Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

madcabonger2018Avatar border
TS
madcabonger2018
Kemenag Minta Kanwil Sosialisasikan Kembali Aturan Pengeras Suara di Masjid
Kemenag Minta Kanwil Sosialisasikan Kembali Aturan Pengeras Suara di Masjid
Jum'at, 24 Agustus 2018 19:43 WIB

Kemenag Minta Kanwil Sosialisasikan Kembali Aturan Pengeras Suara di Masjid

Dirjen Bimas Islam Muhammadiyah Amin (foto : Daniel)

Jakarta (Kemenag) --- Kementerian Agama meminta jajarannya kembali mensosialisasikan aturan tentang penggunaan pengeras suara di masjid. Permintaan itu tertuang dalam Surat Edaran Dirjen Bimas Islam nomor B.3940/DJ.III/HK.00.07/08/2018 tanggal 24 Agustus 2018.


Dirjen Bimas Islam Muhammadiyah Amin menjelaskan,  aturan tentang tuntunan penggunaan pengeras suara di masjid, langgar, dan mushalla sudah ada sejak 1978. Aturan itu tertuang dalam Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor Kep/D/101/1978.


"Hingga saat ini, belum ada perubahan," kata Muhammadiyah Amin di Jakarta,  Jumat (24/08).


Menurutnya,  Instruksi Dirjen Bimas Islam ini antara lain menjelaskan tentang keuntungan dan kerugian penggunaan pengeras suara di masjid, langgar, dan mushalla. Salah satu keuntungannya adalah sasaran penyampaian dakwah dapat lebih luas.
Namun, penggunaan pengeras suara juga bisa mengganggu orang yang sedang beristirahat atau penyelenggaraan upacara keagamaan. "Untuk itu, diperlukan aturan dan itu sudah terbit sejak 1978 lalu," tegasnya.


Dalam instruksi tersebut, lanjut mantan Rektor IAIN Gorontalo ini, dipaparkan bahwa pada dasarnya suara yang disalurkan keluar masjid hanyalah adzan sebagai tanda telah tiba waktu salat.


"Pada dasarnya suara yang disalurkan keluar masjid hanyalah adzan sebagai tanda telah tiba waktu salat. Demikian juga sholat dan doa pada dasarnya hanya untuk kepentingan jemaah ke dalam dan tidak perlu ditujukan keluar untuk tidak melanggar ketentuan syariah yang melarang bersuara keras dalam salat dan doa. Sedangkan dzikir pada dasarnya adalah ibadah individu langsung dengan Allah SWT karena itu tidak perlu menggunakan pengeras suara baik kedalam atau keluar," demikian Amin membacakan salinan instruksi.


Hal lain yang diatur dalam instruksi ini terkait waktu penggunaan pengeras suara. Amin mengatakan, instruksi Dirjen secara jelas dan rinci sudah mengatur waktu-waktu penggunaan pengeras suara.


"Misalnya, pengeras suara bisa digunakan paling awal 15 menit sebelum waktu Salat Subuh, dan sebagainya," jelas Muhammadiyah Amin.


Melaui surat edaran yang diterbitkan hari ini,  Muhammadiyah Amin meminta Kanwil Kemenag untuk kembali mensosialisasikan instruksi Dirjen Bimas Islam 1978. "Kami meminta segenap jajaran, dapat mensosialisasikan kembali aturan tersebut," katanya.


"Kami juga minta Kantor Urusan Agama (KUA) maupun penyuluh agama di seluruh Indonesia untuk ikut mensosialisasikannya," jelas Amin.


Hal itu misalnya dilakukan dengan menggandakan instruksi Dirjen tentang penggunaan pengeras suara pada masjid, langgar, dan mushalla  lalu membagikannya kepada masyarakat sambil dijelaskan substansinya. Instruksi tersebut juga agar dijadikan sebagai bahan pembinaan keagamaan yang dilakukan kepada masyarakat.


