Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

bangbinyoAvatar border
TS
bangbinyo
Hari Anak Nasional: Pernikahan Anak Masih Tinggi
Hari Anak Nasional: Pernikahan Anak Masih Tinggi











Koran Sulindo – Pernikahan anak di Indonesia masih sangat tinggi. Council of Foreign Relations mencatat Indonesia merupakan peringkat ke-7 dari 10 di dunia dengan angka absolut pengantin anak tinggi. Di Asia Tenggara, pernikahan anak di Indonesia hanya kalah dari Kamboja.


Pernikahan anak terakhir yang ramai diberitakan media massa terjadi di Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan. Perkimpoian tersebut terjadi antara seorang bocah laki-laki berusia 14 tahun dengan seorang bocah perempuan berusia 15 tahun. Perkimpoian tersebut dilakukan secara siri dan tidak didaftarkan ke Kantor Urusan Agama (KUA) setempat.

Sebelumnya, masyarakat juga sempat digegerkan dengan pemberitaan di media massa tentang perkimpoian dua pelajar SMP di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan. Perkimpoian itu dilakukan karena si bocah perempuan disebut-sebut takut tidur sendiri lantaran sudah tidak memiliki ibu, sedangkan bapaknya kerap keluar kota untuk bekerja. Perkimpoian dua bocah itu kemudian ditolak oleh KUA setempat, meskipun sempat mendapatkan dispensasi atau izin dari pengadilan agama.

Menurut penelitian yang dilakukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2016 tercatat 94,72 persen perempuan usia 20 tahun hingga 24 tahun berstatus pernah kimpoi yang melakukan perkimpoian di bawah usia 18 tahun putus sekolah, sementara yang masih bersekolah hanya sebesar 4,38 persen.

Pernikahan anak memiliki dampak yang panjang bagi anak, yang pada ujungnya akan melestarikan kemiskinan.

“Anak dikimpoikan akhirnya akan putus sekolah. Anak memiliki anak, tentu perlu bekerja untuk menghidupi anaknya. Yang terjadi kemudian adalah pekerja anak,” kata Deputi Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Lenny N Rosalin, beberapa lalu, seperti dikutip antaranews.com.

Karena putus sekolah dan tidak memiliki pendidikan tinggi, akhirnya anak tersebut bekerja apa adanya. Dampaknya, anak tersebut tidak mendapatkan upah yang layak sehingga akhirnya akan hidup dalam kemiskinan.

Idola

Pemerintah menyatakan ber komitmen untuk melindungi anak-anak Indonesia. Selain meratifikasi Konvensi Hak Anak melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990, Indonesia memiliki Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014.

“Konvensi Hak Anak dan Undang-Undang Perlindungan Anak mengharuskan negara memberikan kepentingan terbaik bagi anak-anak. Perkimpoian bukanlah kepentingan terbaik bagi anak,” kata Lenny.

Sebagai bentuk komitmen negara, selain ratifikasi Konvensi Hak Anak dan Undang-Undang Perlindungan Anak, perlindungan anak juga sudah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2020.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak telah mencanangkan Indonesia Layak Anak (Idola) 2030 sebagai sasaran antara untuk mewujudkan Generasi Emas 2045.

Untuk mewujudkan Idola 2030, Kementerian merintis program Kabupaten/Kota Layak Anak, yang bersifat dari bawah ke atas, mulai dari Desa/Kelurahan Layak Anak dan Kecamatan Layak Anak.

Program Kabupaten/Kota Layak Anak memiliki 24 indikator yang intinya merupakan upaya-upaya perlindungan anak dan memberikan kepentingan terbaik anak berdasarkan Konvensi Hak Anak.

Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda, dan Olahraga Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Lisa Woro Srihastuti Sulistianingrum mengatakan pencegahan perkimpoian anak harus dilakukan secara menyeluruh dan terpadu.

“Upaya pencegahan perkimpoian anak harus dilakukan secara holistik, integratif, tematik, dan spasial. Harus melibatkan banyak pihak karena pemerintah tidak bisa bekerja sendiri,” katanya.

Pengadilan agama

Sementara itu Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti mengatakan pengadilan agama merupakan benteng terakhir untuk mencegah perkimpoian anak.

“Karena perkimpoian di bawah umur harus mendapatkan izin atau dispensasi dari pengadilan agama, pengadilan agama jangan mudah memberikan izin,” kata Retno.

Pengadilan agama dan KUA memang memiliki ranah yang berbeda. Pengadilan agama merupakan bagian dari yudikatif, sedangkan KUA yang berada di bawah Kementerian Agama merupakan eksekutif. Bila pengadilan agama sudah mengizinkan dua anak menikah, KUA tidak boleh menolak untuk menikahkan mereka.

Untuk mencegah perkimpoian anak kembali terulang, KPAI mendorong pendewasaan usia minimal perkimpoian karena peningkatan kualitas sumber daya manusia akan bisa dicapai bila pernikahan tidak dilakukan pada usia yang terlalu muda.

KPAI mendorong usia perkimpoian ditingkatkan dari sebelumnya perempuan 16 tahun menjadi 18 tahun, sedangkan laki-laki dari 18 tahun menjadi 21 tahun. Karena itu, KPAI mendukung DPR untuk merevisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkimpoian.

Usia minimal perkimpoian yang diatur dalam undang-undang itu sudah tidak relevan dengan kondisi terkini.
“Sejak 1974 itu, sudah lama sekali. Memang perlu direvisi. Mungkin dulu orang tua kita menikah di usia muda masih relevan. Namun, di era sekarang sudah tidak lagi relevan,” kata Retno. [DAS]






























BACA SUMBER : https://koransulindo.com/hari-anak-n...-masih-tinggi/

0
784
12
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
672.1KThread41.8KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.