Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

methadone.500mgAvatar border
TS
methadone.500mg
Hadapi Tekanan Perdagangan Amerika, Indonesia Tingkatkan Kerja Sama dengan China

Dalam menghadapi tekanan perdagangan Amerika, Indonesia meningkatkan kerja sama dengan China. China dan Indonesia sama-sama menghadapi masalah perdagangan yang sama dengan AS, dan di saat yang sama, China dan Indonesia menunjukkan contoh yang konstruktif dalam menghadapi proteksionisme dengan meningkatkan perdagangan internasional.

China dan Indonesia sedang menempa hubungan ekonomi mereka agar lebih dekat, seiring kedua negara tersebut sedang menghadapi ancaman terhadap hubungan perdagangan mereka dengan Amerika Serikat (AS), seorang pejabat perdagangan dari negara Asia Tenggara tersebut mengatakan.
Indonesia masuk ke dalam daftar negara-negara yang terpaksa harus melakukan tindakan balasan ketika AS meningkatkan tekanan pada perdagangannya, dan pemerintah Indonesia telah mengirim delegasinya ke Washington, seiring upaya AS untuk mengurangi defisit dengan mitra dagangnya di seluruh dunia—yang memicu reaksi dari para sekutu.

“Proteksionisme AS benar-benar mempengaruhi banyak negara—China, Uni Eropa, dan sekarang Indonesia,” kata Dandy Iswara, perwakilan perdagangan di Kedutaan Besar Indonesia di Beijing.
“China dan Indonesia sama-sama menghadapi masalah yang sama dengan AS, dan di saat yang sama China dan Indonesia menunjukkan contoh yang konstruktif dalam menghadapi proteksionisme dengan meningkatkan perdagangan internasional.”
Pada bulan April, Indonesia dan China menandatangani lima kontrak senilai US$23,3 miliar untuk proyek infrastruktur, termasuk pembangkit listrik tenaga air dan fasilitas untuk mengubah batubara menjadi dimetil eter—senyawa organik yang dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif. Perdagangan dua arah antara dua negara ini mencapai US$63,4 miliar tahun lalu, naik 17 persen dari tahun 2016.
Bisnis-bisnis China juga telah menandatangani perjanjian dengan Indonesia untuk pembelian minyak sawit dan turunannya senilai US$726 juta pada bulan Juli.
“Pasar China sedang terbuka, dan akses ke pasar meningkat—ini adalah pertanda baik,” kata Iswara tentang perjanjian itu.
Mengunjungi Hong Kong bulan lalu, Duta Besar Indonesia untuk China Djauhari Oratmangun, mengatakan bahwa Indonesia ingin mengekspor lebih banyak produknya ke China.
“Kami telah memeriksa semua produk, dan kami menyadari bahwa beberapa produk dapat diperbanyak, terutama yang tidak diproduksi di China,” katanya.

Baik China maupun Indonesia sedang mencari cara untuk menghadapi langkah yang diambil oleh Presiden AS Donald Trump dalam perdagangan. Gedung Putih—yang mengatakan bahwa praktik perdagangan China tidak adil—telah memberlakukan tarif impor senilai US$34 miliar. Trump mengatakan pada Jumat (20/7), bahwa ia akan mengenakan bea atas semua impor China—yang bernilai sekitar US$500 miliar—jika perlu.
Indonesia juga mencoba untuk mengatasi ancaman terhadap hubungan perdagangannya dengan AS. Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita memimpin delegasi pada kunjungan selama seminggu ke AS, dari Sabtu (21/7) untuk mempertahankan sistem preferensi umum (GSP)—sebuah program yang membantu pertumbuhan negara-negara berkembang melalui tarif yang lebih rendah.

Pemerintahan Trump mengatakan pada April lalu, bahwa mereka akan meninjau status Indonesia di bawah program ini untuk menerapkan “beragam hambatan perdagangan dan investasi yang menciptakan efek negatif yang serius pada perdagangan AS, dan terkait kekhawatiran tentang akses pasar untuk perusahaan AS di antara kekhawatiran lainnya”.
Perjanjian GSP saat ini mencakup sejumlah barang perdagangan terbesar antara Amerika Serikat dan Indonesia, seperti garmen, yang merupakan ekspor terbesar Indonesia ke pasar AS.
Skema GSP India dan Pakistan juga akan ditinjau, menurut pengumuman pada bulan April lalu itu.
AS memiliki defisit perdagangan barang senilai US$13,3 miliar dengan Indonesia pada tahun 2017, menurut Perwakilan Perdagangan Amerika Serikat.
Indonesia dan China sama-sama berada dalam “daftar 12 negara yang berada di bawah pengawasan prioritas” USTR dalam laporan 301 Khusus AS tentang kekayaan intelektual pada bulan April, karena kurangnya penegakan hukum paten mereka, dan AS juga menuntut akses pasar yang lebih banyak di kedua negara tersebut.
“Kami ingin pihak AS melihat bahwa, saat ini kami masih berada di dalam tahap mengembangkan, dan beberapa dari produk ini adalah komoditas yang melengkapi pasar AS—misalnya, pakaian. Kami bukanlah ancaman bagi AS,” kata Iswara.
Dengan mengubah GSP dengan Indonesia, pemerintah AS berisiko merugikan industri AS yang bergantung pada produk seperti karet—salah satu impor utama Indonesia ke AS—yang penting bagi produsen mobil dan ban Amerika, kata Iswara.
“Kami berencana untuk lebih terlibat lagi dengan AS, dan memperjelas peluang kami untuk berkolaborasi lebih jauh,” katanya.
Iswara menambahkan bahwa dia berharap untuk berunding untuk mengakhiri ketidakpastian atas perdagangan ini, serta perjanjian jangka panjang yang saling menguntungkan. “Meskipun ada efek positif dan negatif, situasi ini perlu diselesaikan,” katanya.


https://www.matamatapolitik.com/hada...-dengan-china/
0
788
18
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.6KThread41.4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.