madridistAvatar border
TS
madridist
5 Pemuda Indonesia yang Layak Berkompetisi di Spanyol.
Bermain di eropa agaknya sudah jadi impian hampir semua pesepakbola. Terserah sejak kapan impian itu mulai dipupuk: di hari pertama masuk SSB, pertandingan profesional pertama, atau saat kaki ada di puncak karier. Terserah siapa dari bagian dunia yang mana: negara dunia pertama, dunia kedua, dunia ketiga, bahkan mungkin juga oleh mereka yang ada di negara terkucil yang gemar meluncurkan misil.

Indonesia pernah punya Kurniawan, Kurnia Sandy, juga Alfin Tuasalamony. Tapi petualangan mereka di benua biru tak sampai di Spanyol. Sepak bola kita semakin membaik (kualitas pemainnya, bukan prestasi timnasnya). Lalu siapa saja anak muda yang pantas mencoba suasana kompetisi Spanyol?

Evan Dimas
Kita tak bisa mengabaikan Evan Dimas, persis seperti tak bisanya kita meninggalkan Pram dalam obrolan sastra. Anak muda Surabaya ini punya hampir semua kualitas sebagai paspor untuk mentas di eropa. Mari kita belejeti satu per satu.

Ia punya umpan akurat. Kaki kanan dan kiri yang tipis sekali beda kualitasnya. Tembakannya akurat. Dan senjata terbesar adalah bagaimana Evan melihat sebuah pertandingan.

Di manapun ia bermain, Evan adalah motor permainan. Ia tahu kapan bermain cepat, kapan menahan bola, kemana umpan harus dilepas, umpan panjang atau pendek, maju ke depan atau tetap ke tengah. Pendeknya, visi bermain dan pengambilan keputusan Evan di atas rata-rata pemain Indonesia. Belum lagi ketenangannya saat ditekan lawan. Ciamique.

Evan sudah dua kali mencoba peruntungan di Spanyol. Ia ditolak UE Llagostera dan Espanyol B. Penghadang Evan adalah fisiknya yang dianggap ringkih untuk kompetisi eropa. Bukan masalah tinggi badannya (167 senti), toh Giovinco juga pendek (163). Begitu pula Roque Mesa (169), gelandang tengah sama sepertinya, yang cuma beberapa senti lebih tinggi dari Evan.

Kalau Evan bisa membuat badannya lebih kekar dan kuat, seharusnya ia lebih dari bisa untuk berkompetisi di segunda atau segunda B.


Septian David Maulana

Ah Septian. Sebuah kesenangan melihatnya bermain. Menonton Septian selama 90 menit terasa singkat. “Loh kok sudah selesai?” Mirip bukan dengan komentar saat menonton Game of Thrones?



Posisinya gelandang serang, persis di depan Evan. Orang Italia akan bilang trequartista. Di SEA Games 2017 kemarin, sering kita lihat Septian muncul di ruang kosong di belakang penyerang. Buahnya adalah gol. Pergerakannya memang asyik buat kawan, menyebalkan untuk lawan. Ditambah lagi penyelesaian akhirnya bagus, tenang dan tak buru-buru. Seperti Evan, ia juga tak gampang panik saat ditekan lawan.



Kualitas lain adalah umpan terobosan yang ia lepas, lebih sering memanjakan daripada menyulitkan. Anak muda Semarang ini lebih dari pantas untuk mentas di Spanyol jika konsisten berkembang.


Bermain di segunda mungkin masih terlalu berat untuknya, namun segunda B harusnya bukan kesulitan besar bagi Septian.


Febri Haryadi

Luis Milla sendiri yang memuji Febri layak bermain di Spanyol. Ketika mantan pemain Barcelona dan Real Madrid sudah bersabda, pilihan jamaah hanya manggut-manggut. Bukankan kita akan sepakat dengan Eka Kurniawan saat ia merekomendasikan sebuah novel?



Febri pemain sayap yang cepat, punya umpan akurat (tapi tidak begitu berlaku untuk umpan silangnya), dribel baik, tenang, dan tembakan akurat (lihat saja golnya ke gawang PSM ketika Persib keok 2-1 kemarin). Hanya saja, soal pengambilan keputusan, ia harus belajar lebih banyak dari Evan.



