkan perhatian. Analisis dan opini oleh Lal Khan.


Oleh: Lal Khan (Daily Times)


Rabu (25/10) lalu, tujuh pemimpin China ‘yang baru terpilih’ dari komite tetap politbiro Partai Komunis China diperkenalkan kepada dunia. Namun, tidak ada pewaris yang pasti dari Presiden Xi Jinping.


Pada hari Selasa (24/10), hari terakhir Kongres Partai Komunis China ke-19 yang diadakan setiap lima tahun, Xi Jinping telah diangkat sebagai pemimpin China yang paling kuat sejak Mao Zedong. Teorinya tentang “Pemikiran Berbasis Sosialisme dengan Karakteristik Tionghoa untuk Era Baru” ditambahkan ke dalam prinsip partai tersebut. Partai Komunis China (PKC) adalah partai politik terbesar di dunia dengan keanggotaan hampir 90 juta kader, yang telah memerintah China sejak revolusi Oktober 1949. Tapi partai itu bukan partai yang berada di bawah kepemimpinan Mao.


Ketika Xi berkuasa pada tahun 2012, korupsi merajalela. Pemimpin ‘komunis’ telah mengumpulkan kekayaan secara ilegal. Masing-masing dari 209 delegasi parlemen partai komunis yang paling kaya memiliki harta lebih dari dua miliar yuan ($300 juta, atau sekitar Rp4 triliun)—kekayaan gabungan mereka setara dengan PDB tahunan Belgia dan Swedia.


Xi mulai melakukan tindakan keras terhadap korupsi setelah menjadi presiden pada 2013. Ratusan pejabat partai telah ditangkap. Tapi orang-orang favoritnya dalam kepemimpinan partai melanjutkan pesta pora ini. Kekayaan dari 100 anggota terkaya dari hirarki partai teratas—semua memiliki harta miliaran dolar—tumbuh sebesar 64 persen dalam lima tahun sejak Xi Jinping mengambil alih kekuasaan.


Setelah kematian Mao pada tahun 1976, hirarki Partai Komunis meninggalkan kepemimpinan pusat yang dipenuhi berbagai gagasan klise, ‘pragmatisme’, ‘mencari kebenaran dari fakta’ dan ‘menjadi kaya untuk menjadi mulia,’ yang dianut oleh bos partai pro-kapitalis Deng Xiao Peng. Memang benar bahwa krisis salah urus birokrasi dan ‘sosialisme nasionalis’ semakin meningkat di bawah Mao. Tapi Deng yang menciptakan istilah reaksioner, ‘sosialisme pasar’ mulai restorasi kapitalis untuk mengatasinya. Setelah itu, perusahaan swasta mengambil peran lebih besar dalam ekonomi.


Sektor swasta sekarang menyumbang lebih dari 60,7 persen pertumbuhan PDB China dan menyediakan lebih dari 80 persen lapangan kerja. Angka tersebut terlepas dari kenyataan bahwa Badan Usaha Milik Negara berskala lebih besar dibandingkan perusahaan-perusahaan swasta. China bergabung dengan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada tahun 2001. Meskipun memiliki kontrol negara yang dominan, China memiliki semua institusi kapitalis dasar seperti bursa efek dan kamar dagang yang berfungsi.


Politisi Pakistan Imran Khan dan yang lainnya memuji “model China” yang seharusnya mengeluarkan 700 juta rakyat dari kemiskinan. Statistik Bank Dunia ini tampaknya direkayasa. Statistik tersebut mengklaim bahwa 11,2 persen (hampir 150 juta orang) hidup dengan uang kurang dari $1,90 per hari, yaitu di bawah garis kemiskinan. Mungkin Bank Dunia mengabaikan 27,2 persen (hampir 360 juta orang) yang hidup dengan uang kurang dari $3,10 dan lebih dari 950 juta di bawah 5 dolar per hari. Dengan kehidupan di kota-kota China yang sangat mahal, ini sama sekali bukan pengentasan kemiskinan.


