Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

vikrirakhaAvatar border
TS
vikrirakha
DAY AFTER DAY (cerpen)
DAY AFTER DAY (cerpen)


(bagaimana caraku memandang kehidupan)


  Tepat hari ini aku berumur 21 thn. Tidak terasa sudah lima tahun. Sering muncul dibenakku pertannyaan. apa aku akan bertemu denganya lagi? Apa semua usaha ini akan terbayarkan, apa aku akan menyimpan perasaan ini lebih lama lagi?Biarlah waktu yang menjawabnya.

  Biarku ceritakan sesuatu. Cerita ini berawal dari lima tahun yang lalu saat aku mulai bersekolah di jenjang sma. Sebelumnya perkenalkan namaku Jingga.

  Di sma, aku adalah orang yang dingin dan tidak suka bercengkrama dengan sekitar. Semua terlihat membosankan di mataku. Entah darimana sifat angkuh ini berasal, aku tidak terlalu peduli dengan hal itu sampai aku bertemu dengan seorang wanita yang telah merubah hidupku. Pertama kali aku bertemu denganya aku merasa ada yang aneh, tak pernah kutemukan wanita sepertinya. Aku tidak tau bagaimana cara menggambarkan apa yang kurasakan, bahkan aku tidak tau perasaan apa yang sedang kurasakan ini, apakah? Benci, atau malah cinta. Sejak ibuku meninggal aku selalu sendiri dan tidak pernah merasakan lagi yang namanya cinta. Selama ini hidupku seperti tidak berwarna, aku tidak bisa merasakan apa-apa. Hatiku ini terkunci untuk semua perasaan yang mencoba untuk membukanya.

  Setelah lama berteman dengannya, seolah ada perasaan yang berhasil membuka hati yang terkunci ini, dan aku sudah mulai mengetahui seperti apa perasaan cinta yang sudah lama tak kumiliki. Rasanya seperti ada yang menumpahkan cat berwarna dalam kehidupanku. Setiap kali memikirkannya, warna itu semakin beraneka ragam, dan setiap bersamanya, warna itu semakin cerah, sampai-sampai semua kegelapan dalam hidupku tidak berani menampakan dirinya.

  Hari ke hari hubungan kami semakin dekat. Seperti ada lem diantara kami yang semakin hari semakin kuat.  Terlepas dari semakin kuatnya hubungan kami, aku merasa ada yang mulai melelehkan lem diantara kami, apa waktu? akan ku cari tau.

  Esok adalah hari libur. Seperti biasa aku menerima undangan darinya. Kita bertemu ditempat yang pernah ia bicarakan. Aku tidak tau pasti seperti apa tempatnya, karena aku belum pernah kesana. Ia bilang itu tempat kesukaanya dikala sendu. Hari ini sangatlah cerah, sepertinya cuaca hari ini tau kalau aku akan bertemu denganya. Awan-awan mengiringi setiap langkahku. Sampai pada tempat pertemuan, tapi aku belum melihatnya, hanya hamparan warna-warni bunga bermekaran yang kulihat, tapi warna ungulah yang lebih mendominasi. Ia pernah bilang kalau sangat suka dengan warna ungu, dan tempat ini sangat cocok dengan namanya Hana yang berarti bunga. Dari kejauhan aku melihatnya berlarian menembus keramaian, dengan dandanan yang belum pernah kulihat sebelumnya. Ia sangat cantik.

“maaf terlambat.” Raut wajahnya terlihat khawatir.

Aku hanya tersenyum, dan menggeleng-gelengkan kepala. “aku juga baru dateng.”

“baguslah.” Sahutnya.

“tak kusangka seorang Hana juga bisa terlambat. Bukanya dikelas kamu anak paling disiplin.” sahutku dengan nada sedikit becanda.
 
”kamu aja kali yang suka terlambat masuk kelas, makanya kalo mau gak terlambat bangunya pagi, dasar males.” celetusnya Sambil menyikutku pelan.

“Han kamu bisa tau tempat kayak gini darimana sih?” tanyaku bingung.