Dengan disosialisasikan kembali aturan penggunaan pengeras suara, Muhammadiyah Amin berharap masyarakat memiliki pengetahuan dan pemahaman yang sama tentang aturan tersebut.
Selengkapnya,  lihat infografis berikut:


Kemenag Minta Kanwil Sosialisasikan Kembali Aturan Pengeras Suara di Masjid

https://kemenag.go.id/berita/read/508539/kemenag-minta-kanwil-sosialisasikan-kembali-aturan-pengeras-suara-di-masjid

Kemenag Atur Pengeras Suara Masjid sejak 1978
Wishnugroho Akbar, CNN Indonesia | Kamis, 23/08/2018 11:21 WIB

Kemenag Minta Kanwil Sosialisasikan Kembali Aturan Pengeras Suara di Masjid
Aturan soal pengeras suara di masjid yang diterbitkan Kementerian Agama belum mengatur soal sanksi terhadap pelanggarnya. (ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho)

Jakarta, CNN Indonesia -- Penggunaan pengeras suara untuk masjid, langgar, dan musala telah diatur oleh Kementerian Agama dalam Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor Kep/D/101/1978 tentang Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Mushalla. Namun aturan tersebut tak menyertakan sanksi kepada para pelanggarnya.

Aturan soal penggunaan pengeras suara di masjid, langgar atau musala kembali menjadi sorotan setelah Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan memvonis Meliani dengan hukuman penjara 1 tahun 6 bulan karena terbukti bersalah melanggar pasal 156 a huruf (a) tentang penodaan agama.

Perkara hukum Meilana bermula pada Juli 2016 lalu. Saat itu Meilana mengeluhkan volume suara dari masjid yang keras.

Dikutip dari laman resmi Kemenag, Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor Kep/D/101/1978 mengatur sejumlah hal terkait penggunaan pengeras suara di masjid. 

Ada sejumlah poin dalam aturan tersebut. Salah satunya aturan bahwa pengguna pengeras suara (muazin, imam salat, pembaca Alquran, dan lain-lain) hendaknya memiliki suara yang fasih, merdu, enak tidak cempreng, sumbang, atau terlalu kecil. 


Lihat juga: PBNU : Sebut Suara Azan Terlalu Keras Bukan Penodaan Agama


Aturan itu bertujuan menghindarkan anggapan orang luar tentang tidak tertibnya suatu masjid dan bahkan jauh daripada menimbulkan rasa cinta dan simpati yang mendengar selain menjengkelkan.

Instruksi Dirjen Bimas Islam Nomor Kep/D/101/1978 juga menyatakan syarat-syarat penggunaan pengeras suara seperti tidak boleh terlalu meninggikan suara doa, dzikir, dan salat. 

Khusus pada saat azan, Intruksi Dirjen Bimas Islam itu menyatakan sebagai tanda masuknya salat, suara azan memang harus ditinggikan. Atas dasar itu penggunaan pengeras suara saat azan tidak diperdebatkan. 

"Yang perlu diperhatikan adalah agar suara muazin tidak sumbang dan sebaliknya enak, merdu, dan syahdu," demikian seperti dikutip dari laman Kemenag.

Syarat lain adalah ketentuan bahwa orang yang mendengarkan dalam keadaan siap untuk mendengarnya, bukan dalam keadaan tidur, istirahat, sedang beribadah atau dalam sedang upacara. 

"Dalam keadaan demikian (kecuali azan) tidak akan menimbulkan kecintaan orang bahkan sebaliknya. Berbeda dengan di kampung-kampung yang kesibukan masyarakatnya masih terbatas, maka suara keagamaan dari dalam masjid, langgar, atau musala selain berarti seruan takwa juga dapat dianggap hiburan mengisi kesepian sekitarnya" tulis aturan tersebut.

Lihat juga: Komnas HAM: Polisi Lalai Cegah Rusuh Tanjungbalai

Intruksi Dirjen Bimas Islam Nomor Kep/D/101/1978 juga mengatur penggunaan pengeras suara pada waktu tertentu.

Untuk waktu subuh, penggunaan pengeras suara sebelum subuh diperbolehkan paling awal 15 menit sebelum waktunya. Adapun pembacaan Alquran dan azan hanya menggunakan pengeras suara keluar. Saat salat subuh, kuliah subuh dan lainnya, hanya menggunakan pengeras suara ke dalam.

