Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

i.am.legend.Avatar border
TS
i.am.legend.
Andi Arief Bandingkan Beda Tekanan Politik Koalisi Jokowi dan Prabowo
Liputan6.com, Jakarta - Politikus Demokrat Andi Arief ikut mengomentari pernyataan Mahfud MD di program Indonesia Lawyers Club yang disiarkan TVOne, Selasa (14/8/2018). Mahfud menuturkan drama seputar batalnya ia menjadi cawapres Jokowi.

Andi Arief pun lantas mencuit di akun Twitternya. "Saya menyaksikan Penjelasan Pak Prof @mohmahfudmd semalam kesimpulan saya murni pertarungan kegagalannya," tulis Andi Arief, Rabu (15/8/2018) pagi.

Ia membandingkan dinamika yang terjadi di koalisi pendukung Jokowi dan Prabowo. Menurutnya, kedua kubu punya karakteristik yang berbeda.

"Ada tekanan politik yg serius dan tidak bisa ditukar dengan uang. Beda dengan Tekanan politik ditukar Mahar dalam kasus Sandi Uno," tulis Andi Arief.

Meski Demokrat, mendukung Prabowo, Andi Arief sempat menimbulkan kontroversi. Ia mengungkap dugaan ada mahar politik dari Sandiaga Uno ke PAN dan PKS. Tak tanggung-tanggung, Sandi dituding mengucurkan masing-masing Rp 500 miliar bagi kedua partai.
Sumber
===========




Hina! Mungkin itu kata-kata yang paling tepat bagi PAN dan PKS.
Kita bicara real aja. Uno bukanlah orang terkaya di Indonesia ini. Uangnya 'hanya' 3,5T. Dan dia berani membayar PAN dan PKS seharga masing-masing 500M untuk pencalonan cawapresnya, pastinya dia punya kalkulasi untung rugi. Apalagi dia adalah seorang pedagang. Ada barang, ada uang. Ada peluang, ada uang.

Jika ada yang mau menelikung Uno saat itu, atau Prabowo memberi peluang bagi pemain lain untuk membayar lebih mahal harga pencalonan cawapres kepada PAN dan PKS, pasti kedua partai ini akan sujud syukur karena ternyata dagangan mereka #2019 Ganti Presiden ternyata dihargai mahal. Ini sama dengan domain prabowosandi.com yang hanya bermodalkan 200 ribu Rupiah tapi dijual seharga 2 miliar Rupiah. Namun jika dibandingkan dengan si pemilik domain, jelas lebih terhormat pemilik domain, sebab dia tidak menjual nama ummat Islam untuk nafsu bisnisnya. Dia tidak menghargai dukungan sekelompok Ulama dengan uang. Dia tidak menipu ummat Islam.



Lantas siapa kira-kira orang yang sekiranya mampu membayar mahal PAN dan PKS diatas harga Sandiaga Uno? Banyak. Orang kaya di Indonesia yang namanya tercantum di Forbes bukan cuma 10, tetapi puluhan! Dan Sandiaga Uno hanya nomor ke sekian. Lalu kalau alasannya 'pribumi'? Hehe.. Tengok saja Chairul Tanjung yang pernah digadang-gadang jadi menteri. Atau Tahir. Atau Martua Sitorus. Kurang pribumi apa lagi mereka?

Tapi kalau kita, bangsa Indonesia yang jumlah rakyatnya 265 juta jiwa diserahkan kepada seorang pedagang yang membayar hanya untuk menjadi pemimpin negeri ini, mau dikemanakan arah Proklamasi?



Ini bicara masalah rakus dan tidak rakus. Bicara bersih dan tidak bersih. Rakus dalam arti kata menyuap untuk mendapatkan jabatan sebenarnya adalah sebuah kejahatan luar biasa. Dan seharusnya ini sudah termasuk dalam ranah KPK. Bohong kalau KPK bilang harus ada indikasi korupsi dahulu. Sanusi, kader Gerindra yang notabene adalah sohib Sandiaga Uno, jelas-jelas bukan masalah korupsi. Dia dicokok KPK karena menerima suap. Seharusnya jika sudah ada indikasi kearah sana, KPK berani mengusut pihak penerima uang Sandiaga Uno dan Sandiaga Uno sendiri sebagai pemberi suap. Bukankah penerima suap dan pemberi suap Reklamasi masuk dalam ranah KPK?



Dan Bawaslu, jika mengenakan UU Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 228 dalam kasus suap KARDUS ini hanya menghukum partai yang menerima suap tidak boleh ikut pemilu dalam periode berikutnya, itu sebuah bentuk pelecehan terhadap UU. Jelas Bawaslu takut! Mengapa? Lihat isi UU Nomor 7 Tahum 2017 Pasal 228 ini :


Pasal 228
(1)Partai Politik dilarang menerima imbalan dalam bentuk apa pun pada proses pencalonan Presiden dan Wakil Presiden.
(2)Dalam hal Partai Politik terbukti menerima imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Partai Politik yang bersangkutan dilarang mengajukan calon pada periode berikutnya.
(3)Partai Politik yang menerima imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dibuktikan dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(4)Setiap orang atau lembaga dilarang memberikan imbalan kepada Partai Politik dalam bentuk apa pun dalam proses pencalonan Presiden dan Wakil Presiden.


Jelas dan gamblang! UU Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 228 Ayat 4 menjelaskan larangan tertulis setiap orang. Dan ini jelas ada indikasi hukum pidananya, juga hukum administratif. Jadi kalau nyata-nyata Sandiaga Uno benar-benar menyuap untuk proses pencalonan cawapres kepada PAN dan PKS, sejatinya pencalonan cawapres Sandiaga Uno harus dibatalkan dan diproses pidana.

Sekarang ini, logika rakyat Indonesia sedang dipermainkan, diarahkan sekelompok Kampret untuk membalik logika sesuai logika mereka. Bahwa memilih cawapres dibawah tekanan sebuah partai atau ormas keagamaan besar itu lebih hina daripada seorang cawapres yang membayar kepada partai untuk pencalonan cawapresnya. Padahal sebelumnya para Kampret ini membela diri saat urusan pencapresan dan cawapres diatur oleh seorang pimpinan sebuah ormas baru di Republik ini.



Sekarang, silakan pakai nalar. Dan sejak awal, tulisan ini ditujukan bagi manusia-manusia yang berakal dan punya nalar. Akal dan nalar yang sesuai letaknya, bukan akal dan nalar yang dibolak-balik seperti logika para Kampret.

Sebarkan!


Sumber Referensi tambahan:
wikipedia.org
ngana.org
Komentar thread adalah hasil tulisan TS.
Gambar milik pihak ketiga, diambil dari Google.

Diubah oleh i.am.legend. 15-08-2018 09:31
2
3.3K
50
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.3KThread41.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.