“ibu sering mengajaku kesini setiap hari minggu. Kamu tau sendirikan kalo ibu suka banget sama bunga. Makanya aku dikasih nama Hana.” Jawabnya dengan suara belepotan karena dibarengi dengan mengunyah cemilan.

“pantes dikasih nama Hana, kalo aja ibu kamu suka astronomi, mungkin bakalan dikasih nama venus.” Kataku disusul tertawa pelan.

“kamu tau gak? bunga-bunga disini tuh banyak yang terancam punah, kayak bunga yang warna ungu itu. Kalau memang suka, hanya berkata saja tidak cukup.” Celetusnya, dengan maksud yang tidak jelas.

“maksudnya?” jawabku bingung.

“ya, kalau kamu memang suka sesuatu, jangan Cuma berkata saja, tapi juga bertindak, aku sering sekali mengkampanyekan reboisasi dan lain-lain, bukan dengan paksaan tapi karena kemauan kusendiri, kamu taukan, aku sudah terlanjur cinta dengan tumbuhan, Ibu juga sering menasihatiku tentang betapa pentingnya tumbuhan dalam kehidupan. Kamu suka hana (bunga)?” tanyanya dengan maksud yang tak kumengerti.

Memang sedikit lucu mendengar Hana menggunakan bahasa baku, orang yang sehari-harinya berbicara dengan bahasa sesuka hatinya, tiba-tiba berbicara menggunakan bahasa baku. Sedikit terdengar aneh ditelingaku. Tapi dibalik caranya berbicara terdapat kata-kata mutiara yang membuatku tidak dapat melupakanya.

“hah... “ aku agak bingung dengan maksud dari kata-katanya barusan.

“bukan-bukan, maksudku bunga, arti dari namaku.” sambil mengalihkan pandangannya karena malu.

Aku mencoba menjawabnya dengan jujur, dan berusaha agar setiap kata-kataku tidak membuatnya kecewa, karena aku sebenarnya tidak terlalu suka bunga.

“bagaimana ya, aku ini adalah orang yang dingin dan tidak suka dengan yang seperti itu, tapi sejak bersamamu, aku seperti bukanlah diriku, aku sudah berubah, memiliki perasaan dan harapan. Dahulu aku selalu merasa semua yang kulakukan adalah sia-sia, mungkin karena aku tidak berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak. Kata-katamu selama ini selalu kurenungkan. Sebenarnya, aku suka Hana, bukan yang berwarna, tapi, yang mewarnai.” jawabku sambil menyentuh hidungnya.

Entah karena terbawa suasana atau apa? Aku juga menjawab pertanyaanya dengan bahasa baku.

“Hana... aku?” jawabnya malu.

“ya... yang ini. Tapi aku merasa ini bukanlah apa-apa, setelah aku mendengar ucapanmu tadi, ini baru ucapan, aku belum bertindak. Kalau begitu sekarang aku harus lebih menyukai bunga dan tumbuhan lainnya.” tegasku.

“aku tau orang yang menyukai bunga adalah orang yang baik, tapi kamu yakin gak akan ditolak?” sambil melirik kearah ku.

“setelah semua yang kamu lakukan padaku, aku sangat yakin tidak akan ditolak.” dengan pdnya aku menjawab.

“bagaimana kalau aku menolakmu?” sudah kutau kalau perkataanya hanyalah candaaan.Jadi kubalas dengan sedikit bercanda.

“ya, itu adalah hak mu, aku hanya bisa pasrah.” dengan nada sedikit pasrah.

“kamu pasrah? gak mungkin.” sahutnya sambil menyilangkan tangan.

“kalau kamu bilang kayak gitu, berarti aku harus berusaha.” jawabku sambil pura-pura berfikir.

“Jingga?” panggilnya.

“iya.” seketika susana menjadi serius.

