SELAIN karena kebijakannya, Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno juga menarik perhatian dengan ungkapan-ungkapannya yang tidak umum. Bukan saja istilah yang baru, ada pula ungkapan yang menjadi tidak biasa karena ketidaksesuaian subjek. Meski menjadi hiburan tersendiri bagi netizen, pemerhati bahasa menilai penggunaan bahasa Indonesia yang tidak tertib akan berefek pada pola pikir dan pola tindak yang juga tidak tertib.

Berikut beberapa ungkapan kekinian Sandiaga:



1. "Beautifikasi"

"Jadi, itu untuk beautifikasi (mempercantik) Asian Games. Semuanya di-cover sama rumput atau tanaman," kata Sandi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 24 Juli 2018, seperti dikutipmedcom.id.

Ungkapan itu dikatakan Sandi terkait dengan upaya penataan yang dilakukan di  trotoar dan halte di kawasan Jalan Jenderal Sudirman untuk menyambut Asian Games.  Dalam Kamus Besar Bahasa IIndonesia (KBBI), kata "beautifikasi" tidak memiliki arti dan makna.

2. "Terpancurkan"

"Ini saya terima kasih banget, ini menjadi masukan dan harus menjadi PR bagi kita untuk menjalankannya nanti seandainya di-approveoleh DPRD 260 juta. Kita cek 260 juta itu untuk apa. berapa banyak untuk semprotannya, berapa banyak untuk orangnya untuk nyemprotberapa banyak untuk foggingnya. Nanti ini nanti akan saya tugaskan teman-teman untuk masing-masing dan tolong dipastikan 260 juta itu harus jernih. Karena dengan 260 juta itu yangterpancurkan akhirnya hati kita jernih dan sejuk melihatnya," Di unggah oleh kompasTV 22 November 2017 melalui YouTube saat diwawancarai di Balaikota.

Ungkapan "terpancurkan" itu dikatakan Sandiaga saat membicarakan anggaran rehabilitasi kolam di kompleks Gedung DPRD DKI Jakarta yang masuk dalam RAPBD 2018. Kata terpancurkan tidak memiliki arti dalam KBBI. Pancur merupakan kata turunan dari berpancuran, memancur, dan pancuran.

3. "Tumpahnya"


Kesemrawutan itu adalah satu pembangunan jalan. Nomor dua tumpahnya pejalan kaki yang keluar dari stasiun Tanah Abang. Dan ketiga banyak angkot-angkot yang parkir liar atau ngetem. PKL ada , tapi jumlahnya ngga banyak ya. Cuma dibawah 300 jumlahnya. Jadi kalau misalnya ditata itu ngga sesuatu hal yang luar biasa,"

Ungkapan tersebut ditanyakan di acara Net12 pada tanggal 6 November 2017 di Balai Kota Jakarta. Kata tumpahnya dalam KBBI tidak memiliki arti, kata tumpah memiliki arti keluar dati tempatnya (tentang barang cair, barang yang berderai-berai, dan sebagainya). Katangetem memang sudah lumrah di Indonesia namun rupanya kata ini juga tidak memiliki arti dalam KBBI.

Efek Pola Pikir

Menanggapi ungkapan-ungkapan tidak baku dari figur publik, termasuk Sandiaga, Kepala Program Studi Sastra Indonesia Universitas Negeri Jakarta yang juga pemerhati bahasa, Dr. Miftahul Khairah Anwar, menyayangkannya. "Sebagai publik figur, pejabat seharusnya menjadi model penggunaan bahasa Indonesia yang baik, benar, dan santun di masyarakat. Akan tetapi, seringkali justru pejabat yang tidak taat pada kaidah bahasa, tidak menggunakan bahasa Indonesia sesuai konteks situasi," ujarnya kepada Media Indonesia, Kamis (26/7/2018).

Miftahul menilai kebiasaan yang tidak mengindahkan tata bahasa itu dapat berpengaruh pada pengembangan bahasa Indonesia. Tidak hanya itu, kondisi ini juga berefek pada pola pikir dan pola tindak yang kurang tertib. Sebab hampir setiap hari disuguhi dengan penggunaan bahasa yang kurang tertib dan santun, masyarakat jadi terbiasa dengan ketidaktertiban dan ketidaksantunan berbahasa.

"Pembiasaan penggunaan bahasa Indonesia yang kurang tertib dan kurang santun, lama kelamaan akan berefek pada pola pikir dan pola tindak yang juga tak tertib dan tak santun. Bahasa, pikiran, dan tingkah laku adalah mata rantai yang saling berhubungan," pungkasnya. (M-2)