Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

kongkalingkong.Avatar border
TS
kongkalingkong.
Pelemahan Rupiah Tambah Beban, Pemerintah Didesak Kurangi Utang
Pelemahan Rupiah Tambah Beban, Pemerintah Didesak Kurangi Utang




Hingga Mei 2018, utang luar negeri (ULN) tercatat meningkat 6,8 persen menjadi 358,6 miliar dolar Amerika Serikat (AS), atau setara Rp 5.154,10 triliun. Kenaikan ULN ini diharapkan tak jadi perangkap pahit pertumbuhan ekonomi yang hanya gali lubang tutup lubang.

BI merilis kenaikan ULN, yang terdiri dari utang pemerintah dan Bank Sentral sebesar 182,5 miliar dolar AS (Rp 2.622,95 triliun), dan utang swasta termasuk BUMN sebesar 176,1 miliar dolar AS (Rp 2.531,07 triliun). Meski mengalami kenaikan, ULN akhir Mei 2018 disebut melambat dibandingkan dengan posisi ULN di bulan sebelumnya, yang tumbuh 7,8 persen (year on year/yoy).

Pelambatan ini terjadi pada ULN sektor pemerintah maupun ULN sektor swasta, yang dipengaruhi oleh pelepasan surat berharga negara (SBN) domestik oleh investor asing, yang sejalan dengan perkembangan likuiditas global.

Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan, rasio utang Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) masih 29,88 persen. Dengan demikian, masih jauh di bawah batas yang diizinkan 60 persen.

“Pengelolaan fiskal kita sangat baik dan hati-hati. Selain itu, persoalan negara ini dinilai bukan pada utang pemerintah, melainkan pada utang luar negeri yang dibayar menggunakan valuta asing (valas),” ucap Piter.

Namun ia mewanti-wanti, kondisi nilai tukar rupiah yang terus melemah di atas Rp 14 ribu per dolar AS, akan terus menambah beban utang luar negeri. Karena itu ia menyarankan, pemerintah perlu mengubah struktur utang dengan mengurangi atau bahkan menghentikan utang luar negeri.

Sebab, dengan pelemahan rupiah tadi, akan membuat nominal utang menjadi membengkak dari sebelumnya. Selain itu, diikuti pula dengan struktur ekspor, dengan mengurangi kebutuhan impor baik barang maupun jasa.

Hal ini disebabkan pada April 2018, impor melonjak lebih tinggi yaitu 16,09 miliar dolar AS (Rp 231,24 triliun), dibanding ekspor 14,47 miliar dolar AS(Rp 207,97 triliun).


Lebih lanjut ekonom dari Institute of Development for Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira melihat, utang luar negeri tersebut belum dimanfaatkan secara produktif. Terbukti bahwa postur belanja negara masih cenderung didomi­nasi belanja konsumtif.

“Bahkan, belanja pegawai porsinya sekitar 26 persen dari total belanja pemerintah. Belum lagi belanja barang yang naik cukup signifikan dalam tiga tahun terakhir,” ujarnya kepada Rakyat Merdeka.

Menurutnya, dengan postur belanja yang kurang produktif tersebut, maka efektivitas utang jadi berkurang. Belanja belum bisa menstimulus sektor riil, sehingga rasio pajak bahkan turun di kisaran 9 persen pada 2017.

Harusnya utang bisa mendorong penerimaan pajak. Akan tetapi, menurut Bhima, fakta yang terjadi utangnya naik, begitu juga debt service ratio (DSR) masih di kisaran 25 persen.

“Level ini menunjukkan utang belum mengangkat kinerja ekspor. Sementara Malaysia sudah panik soal utang, padahal DSR-nya di kisaran 5 persen. Di Indonesia, harusnya pemerintah melakukan evaluasi seluruh ULN,” tegasnya.

Sekadar diketahui, DSR merupakan jumlah pembayaran bunga dan cicilan pokok ULN jangka panjang, dibagi dengan jumlah penerimaan ekspor.

Posisi ULN Pemerintah pada Mei 2018 turun dibandingkan dengan posisi akhir April 2018, karena adanya net pelunasan pinjaman dan berlanjutnya aksi pelepasan SBN domestik oleh investor asing.

Kepemilikan SBN domestik oleh investor asing turun hingga 1,1 miliar AS (Rp 15,8 triliun) selama Mei 2018, sebagai antisipasi atas rencana Federal Reserve (The Fed), yang menaikkan tingkat suku bunga pada Juni 2018.

Sementara itu, investor asing melepas sementara kepemilikan SBN domestik sambil memperhatikan perkembangan likuiditas global, yang menuju pada keseimbangan baru. Hal itu menunjukkan investor asing di pasar SBN domestik cenderung wait and see dalam menyikapi agenda kebijakan The Fed. (rmol)



https://fajar.co.id/2018/07/18/pelem...kurangi-utang/


emang pengamat ini siapa sih desak desak pemerintah buat ngurangin utang emoticon-Malu

pengamat harus bersyukur dan mendukung pemerintah untuk berhutang dan terus berhutang emoticon-Malu

dolar menguat jangan salahkan rupiah dong emoticon-Malu


emoticon-I Love Indonesia
Diubah oleh kongkalingkong. 19-07-2018 17:45
0
1.8K
24
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
672KThread41.7KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.