Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

madridistAvatar border
TS
madridist
Gerakan #2019GantiPresiden Menghabisi Suara Prabowo

Beberapa bulan sebelum dekralasi Capres dan Cawapres, saat kita semua belum tahu siapa saja lawan Jokowi nantinya, deklarasi #2019GantiPresiden sudah bergema di mana-mana. Masyarakat awam awalnya tak begitu reaktif dengan aksi-aksi provokatif gerakan PKS ini. Namun sekarang setelah kita dihadapkan hanya pada dua pilihan lagi, Jokowi atau Prabowo, penolakan terhadap gerakan PKS ini semakin massif. Mereka ditolak hampir di semua kota. Termasuk hari ini mereka ditolak di Surabaya.

Secara hitung-hitungan politik, apa keuntungan dan kerugian deklarasi #2019GantiPresiden ini? mari saya jelaskan satu persatu. Kita mulai dengan keuntungannya dulu:

Pertama, bagi PKS, deklarasi tersebut jelas menguntungkan secara posisi tawar. Ibaratnya mereka sudah mencuri start jauh sebelum kampanye, dan saat nanti sudah Capres lawan Jokowi sudah resmi ditetapkan, mereka bisa menjual gerakan tersebut sebagai alat kampanye dan pemenangan.

Kedua, dari sisi opini publik, hastag tersebut membuat masyarakat bertanya-tanya, mau diganti dengan siapa? Sehingga dengan hal ini muncullah banyak alternatif nama. Dari Gatot, Anies sampai AHY. Masyarakat yang semakin bertanya-tanya tentang siapa pengganti Jokowi justru berdampak positif terhadap gerakan PKS tersebut. Semakin dibicarakan, gerakan tersebut semakin menarik simpati dan massa.

Sehingga jangan heran kalau para penggagas hastag tersebut begitu berapi-api dan semangat luar biasa. Sebab mereka yakin betul gerakan tersebut mampu mengalahkan Jokowi, terserah siapapun lawannya nanti.

Namun nampaknya mereka lupa satu hal tentang psikologi masyarakat Indonesia. Masyarakat kita itu sensitif. Orang Jawa sebagai mayoritas pemilih adalah orang-orang yang tahu diri, paham tentang balas budi atau berterima kasih. Dan secara keseluruhan masyarakat kita itu mayoritasnya adalah orang-orang yang mau bermusyawarah. Bukan tipe manusia-manusia keras kepala dan berkata kasar seperti orang-orang Arab.

Lho, kenapa jadi bahas karakter? Apa hubungannya?

Begini… semua masyarakat Indonesia sudah tahu bahwa pada 2014 lalu Prabowo kalah atas Jokowi. Mereka juga belum lupa bagaimana Prabowo sujud syukur merayakan kemenangan fiktifnya. Deklarasi kemenangan di Tvone. Bahkan setelah dinyatakan kalah oleh KPU pun mereka tidak terima dan meminta Pilpres diulang. Mengajukan banding ke MK dengan kontainer yang lagi-lagi fiktif.

Arogansi dan ngototnya Prabowo ingin jadi Presiden sudah terkonfirmasi dari sikap-sikapnya menerima kekalahan. Ga elok dan nggak Indonesia banget.

Kembali ke soal #2019GantiPresiden, PKS dan para penggangasnya lupa bahwa kelemahan mereka ada di Prabowo. Prabowo adalah kartu mati. Dalam pertarungan yang sama, Prabowo sudah pernah dikalahkan oleh Jokowi. Sehingga kalau sampai terjadi duel ulang, kemungkinan besar Prabowo akan kalah lagi. Hal inilah yang tidak diantisipasi oleh PKS dan penggagas #2019GantiPresiden. Deklarasi ganti Presiden tersebut hanya akan efektif kalau partai politik berhasil mengusung satu nama baru selain Prabowo.

