spikspikiblisAvatar border
TS
spikspikiblis
Sejarah Penemuan dan Penelitian Manusia Purba di Indonesia


Sejak awal dicetuskannya Teori Evolusi Charles Darwin, Indonesia (saat itu masih bernama Hindia Belanda) menjadi daya tarik bagi para pemburu fosil "missing link". Alfred Russel Wallace, seorang penjelajah terkenal, menyebut Indonesia sebagai salah satu tempat yg memiliki kekayaan fosil yg berarti juga memungkinkan menyimpan fosil "missing link".



Spoiler for Alfred Russel Wallace:


Kekayaan fosil di Indonesia ini diketahui para penjelajah dari Raden Saleh dan Franz Wilhelm Junghuhn. Raden Saleh adalah maestro seni lukis asli Indonesia. Selain melukis, Raden Saleh juga gemar mengumpulkan benda-benda unik seperti fosil dari Sangiran yg ketika itu masih dikenal masyarakat sebagai balung buto(tulang manusia raksasa). Koleksi fosil miliknya sering ditunjukkan kepada orang Eropa. Franz Wilhelm Junghuhn adalah seorang ahli ilmu hayat dan pecinta alam yg sering menjelajahi hutan belantara dan tempat-tempat terpencil di Indonesia. Ketika berada di Pulau Jawa ia pernah singgah ke Patiayam dan Kedungbrubus. Disana ia mengetahui bahwa tempat tersebut banyak mengandung fosil.

Spoiler for Raden Saleh:

Spoiler for Franz Wilhelm Junghuhn:


TIMELINE PENEMUAN DAN PENELITIAN MANUSIA PURBA DI INDONESIA


1864
P. E. C. Schemulling melaporkan penemuan fosil vertebrata di Kalioso, Sangiran.

1887
Eugene Dubois, seorang dokter Belanda, datang ke Indonesia untuk mencari fosil "missing link" karena terobsesi dengan buku The History of Creationkarya Ernst Haeckel. Eugene Dubois datang ke Pulau Sumatera dan melakukan penelitian di goa-goa Sumatera Barat namun menemukan hasil yg kurang memuaskan karena rentang waktu fosil-fosil yg ia temukan masih terlalu muda.

Spoiler for Eugene Dubois:

Spoiler for History of Creation:


1888
Penemuan fosil Homo wajakensisoleh B. D. van Rietschoten dalam tambang marmer di Desa Campur Darat, Tulungagung, Jawa Timur.

Spoiler for Homo wajakensis:


1889
Eugene Dubois pindah ke Pulau Jawa setelah mendengar tentang penemuan fosil Homo wajakensis. Disana ia menemukan fosil tengkorak Homo wajakensisyg kedua.

Trivia : Dalam penelitian di tempat penemuan Homo wajakensis, sangat disayangkan Eugene Dubois hanya fokus pada penelitian fosil manusia purba saja sampai-sampai tidak sadar bahwa di tempat tersebut juga ditemukan alat-alat batu berbentuk serpih dan tajam. Tadinya yg situs tersebut diperkirakan berasal dari 40.000 tahun yg lalu pun jadi diragukan. Banyak ahli memperkirakan situs tersebut baru dihuni tidak lebih dari 15.000 tahun yg lalu, bahkan mungkin rentang waktunya sama dengan situs di daerah Punung (Pacitan) dan Gunung Kidul (Yogyakarta).

1891-1892
Penemuan tempurung tengkorak berkapasitas 900 cc, gigi primitif, dan paha kiri Pithecanthropus erectus dalam endapan lumpur purba dasar sungai Bengawan Solo yg sedang mengering oleh Eugene Dubois pada bulan September 1891 di Trinil, Ngawi, Jawa Timur. Penemuan ini mengindikasikan pemilik fosil bergerak dengan cara berjalan dan dianggap sebagai "missing link" pada masa itu.

Spoiler for Fosil tempurung kepala dan paha:


Trivia : Penelitian Eugene Dubois sangat didukung oleh pemerintah Belanda sampai-sampai diizinkan untuk mempekerjakan tahanan penjara sebagai ekskavator, namun tetap diawasi oleh dua pengawas tahanan yaitu Gerardus Kriele dan Anthonie de Winter yg kemudian keduanya menjadi asisten Eugene Dubois.

1893
Eugene Dubois mengunjungi Situs Sangiran namun tidak tertarik untuk melakukan penelitian karena merasa Sangiran bukan tempat yg meyakinkan.

1906-1908
Eugene Dubois kembali ke Eropa. Penelitian di Trinil dilanjutkan oleh Margarethe Lenore Selenka dan dilakukan penggalian besar-besaran bahkan sampai memotong tebing cukup banyak di Bengawan Solo. Tapi hasilnya hanya ditemukan fosil hewan vertebrata, tidak ada fosil manusia purba sama sekali.

Spoiler for Margarethe Lenore Selenka:


1926
Jawatan Pertambangan Hindia Belanda (Dienst van den Mijbow in Nederlandsch-Indie) melakukan survei ke daerah-daerah yang berpotensi mengandung fosil. Daerahnya meliputi Patiayam (Lereng Gunung Muria – Kudus) dan Sangiran. Survei ini melibatkan Louis Jean-Chretien van Es dan William Diller Matthew.
Louis Jean-Chretien van Es juga meneliti goa-goa di daerah Sampung, Ponorogo. Kemudian penelitiannya dilanjutkan oleh arkeologis bernama Pieter Vincent van Stein Callenfels dan menemukan beberapa kubur manusia purba di Goa Lawa (Ponorogo). Rangka-rangka yg berasal dari kubur dalam posisi meringkuk.

