Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Suku bunga BI naik lagi, KPR dilonggarkan

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo (kanan) berbincang dengan Deputi Gubernur Sugeng saat memberikan keterangan pers di kantor pusat BI, Jakarta, Jumat (8/6/2018).
Bank Indonesia (BI) kembali menaikkan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo rate sebesar 50 basis poin menjadi 5,25 persen dari 4,75 persen pada Jumat (29/6/2018). Berarti, dalam kurun dua bulan, bank sentral telah mengerek suku bunga hingga 100 basis poin.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, langkah tersebut mengindikasikan kebijakan moneter bank sentral yang cenderung ketat untuk mendorong stabilitas makroekonomi-- terutama nilai tukar rupiah.

Nilai rupiah sempat terperosok ke level Rp14.400 pada Jumat (29/6), di tengah tren penguatan dolar AS terhadap mata uang negara maju dan negara berkembang. Penguatan tersebut masih didorong oleh ekspektasi normalisasi kebijakan moneter The Fed (bank sentral AS), serta ketidakpastian isu perang dagang antara AS dan Tiongkok.

Kekhawatiran isu perang dagang tersebut telah mendorong pelemahan Yuan Tiongkok yang memiliki dampak lanjutan pada sebagian besar mata uang Asia.

"Keputusan untuk menaikkan suku bunga tersebut mayoritas lebih dipengaruhi oleh faktor eksternal, bukan domestik seperti inflasi. Dengan kenaikan 50 basis poin ini kami melihat bahwa daya saing pasar keuangan domestik akan menarik inflow ke dalam negeri dan menambah suplai dolar," ujar Perry dalam konferensi pers, Jumat (29/6).

Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede mengatakan, kenaikan suku bunga kali ini lebih tinggi dari perkiraan para pelaku pasar yang hanya sebesar 25 basis poin. Meski begitu, keputusan BI tersebut langsung disambut positif oleh pelaku pasar.

Indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup menguat 2,33 persen atau 131,92 poin ke level 5.799,24 pada Jumat, sekaligus masa akhir perdagangan bulan Juni. Dosis kenaikan suku bunga acuan BI yang mencapai 50 basis poin ke level 5,25 persen disinyalir mendongkrak aksi beli investor yang cukup tinggi pada akhir perdagangan bursa saham.

Selain fokus pada stabilisasi rupiah dalam jangka pendek, Josua memprediksi BI juga akan semakin ketat mengontrol defisit transaksi berjalan tahun 2018 ke level 2,2-2,3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)--nilai pertumbuhan ekonomi.

Maklum, neraca perdagangan berkembang defisit hingga mencapai 2,8 miliar dolar AS sepanjang Januari hingga Mei 2018.

"Pengetatan kebijakan moneter BI diperlukan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dalam jangka pendek, diharapkan dapat menahan keluarnya dana asing dari pasar keuangan domestik," ujar Josua kepada Beritagar.id, Jumat (29/6).

Menurut catatan Josua, secara tahun kalender, investor asing telah membukukan penjualan bersih sebesar 3,8 miliar dolar baik di pasar saham dan pasar obligasi.

Dengan memperketat kebijakan moneternya, Real Interest Rate menjadi lebih tinggi sehingga diharapkan dapat mendorong masuknya dana asing di pasar keuangan Indonesia, secara khusus pasar obligasi, sehingga pada akhirnya akan mendorong nilai tukar rupiah lebih stabil.
Longgarkan kebijakan makoprudensial
Selain memperketat kebijakan moneternya, BI pun melonggarkan kembali kebijakan makroprudensialnya untuk mendongkrak pertumbuhan kredit perbankan--terutama kredit konsumsi.

Pelonggaran ini berupa pembebasan uang muka Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan sejumlah syarat dan ketentuan.

Mengutip siaran pers BI, beberapa ketentuan untuk mendapatkan kemudahan tersebut antara lain nasabah harus merupakan first time buyer atau yang belum pernah membeli rumah.

Pengajuan KPR bebas uang muka ini pun hanya bisa dilakukan ke bank yang memiliki rasio total kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) net dan rasio NPL KPR gross masing-masing tidak lebih dari 5 persen.

"Bank juga wajib untuk memperhatikan kemampuan debitur untuk membayar," ujar Perry.

Pelonggaran kebijakan makroprudensial ini diharapkan dapat mendorong sektor properti residensial yang pertumbuhannya cenderung stagnan dalam tiga tahun terakhir.

Menurut survei properti BI, rata-rata pertumbuhan indeks harga properti residensial tercatat 2,6 persen year on year (yoy), menurun dari 3,7 persen yoy pada periode 2012-2014. Selain indeks harga properti, rata-rata pertumbuhan penjualan properti residensial dalam 3 tahun terakhir (2015-2017) tercatat 12,2 persen yoy--melambat dari periode 2011-2014 yang tercatat 17,3 persen yoy.

Data tersebut mengindikasikan bahwa permintaan kredit properti residensial masih relatif rendah. Padahal kebutuhan pada properti residensial masih tinggi.

Deputi Gubernur BI Erwin Rijanto mengatakan, dengan pelonggaran kebijakan kredit ini diperkirakan pertumbuhan kredit segmen KPR pada tahun ini bisa mencapai 13 hingga 14 persen.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...r-dilonggarkan

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Siti Aisyah dan nego perlindungan TKI di Malaysia

- Gaet investor kecil, Bursa akan turunkan satuan lot saham

- Bawang, Fredrich Yunadi, Erdogan di tengah Pilkada dan Pilpres

anasabila
nona212
nona212 dan anasabila memberi reputasi
2
507
1
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Beritagar.id
Beritagar.idKASKUS Official
13.4KThread733Anggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.