Ketika sekarang mereka gagal mengusung nama baru, dan malah mengulang Pilpres 2014 antara Jokowi melawan Prabowo, antusiasme masyarakat dalam gerakan #2019GantiPresiden jadi hilang. Mereka tidak lagi bertanya-tanya. Tidak ada lagi prediksi atau spekulasi tentang penantang Jokowi dan peluangnya.

Gerakan #2019GantiPresiden yang kemudian disisipkan kata “pokoknya” ganti Presiden, otomatis mental dan tidak diminati masyarakat. Karena apa? karena secara sosial dan budaya, mayoritas masyarakat kita bukan tipe orang yang suka dengan istilah “pokoknya.” Sebab di balik kata “pokoknya” terlihat jelas arogansi dan obsesi yang berlebihan, sementara masyarakat kita lebih suka musyawarah.

Masyarakat kita itu lebih suka dengan sistem kekeluargaan. Buktinya sudah banyak, saat anak pentolan #2019GantiPresiden, Dhani menabrak orang hingga mati, jalan keluarnya adalah kekeluargaan. Meski mereka sudah kehilangan keluarga tersayang gara-gara anaknya Dhani, tapi keluarga korban tak mau menuntut penyelesaian secara hukum. Ya ini salah satu contoh kongkritnya, masyarakat kita tidak suka dengan istilah “pokoknya.”

Di saat orang-orang kita sudah melihat betapa arogan dan ngeyelnya Prabowo di 2014, tidak dewasa menerima kekalahan, di sisi lain selama 4 tahun terakhir Presiden Jokowi menunjukkan diri sebagai Presiden seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali. Sementara Prabowo terus menerus mengeluarkan pernyataan blunder, dari mulai Indonesia bubar 2030 yang dianggap kajian ilmiah padahal novel fiksi, sampai umpatan-umpatan elite bodoh dan seterusnya.

Pembangunan infrastruktur di era Jokowi sangat luar biasa besar, jauh dibanding rezim sebelumnya. Belum lagi 189 juta orang penerima Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat. Belum lagi program lainnya seperti KIP, PKH dan pembagian sertifikat gratis oleh Presiden Jokowi. Selama 4 tahun, semua kartu-kartu dan sertifikat ini dibagikan oleh Jokowi di setiap blusukannya. Semua program-program pemerintah terlihat dan terasa begitu nyata. Terlalu nyata!

Sehingga akhir dari nasib gerakan #2019GantiPresiden ini adalah seperti barang bekas yang tidak bisa digunakan. Sementara Prabowo menjadi seperti barang bekas dan gagal berfungsi yang coba ditawarkan, berharap mereka mampu mengalahkan Jokowi yang sudah jelas berhasil dan berfungsi baik.

Analisis di atas sebenarnya merupakan analisis sederhana. Semua orang paham, tidak perlu yang pakar-pakar politik. Bahwa sampai sekarang rupanya mereka tetap memaksakan deklarasi di beberapa kota, dan kemudian mendapat penolakan, sejatinya itu akan semakin menghabisi suara Prabowo. Masyarakat semakin jengah dengan politik “pokoknya.” Nah dari sini saya tidak bisa menganalisis lebih jauh apakah deklarasi #2019GantiPresiden benar-benar sudah ditunggangi atau memang bagian gerakan barisan sakit hati karena gagal menjadi Cawapres atau mendapat posisi Wakil Gubernur?

Bagi saya dan semua pendukung Jokowi, tidak ada masalah lagi dengan hastag tersebut. Malah saya berharap acara deklarasi #2019GantiPresiden semakin massif dilakukan, dan masyarakat semakin reaktif untuk menolak. Dengan begitu gerakan mereka akan terlihat begitu sampah. Dan kalaupun mereka emosi dan anarkis, justru itu akan membuat masyarakat tambah muak. Begitulah kura-kura.
0
2.1K
22
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.1KThread83.2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.