Spoiler for Louis Jean-Chretien van Es:

Spoiler for William Diller Matthew:

Spoiler for Pieter Vincent van Stein Callenfels:

Spoiler for Goa Lawa - Sekarang:


1928-1931
Pieter Vincent van Callenfels melanjutkan penelitian di Sampung, Ponorogo. Hasil temuannya menunjukkan bahwa situs ini relatif muda karena banyak yg belum memfosil walaupun ada pula sisa-sisa tulang dari hewan yg sudah punah seperti gajah, rusa, dan kerbau jenis tertentu.
Manusia purba di Goa Lawa berciri Australomelanesid dan telah mengenal tradisi penguburan. Alat-alat lain yg ditemukan adalah batu giling dan pelandas, serpih batu, dan alat tulang berbentuk sudip, lancipan, serta jarum. Kerang dan gigi binatang berlubang, diduga digunakan untuk perhiasan.
Tahun 1931, C. Ter Haar memetakan daerah Ngandong dan menjumpai endapan teras sungai yg mengandung fosil vertebrata. Penelitian dilakukan pada teras berketinggian 20 m dari sungai dan menemukan dua fosil tempurung tengkorak manusia purba.

Spoiler for Alat-alat dari tulang:

Spoiler for Tempurung tengkorak yg ditemukan di Ngandong (kanan):


1931
Louis Jean-Chretien van Es menerbitkan buku berjudul The Age of Pithecanthropus. Ia memetakan Situs Sangiran dan mencantumkan dalam bukunya tersebut.
Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald, seorang paleontologi Jerman yg menjadi pegawai di Jawatan Geologi, meneliti situs-situs di Perning (Mojokerto), Ngandong (Blora), dan Punung (Pacitan). Ia dibantu oleh W. F. F. Oppenoorth, C. Ter Haar, dan Louis Jean-Chretien van Es. Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald tertarik pada evolusi manusia purba karena pengaruh ahli antropologi terkenal bernama Rudolf Martin yg tidak lain adalah teman ayahnya.

Spoiler for The Age of Pithecanthropus:

Spoiler for Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald:


1932
Pieter Vincent van Callenfels meneliti Punung (Pacitan) dan menemukan sejumlah besar beliung persegi dan mata panah batu yg digolongkan sebagai budaya Neolitik.

Spoiler for Beliung persegi:

Spoiler for Mata panah batu:

Spoiler for Goa Tabuhan, Punung, Pacitan - Sekarang:


Trivia : Penelitian di Goa Punung (Pacitan) menghasilkan sejumlah fosil hewan yg disebut Fauna Punung. Jenis hewan yg ditemukan di antaranya beruk (Macaca nemestrine), orangutan (Pongo pygmeaus), siamang (Hylobate syndactylus), beruang madu (Ursus malayanus), badak (Rhinoceros sundaicus), dan harimau (Panthera tigris). Fosil beragam Fauna Punung yg ditemukan menunjukkan bahwa dulunya kondisi geografis Punung berhutan lebat.

1934
Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald menemukan temuan jejak manusia purba berupa alat-alat serpih dari batu kalsedon dan jasper di Sangiran. Gustav juga menemukan fosil Homo erectus soloensisdan beberapa alat batu di Ngandong. Saat meneliti goa-goa di Pegunungan Sewu (Pacitan) bersama Michael Wilmer Forbes Tweedie, ia menemukan alat-alat berupa kapak berimbas bersama fosil hewan purba di sekitar Sungai Baksoka. Penemuan alat ini berbeda dengan yg ditemukan di Sangiran. Alat-alat ini umumnya dibuat dari batu alam berukuran sekepalan tangan yg dipangkas pada satu atau dua sisi sehingga menghasilkan sudut tajam. Sisi tajamnya digunakan untuk memotong, memetak, atau menebas. Jenis alat batu ini dimasukkan ke dalam kategori alat batu paleolitik yg dikenal sebagai Kompleks Kapak Perimbas Penetak (Chopper-Chopping Tool Complex).

Spoiler for Contoh alat-alat serpih:

Spoiler for Homo erectus soloensis:

Spoiler for Michael Wilmer Forbes Tweedie:

Spoiler for Pegunungan Sewu:

Spoiler for Sungai Baksoka:

Spoiler for Kapak berimbas yg ditemukan di sekitar Sungai Baksoka:


Trivia : Ketika Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald meneliti di Sangiran, ia dibantu oleh pemuda bernama Toto Marsono yg nantinya akan menjadi Lurah Desa Krikilan. Alat-alat yg ditemukan di sepanjang Sungai Baksoka disebut Alat Pacitanian. Penelitian di Sungai Baksoka dilanjutkan oleh Hendrik Robert van Heekeren, G. J. Bartstra, dan Raden Pandji Soejono. Namun penanggalan alat-alat yg ditemukan disana masih belum jelas sampai sekarang.

Spoiler for Toto Marsono:

Spoiler for G. J. Bartstra:


Berlanjut ...
Diubah oleh spikspikiblis 11-02-2018 09:13
pakisal212
pakisal212 memberi reputasi
1
32.8K
91
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
922.8KThread82.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.