Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

dienalbannaAvatar border
TS
dienalbanna
PERAYAAN YANG MEMBAWA PETAKA
                Belakangan ini, negeri kita ini memang sedang dilanda goncangan. Tak hanya perihal bencana alam di Lombok semata, perihal sentifisime pun tak kalah mencuat mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara kita.
                Dimulai dari kasus mantan Gubernur DKI Jakarta, Ahok, hingga performa Presiden Joko Widodo dalam pembukaan Asian Games, menjadi bahan menarik untuk diapresiasi hingga dikritisi.
Tak salah dengan adanya pro dan kontra, yang memang bagian dari demokrasi. Namun, yang sangat disayangkan, mengapa kita tidak bisa legowo apabila suatu masalah sudah diklarifikasi? Rasanya, kita terus haus untuk mencari-cari kesalahan meski harus merangkak ke lubang semut.
Bulan ini, negeri kita merayakan Hari Ulang Tahun ke-73. Seperti tradisi sebelumnya, pada perayaan dirgahayu negeri kita, diisi dengan perbagai pelombaan dan pertunjukan sebagai aksi meriahkan kemerdekaan negeri ini. Tentunya, sebagai bangsa yang mencintai negaranya, kedataangan hari bersejarah itu disambut dengan suka cita. Bahkan, dalam peringatan hari bersejarah, terdapat aksi-aksi heroik yang dilakukan oleh anak negari. Aksi Joni, misalnya. Adalah sebuah aksi yang telah membuat haru masyarakat Indonesia. Namun, di tengah kita bangga dengan aksi Joni, kita juga disuguhkan oleh aksi karnaval di Probolinggo Kota. Sebuah aksi yang hingga kini, tengah melahirkan asumi di masyarakat dunia maya.
Saya memang tidak berada di tempat kejadian. Saya mengetahui itu juga dari unggahan poto di sosial media yang kadung viral. Sungguh, saya pun sama seperti kalian, yang kali pertama melihat poto karnaval itu. Sangat menyayangkan. Mengapa di hari kemerdekaan Republik Indonesia, harus menampilkan kebudaayaan yang notabene bukan asli milik nusantara.
Saya hanya bisa diam dan membaca komentar-komentar para netizen dengan beragam asumi mereka. Bagi saya, asumsi mereka tidak salah. Namun, juga tidak sepenuhnya benar. Tidak salah karena memang tidak seharusnya perayaan di hari raya kemerdekaan, menampilkan hal-hal yang bukan berbau Indonesia. Tidak selalu benar, dikarenakan apa yang kita kritisi atau tanggapi hanya dari potongan sudut kamera dan tidak secara keseluruhan.
Untuk menjawab tanggapan netizen, pihak-pihak terkait pun segera melakukan reaksi. Mereka menggelar press release untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Saya tak ingin panjang lebar membahas bagaimana klarifikasi dari panitia, Kepala Sekolah TK, Dandim, hingga Kapolresta. Toh, klarifikasi mereka juga sudah terunggah di sosial media, yang networking-nya lebih luas daripada sosial media saya, yang hanya berteman dengan segelintir orang.
                Dari klarifikasi itu, saya menangkap beberapa hal. Pertama, dari panitia, tentu tidak ada kesalahan, karena panitia telah menentukan tema karnaval; hal-hal yang berbau keindonesiaan. Pada point ini, panitia sudah benar dan sesuai dengan perayaan kemerdekaan. Namun, pada point selanjutnya, yang mengatakan bahwa pemberian tema itu dilakukan secara mendadak dan paginya—pada hari H—panitia tidak lagi mengkontrol peserta karnaval itu kemudian menjadi masalah. Andai saja, mereka mengkontrol sebelum diberangkatkan, tentu TK tersebut bisa diminta ganti kostum terlebih dahulu. Iya. Tentu hal ini membutuhkan waktu. Mengingat karnaval segera diberangkat.
Kedua, perihal pernyataan Kepala Sekolah yang menyatakan memakai kostum seadanya atau memanfaatkan properti sebelumnya. Entah, saya tidak mengerti di sini. Tapi, saya coba menerka, mengapa Ibu Kepala Sekolah ingin memanfaatkan proferti di tahun sebelumnya. Tidak ada biaya-kah? Tidak mau repot-kah? Atau karena panitia yang memberikan tema dengan mendadak sehingga tidak ada persiapan?
Jika memang tujuannya adalah mengangkat perjuangan Rosulloh dan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan, tentu tujuannya sangat mulia sekali, dan menandakan bahwa Ibu Kepala Sekolah merupakan penganut beragama yang cinta terhadap Nabi Muhammad SAW. Namun, mungkin Ibu Kepala Sekolah lupa, bahwa karnaval itu temanya hari raya kemerdekaan Republik Indonesia, yang notabene pada perjuangan memperbutkan dan mempertahankan kemerdekaan dilakukan oleh orang Islam, Kristen, Hindu, Budha atau mungkin juga ada masyarakat beraliran kepercayaan yang turut berjuang.