Anak muda Bandung ini masih sering menahan bola padahal harusnya segera diumpan. Menggiring terus padahal ada teman yang siap menerima umpan. Memaksa menembak sementara ada rekan yang posisinya berpeluang lebih besar menghasilkan gol.



Febri harus lebih mengasah kualitas itu. Jika tidak ia akan seperti pemain sayap Indonesia kebanyakan. Lari, lari, lari sampai ke pinggir lapangan. Saat mendongak, sudah kadung dikerumuni musuh. Tak bisa mengumpan kemana-mana, mentok di sepakan sudut atau malah cuma lemparan ke dalam.
Saat ia sudah lebih matang, ia lebih dari pantas bermain di segunda B.


Egy Maulana Vikri

Siapa yang tidak sedang ramai membicarakannya? Setahun belakangan, ia menjelma seperti Sandiaga Uno yang tiba-tiba dibicarakan sampai di warung angkringan Bulaksumur Jogja. Atau lagu Akad yang diputar terus sampai pedagang baso pun barangkali hafal.



Penampilannya di Turnamen Toulon berbuah trofi pribadi. Di Piala AFF U-18 ia jadi pencetak gol terbanyak. Namun sebetulnya bukan gol-gol yang bikin ia jadi bahan jagongan. Kaki kirinya yang ringan dan cepat, tembakannya yang akurat, umpan terukurnya, dan gocekan kelok sembilannya terutama yang jadi sumbu mencuatnya anak muda Medan ini.



Pelatih Espanyol B pun memujinya, sekaligus memberi masukan. Ia sangat bagus, namun jika bisa lebih meningkatkan kualitas bertahannya, ia akan lebih lebih komplet. Andai terus menonton Egy, David Gallego akan menambahkan lagi masukannya: jangan terlalu asyik menggocek bola, segera umpan saat kawan posisinya sudah enak.



Entah ada apa, namun belakangan ini Egy tampak terlalu asyik membawa bola hingga dijepit lawan. Padahal rekannya sudah memposisikan diri yang enak untuk diberi umpan.


Bermain di Spanyol harusnya akan mengajarkan hal-hal bagus buat Egy. Segunda masih terlalu dini buat Egy, namun segunda B atau tercera bisa cocok untuk usianya yang masih 17 tahun. Dan kabarnya memang Espanyol, Getafe, dan Real Madrid (!!!) meminatinya. Semoga saja bukan kabar buatan saracen.


Hansamu Yama

Mengajukan nama Hansamu dalam daftar ini barangkali seperti percobaan mengenalkan nama Dea Anugrah di tengah kodomotachi zaman ima yang kadung gandrung dengan Tere Liye. Susyah bosque.

Di antara bakat-bakat dengan sifat menyerang yang dominan, Hansamu layak diajukan. Mentalnya sudah teruji kala melewati ujian perundungan warganet akibat tekel-pembikin-cedera ke Irfan Bachdim tahun lalu. Ia juga kapten tak terbantahkan di timnas U-22.



Hansamu adalah bek tengah yang cakap membaca serangan, pelindung utama serangan udara, sekaligus ancaman udara saat tim mendapat sepak pojok, juga orang pertama yang ngomel-ngomel ketika tim dirugikan wasit.



Keberadaan Hansamu memberikan rasa tenang bagi rekan-rekannya. Mulai dari kiper hingga gelandang tengah. Rekan di depannya tahu, bola yang lolos akan bisa dibereskan Hansamu. Baik ia sendiri maupun lewat komandonya. Rekan di belakangnya paham, Hansamu tak akan membiarkan lawan di posisi enak untuk menyergap kiper. Hansamu adalah koentji.


Dengan kualitasnya sekarang, Hansamu layak bermain di segunda B atau bahkan segunda. Syaratnya, ia harus bisa lebih mendinginkan kepala dalam situasi panas. Sesekali ia terlalu emosi hingga melakukan pelanggaran tak perlu.

Kelima pemain tersebut punya bakat untuk bisa mentas. Yang diperlukan adalah kesempatan. Mengingat Luis Milla sebagai pelatih timnas, bisa saja ia memberikan rekomendasi kepada klub-klub Spanyol. Diulang, jika mantan pemain Barca dan Real yang juga pernah membawa David de Gea dkk. juara Euro U-21 enam tahun silam bersabda, maka anda akan manggut-manggut.

VIVA LA LIGA.

0
7.8K
71
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
922.8KThread82.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.