Untuk waktu ashar, maghrib, dan isya, saat azan dibolehkan menggunakan pengeras suara ke dalam dan ke luar. Sesudah azan hanya diperbolehkan menggunakan pengeras suara ke dalam.

Lihat juga: ICJR Samakan Kasus Meiliana di Medan dengan Kasus Ahok

Sementara untuk waktu zuhur dan salat Jumat, pengeras suara dibolehkan pada waktu lima menit menjelang zuhur dan 15 menit menjelang waktu Jumat dengan bacaan Alquran dan azan yang ditujukan ke luar. Saat salat, pembacaan doa, pengumuman, dan khutbah, hanya menggunakan pengeras suara ke dalam.

Instruksi Dirjen Bimas Islam Nomor KEP/D/101/1978 pun mengatur penggunaan pengeras suara saat takbir, tarhim, dan saat Ramadan. 

Saat takbir Idul Fitri dan Idul Adha bisa menggunakan pengeras suara ke luar. Untuk tarhim doa dengan pengeras suara ke dalam dan tarhim zikir tidak menggunakan pengeras suara. Saat Ramadan di waktu siang dan malam hari, bacaan Alquran menggunakan pengeras suara ke dalam.


Lihat juga: DPR Desak Polisi Buru Provokator Kerusuhan Tanjung Balai


Terakhir, saat upacara hari besar Islam dan pengajian hanya menggunakan pengeras suara ke dalam kecuali pengunjungnya meluber ke luar.

Dari semua aturan itu, Instruksi Dirjen Bimas Islam Nomor KEP/D/101/1978 tidak mencantumkan sanksi kepada para pelanggarnya.

Terkait aturan ini, CNNIndonesia.com telah menghubungi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama, namun belum ada pernyataan terkait aturan tersebut. 

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180823092457-20-324253/kemenag-atur-pengeras-suara-masjid-sejak-1978


-----------------------

Suara adzan lewat pengeras suara Msjid itu dimaksudkan untuk mengumandangkan panggilan Allah kepada kaum muslimin untuk segera mengingatnya dengan melakukan sholat lima waktu. 

Kehidupan umat manusia di zaman modern ini yang sudah sangat bising dengan 'polusi suara' dari mesin mobil, sepeda motor, suara tv dan radio, mesin AC,  deru pesawat, suara mesin-mesin pabrik, tentu bisa menutupi suara panggilan adzan Masjid bila waktu sholat telah masuk. Makanya mengapa diperlukan spekaer (toa) yang suaranya nyaring dan berada di tempat tinggi. Maksudnya agar kaum muslimin bisa mendengarnya dan mengenalinya dari berbagai jenis suara yang sangat bising itu, terutama di daerah perkotaan tentunya. 

Kalau di desa-desa, suara adzan dari Masjid atau Surau itu perlu juga keras dan nyaring. Sebab warga di desa itu umumnya petani yang berada jauh di tengah sawah ladangnya dan dari masjid desa mereka.Panggilan adzan yang keras dan nyaring dari  toa masjid di desa mereka, bisa membantu para petani di tengah sawah ladangnya itu, untuk segera bergegas menunaikan sholatnya.

Sekarang eloe pikir sendiri, bila volume suara toa  atau pengeras suara saat mengumandangkan adzan itu, misalnya dikurangi separuhnya saja, apa efektif untuk menyampaikan pesan via adzan di masjid itu bahwa waktu sholat telah masuk? 

Indonesia negeri muslim terbesar di Dunia. Sekitar 85% warganya beragama Islam. Dan saat ini ada sekitar 1 juta masjid di seluruh Indonesia yang setiap waktu sholat sampai, mereka akan mengumandangkan adzan itu selama 5 kali sehari semalam. Suara adzan itu saling sahut-sahutan dan terus bergantian dari kota-kota di Timur Indonesia seperti Merauke hingga ke kota paling Barat, Sabang. Sahut-sahutan itu lamanya bila waktu adzan tiba, sekitar 2 jam lamanya (dari Merauke sampai Sabang).

emoticon-Bingung 



0
2.9K
29
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.8KThread41.5KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.