Kritik utama atas China oleh imperialis barat bukanlah China yang kurang kapitalis, tapi mereka menginginkan lebih banyak ‘ruang demokratis’ bagi modal perusahaan untuk mengoperasikan kontrol modal negara yang tidak terganggu dan longgar. Manipulasi nilai mata uang mengganggu bos-bos perusahaan barat.


Perekonomian Tiongkok jauh lebih canggih dan berkembang dari pada apa yang diwarisi Deng dari Mao pada akhir 1970an. Maka tujuannya adalah untuk mendongkrak keuntungan dari ekspor dan investasi—’akumulasi primitif’. Masalah yang berbeda sekarang menghantui penguasa China. Yang pertama adalah menyeimbangkan ekonomi, beralih dari investasi ke konsumsi dari manufaktur. Transformasi ini tidak cukup cepat untuk mencegah investasi berlebih dan akumulasi kapasitas yang terlalu produktif.


Pertumbuhan keseluruhan telah melambat menjadi sekitar enam hingga tujuh persen. Kekhawatiran China yang menuju stagnasi atau atau bahkan kebangkrutan—seperti yang dialami Jepang—telah terjadi. China adalah negara yang paling banyak hutang di dunia, di mana hutang sektor publik mencapai lebih dari 255 persen PDB pada tahun 2016. Hutang ini dikeluarkan untuk membiayai ledakan investasi untuk membiayai usaha domestik dan internasional raksasa seperti Silk Road Economic Belt senilai 900 miliar dolar dan 21st Century Maritime Silk Road, yang lebih dikenal dengan inisiatif One Belt and One Road (OBOR), juga CPEC di Pakistan, dan sebagainya.


Masalah yang dihadapi Xi bahkan dengan kekuatan absolutnya sekarang adalah bahwa di manapun kapitalisme menembus masyarakat, hal itu menimbulkan korupsi, prostitusi, perjudian, spekulasi dan kejahatan, yang merupakan organ intrinsiknya. Bahkan dengan pembersihan massal di partai komunis oleh Xi, akar penyebab kejahatan ini tetap utuh. Paradoksnya investasi besar imperialis barat dan konglomerat China dalam dekade terakhir telah menciptakan proletariat terbesar di dunia di China. Para pekerja ini mulai meregangkan otot mereka dengan gerakan pemogokan kolosal dalam beberapa tahun terakhir.




Komite Tetap Politbiro China yang baru diperkenalkan di Aula Besar Rakyat Beijing. Anggotanya adalah, dari kiri, Han Zheng, Wang Huning, Li Zhanshu, Presiden Xi Jinping, Li Keqiang, Wang Yang dan Zhao Leji. (Foto: Associated Press/Ng Han Guan)
China muncul sebagai kekuatan dunia bukan pada saat sistem sedang kuat, namun dalam kemunduran kapitalisme dunia. Hal ini memperburuk kontradiksi. China adalah kekuatan ekonomi terbesar kedua namun juga memiliki ketimpangan tertinggi kedua. Pemberontakan oleh massa Tionghoa tak terelakkan. Rezim Xi akan menggunakan nasionalisme, chauvinisme dan cara lain untuk mengalihkan perhatian.


Partai komunis China bukan komunis dan juga bukan partai, namun lebih kepada karikatur kapitalis yang didominasi oleh miliarder korporat, yang akan mengalami represi brutal. Namun kelas pekerja terbesar yang terpicu dalam perjuangan akan menjadi kekuatan yang tak terkalahkan. Konflik kelas baru akan meledak. Kemenangan sosialis kaum proletar China dalam perang kelas ini akan menggulingkan elite China; parasit yang menodai ‘komunisme.’ Ini akan menggembleng dan menyebarkan gelombang raksasa sosialisme revolusioner sejati yang melintasi benua tersebut.


