Quote:
Jakarta, CNN Indonesia -- Politik identitas dinilai bakal mempengaruhi suara pemilih di pilpres 2019. Kontestasi politik hanya dikemas berdasarkan kesamaan latar belakang daerah, ras, etnis, maupun agama tanpa beradu gagasan.
Rendahnya wawasan masyarakat dianggap jadi peluang bagi para kandidat untuk memainkan politik identitas ketika pemilu. Pada pilkada serentak 2018 lalu, politik identitas dinilai berhasil digunakan untuk menggiring suara.
"Itu (politik identitas) pasti digunakan untuk mempermudah orang memahami yang akan dipilih, dalam rebranding pun ini tetap akan digunakan," kata pengamat politik Universitas Paramadina Hendri Satrio kepada oleh CNNIndonesia.com, Senin (9/7).
Hendri menilai penggunaan politik identitas masih wajar karena mayoritas pemilih di Indonesia belum rasional. Namun Hendri menyayangkan hal itu diperuncing dengan isu sensitif yang berkaitan dengan agama.
"Pemilih masih tradisional, masih mengikuti identitas dari calon pemimpin dan itu wajar, kok. Itu (politik identitas) pasti akan dipakai, namun jangan digunakan pembeda. Jangan jadikan prasyarat untuk memilih," kata Hendri.
Ia mengatakan kandidat capres dan cawapres 2019 harus mulai membangun adu gagasan agar tak melulu menggunakan politik identitas saat pemilu.
Sementara pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Indria Samego mengatakan politik identitas tidak akan membawa pengaruh dalam pemilu mendatang.
Menurutnya, peran media massa telah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk lebih cermat dalam memilih calon pemimpin. Meskipun memiliki latar belakang yang sama dengan calon pemimpinnya, namun hal itu itu tidak menjadi prasayarat memilih.
"Saya kira jauh lebih berkurang daripada masa lalu. Karena peran media jarang mem-blow up (politik identitas), jadi hal-hal yang seolah-olah mendramatisir itu mulai berkurang," kata Indria saat dihubungi oleh CNNIndonesia.com.
Meski demikian, Indria berpendapat politik identitas masih bisa mempengaruhi masyarakat jika kandidat melibatkan tokoh agama untuk meraih suara. Pesan para agamawan memiliki peran yang cukup besar.
Namun Indria menyayangkan langkah tersebut karena tokoh agama seharusnya menjadi benteng yang dapat menetralisasi kegaduhan di masyarakat karena politik identitas.
"Tokoh agama itu seharusnya menjadi benteng yang bisa menetralisir cemooh publik," kata Indria.
SUMBER
Quote:
Rendahnya wawasan masyarakat dianggap jadi peluang bagi para kandidat untuk memainkan politik identitas ketika pemilu
secara ga lgsg artinya apa?
para kandidat yang ga punya gagasan, ga punya program
pasti menggunakan politik identitas di pemilu
karena wawasan masyarakat masih rendah aka BODOH
itulah peluang bagi pemimpin tanpa program
mari liat saja tar 2019
siapa yg adu program, siapa yg adu mayat :l)
pertanyaan skrg adalah
lu mau memberikan peluang bagi yang menggunakan ayat dan mayat?
klo lu pilih yang menggunakan ayat dan mayat
berarti lu SETUJU agama lu di nistakan sedemikian rupa karena POLITIK
liat saja kasus nyata si TGB
hanya karena berbeda pilihan POLITIK, kadar imannya lgsg diragukan
jadi iman seseorang berdasarkan pilihan politik?
apakah kamu yakin agama mengajarkan hal seperti ini?
apakah kamu siap, agama dijadikan mainan politik?
apakah kamu setuju, agama dijadikan alat perebutan kekuasaan?
pilihan ada di kamu saat 2019
apakah sudah menjadi bagian yang pintar
yang memilih presiden berdasarkan hasil kerja maupun paparan program yang "waras"
atau
memilih yang mengutamakan "agama hanya sebagai alat" perebutan kekuasaan?
tanpa program maupun program delusi
semoga setelah 2019
berakhir pula nastak dan nasbung
berakhir pula pengunaan politik identitas