Polemik selanjutnya mengarah pada pengunggahan poto yang hanya satu sudut. Tidak mengungah secara sempurna. Toh, kalau pun terdapat suatu kesalahan dangan tema—apabila diunggah secara utuh, poto anak-anak bercadar dengan membawa replika senjata—tidak terlalu vulgar untuk sebuah kesalahan tema. Karena apabila disatukan pertunjukan yang dihadirkan oleh TK tersebut, masih membawa merah putih. Artinya, masih ada unsur ke-Indonesia-an kendati harus dicederai keindahan merah putihnya dengan kostum yang bukan melambangan khasanah nusantara. 
Kemudian mengarah ke sudut selanjutnya. Di sebuah pemberitaan dinyatakan bahwa Kapolresta Probolinggo akan memburu pengunggah karnaval tersebut. Pada point itu, saya juga membaca dengan judul yang memang kurang lebih seperti itu. Namun, tahukah kalian, bahwa poto yang diunggah di media tersebut, bukan poto saat ini. Bukan poto pengunggah video karnaval TK tersebut, melainkan poto silam terkait penangkapan terorisme di Probolinggo Kota.
Well, mari kita telaah pelan-pelan. Jika memang Kapolresta mengatakan akan memburu pengunggah video tersebut, seharusnya media tersebut menampakan poto di saat Kaporesta memberikan statement seperti itu. Bukan poto masa silam, yang kebetulan nampak bahwa Kapolresta Probolinggo sedang mengintrograsi pengunggah video. So, mari kita pahami lebih dalam sedikit lagi. Jika memang media tersebut kredibel, bukankah seharusnya dia menyajikan sesuatu yang fakta? Lantas, mengapa media itu menyajikan poto yang sudah silam? Bukan poto ketika Kapolresta sedang memberikan statemen misalnya?
                Kapolresta Probolinggo pun telah menanggapi bahwa ia tidak memberikan statemen itu. Namun, ternyata hal itu tak cukup. Di antara masyarakat yang legowo dan percaya dengan Kapolresta, tak menampik ada yang berasumsi itu hanya cuci tangan Kapolresta ketika  netizen menyoroti pemburuan pengunggah video.
                Sebenarnya, tidak hanya pernyataan Kaporesta saja. Beberapa tokoh di Probolinggo, juga telah mengeluarkan statemen yang sama. Tapi, memang begitulah kejiwaan kita. Akan selalu mencari  celah untuk mencari kesalahan dan berpikir buruk terhadap oranglain. Katanya, kita disuruh tabayun dalam menanggapi berita. Begitu kita tabayun dan mencari kebenaran pada pihak lain, kita masih saya tidak atau kurang percaya ketika mereka memberikan klarifikasi kebenaranya.
                Saya sama seperti kalian. Tidak tahu menahu dan hanya berpatokan poto yang diunggah dan video pernyataan beeberapa tokoh yang menyatakan terkait karnaval hingga pemburuan penggungah video. Pada video itu sudah sangat jelas pernyatan mereka. Jika pernyataan mereka—beberapa tokoh tersebut— masih diragukan dan tidak dipercayai, mau ke mana lagi kita bertabayun?
Sebenarnya, bukan masalah karnaval saja. Dari semua fenomena yang terjadi di negeri ini, kita memang sedang sakit jiwa. Kita melihat oranglain itu selalu salah. Pendosa yang seolah tak boleh mengakui kesalahan meski ia harus minta maaf. Tahukan kalian, apa bedanya salah dan khilaf? Tahukan kalian apa bedanya memburu dan mencari? Selain kita memang sedang sakit jiwa, kita memang sedang dilanda miskin literasi.
                Pada kejadian itu, kita tak salah mengkritisi. Namun, pada kejadian itu pula kita juga tidak boleh lupa untuk mengambil pelajaran berharga, bahwa kita ini manusia. Akan selalu membawa salah sampai kapanpun. Kebenaran bukan milik kita. Kebenaran hanya milik Tuhan Sang Pencipta. Tugas kita sebagai manusia hanya belajar benar, kendati hal itu tidak mungkin bisa diraih. Manusia akan selalu berbuat salah. Namun, manusia yang baik, adalah manusia yang mau mengakui kesalahannya dan meminta maaf serta tidak mengulangi dengan hal yang sama. Begitupun dengan manusia yang kini tengah ‘benar’, bukan berarti akan terus benar hingga enggan menerima klarifikasi.
                Tentunya, kita pasti sepakat, apa yang ada di negeri ini, harus lebih kita cintai daripada apa yang ada di negeri orang, bukan? Saya pun demikian, tidak setuju apabila di hari kemerdekaan negara kita dirayakan dengan sesuatu yang bukan kebudayaan kita. Tapi, semua sudah diklarifikasi dengan jelas. Pun, apabila pengunggah video itu ingin diburu, saya sangat sepakat, agar pengunggah video itu ditemukan dan diberi apresiasi karena dia telah menyadarkan kita bahwa niat baik harus ditempatkan pada tempat yang semustinya. Dan, karena pengunggah video itupula—secara tidak langsung—telah menimbulkan nasionalisme masyarakat yang ternyata masih sangat teramat mencintai kebudayaan dan keragaman serta perjuangan para pahlawan di  negerinya. 
 






anasabila
anasabila memberi reputasi
1
1K
4
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Citizen Journalism
Citizen JournalismKASKUS Official
12.7KThread4.2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.