Penulis adalah editor dari Asian Marxist Review dan Sekretaris Internasional untuk Kampanye Pertahanan Serikat Buruh Pakistan. Pandangan yang diungkapkan dalam artikel ini adalah milik penulis sendiri dan tidak mencerminkan kebijakan editorial Mata Mata Politik.
https://www.matamatapolitik.com/perang-suriah-terancam-semakin-besar-karena-sistem-pertahanan-udara-baru-rusia/


---------------------------------




Keliru juga pakde ... bila menyangka Rusia dan China sudah luntur jiwa atau ideologi komunis/Sosialisnya. Masih tetap kental sesungguhnya, hanya dalam bentuk bungkus atau ''casing''' yang lebih canggih. Sama juga Kapitalisme atau Liberalisme, tetap saja terus hidup  sampai hari ini tapi dengan "casing"  yang mereka namai dengan dengan istilah  "Globalization" atau "Neo-Liberalisme". 

Orang Rusia dan China, memang saat ini seakan-akan memakai baju kapitalisme. Tapi tetaplah beda dengan kapitalismenya Barat (atau AS, cs). Baju kapitalisme yang dipakai China dan Rusia saat ini adalah baju yang bisa kita juluki sebagai "Neo-Communism" atau "Neo-Socialism" yang tak lain adalah negara sosialis/komunis yang menggunakan mekanisme pasar, tapi hak kepemilikan utama untuk faktor produksinya tetap ada pada Negara (bukan pribadi). 

Kapitalisme di China atau di Rusia saat ini sering pula dijuluki para ekonom sebagai "Kapitalisme Negara" atau "State Capitalism". Itu contohnya perusahaan asal China yang bertengger di 50 urutan pertama dalam daftar "The World’s Largest Public Companies Majalah Forbes 2018" adalah perusahaan MNC yang sahamnya mayoritas dimiliki Pemerintahnya. Dan asal tahu aja bahwa INDONESIA sebenarnya pernah mempraktekkan hal ini di zaman Orde Baru dulu, dan hasilnya memang ekonomi kita waktu itu cukup kuat sebelum dipecundangi oleh George Soros. Seorang teman saya yang saat ini studi Ph.D bidang Ilmu Ekonomi di China bercerita kepada saya, bahwa menurut pengamatannya selama tinggal di China sana, sistem dan politik ekonomi yang dipraktekkan oleh rezim berkuasa di China sejak tahun 1980-an dulu, sebenarnya lebih banyak meng-''copy paste'' model ekonomi zaman Pak Harto dulu. Itulah menurut analisanya. Nah lhooo ... 

Dua kutub kekuatan ideologi ekonomi Dunia itu akan terus berhadap-hadapan dan berkelahi untuk bisa mendapatkan hegemoninya atas bangsa-bangsa lain yang lebih lemah dan kecil di luar negaranya. Istilah peperangan diantara mereka saja yang berubah-ubah. Dulu usai Perang Dunia II (WW2), perang Barat dan Timur itu diistilahkan dengan "Cold War" atau perang dingin. Sekarang memasuki abad 21, perang itu namanya "Trade War"atau perang dagang. Dunia akan tetap terpolarisasi atas 2 kutub itu.

Terus bagaimana sikap kita, NKRI, sebagai negara yang kejepit diantar 2 kekuatan raksaa ini? Yaa pintar-pintar aja bermain "kancil-kancilan'' dengan ke 2 kutub ini. Istilah kerennya 'politik bebas aktif' yaitu kita cenderung ke kubu mana saja selama itu menguntungkan kepentingan nasional Indonesia. Presiden Soekarno dulu paling pinter main 'kancil-kancilan' itu diantara kedua kutub tersebut. Bahkan dia bisa bikin kubu alternatif di tahun 1950-an dulu yaitu dengan membentuk grup negara-negara non-blok untuk menaikkan ''bergaining posistion''-nya waktu itu.

emoticon-No Hope
Diubah oleh naniharyono2018 01-10-2018 03:30
tien212700
tien212700 memberi reputasi
-1
4.7K
66
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671KThread40.9KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.