“orangtuaku akan pindah, mau tidak mau aku harus ikut dengan mereka, aku sudah berusaha membujuk mereka agar aku tetap tinggal disini dengan paman tapi tidak di izinkan, alasanya karena aku akan merepotkan paman. Aku tidak yakin kita bisa bertemu setiap hari libur seperti ini, aku tidak menolakmu, aku juga suka padamu, tapi biar perasaan ini kita simpan masing-masing, sampai kita bertemu lagi, jadi tolong jangan lupakan aku.” Sambil menahan air mata yang akhirnya keluar juga.

“Hana, kamu adalah satu-satunya orang yang dapat merubah pandangan hidupku, yang selalu ada dikala aku membutuhkan seseorang untuk membantuku, yang mengembalikan senyum ini seperti dulu, yang sudah membagi rasa cinta dengan tulus. Semua itu takakan pernah terbayarkan olehku. Kalau saja aku dapat memilih takdirku, aku ingin ditakdirkan untukmu. Tapi kalau pun pilihan terbaik hanyalah berpisah. Maka aku akan menurutinya selama diakhir cerita kita dapat bertemu kembali.” Mungkin itu akhir dari peercakapanku dengan Hana. Setelah dua tahun bersama ternyata akan ada akhir yang menyedihkan.

  Tak pernah kuduga ia akan pergi. Orang yang tidak pernah terlihat bersedih ternyata memiliki kesedihan. Kalau saja ia tau akan berpisah pada akhirnya, berarti selama ini, ia telah menyembunyikan kesedihan itu dariku. Terlintas dipikiranku pertanyaan, kenapa takdir begitu kejam? Padahal aku baru saja merasakan lagi yang namanya cinta. Cinta itu menyenangkan, tapi ada kalanya cinta itu menyakitkan. Ini kali kedua aku tersakiti oleh cinta. Warna-warna dalam hidupku mulai memudar, perlahan tapi pasti. Aku hanya bisa berharap dapat bertemu dengannya lagi.

  Hari ke hari berlalu begitu saja, banyak yang sudah terjadi setelah Hana pergi. Tapi aku tidak sendiri. Perkenalkan, namanya Gren dia adalah teman baruku. Aku bertemu denganya setelah aku menjadi mahasiswa. Ialah yang sehari-hari bersamaku setelah Hana pergi, Karena aku sangat dekat dengannya, dan sering ikut kegiatanya sehari-hari seperti berbagi dengan anak-anak di panti asuhan atau ikut ke masjid mendengarkan ceramah. Jadi aku merasa lebih religius dibandingkan diriku yang dulu. Hari-hariku yang tadinya tak bermakna, yang berlalu begitu saja tanpa ada kejelasan. Berbalik 180 derajat. Ternyata dengan hanya berbagi dapat membuat senyum ini muncul kembali. Itu sangat-sangat menyenangkan, seperti kata Hana,”selama kita bisa berbagi, maka berbagilah, jika tidak maka tersenyumlah, dan bersyukur. Harus kamu tau kalau berbagi itu menyenagkan”. Banyak yang telah terjadi tanpa kusadari. Ternyata, hanya dengan bersyukur dengan apa yang ku punya itu sudah lebih dari cukup, dan jangan lupa untuk tersenyum.

  Tepat hari ini adalah ultahku yang ke-21 tahun. Dalam hati, aku slalu bertanya, sedang apa ia? apakah masih mengingatku? aku berharap bisa bertemu dengannya lagi. Hana aku masih menyimpan perasaanku, aku masih menutupnya, tolonglah buka dengan kuncimu, aku menunggu. Entah apa ia bisa mendengar kata hatiku, aku masih menunggu, aku bersabar, aku tetap teguh, dan aku tetap menyukaimu, tidak tau sampai kapan aku akan menyukaimu. Aku ingat katamu, “kalau kau memang suka sesuatu, jangan hanya berkata saja, tapi juga bertindak,” aku ingin sekali bertindak, tapi apa yang harus aku lakukan jika aku menyukaimu, apakah dengan menunggu itu sudah bertindak, bahkan aku tidak tau apa kau masih menyimpan perasaan padaku, aku ingin tau.

  Seperti ultah-ultahku sebelumnya, mungkin ultah kali ini akan berlalu begitu saja tanpa dirimu, Hana. Setelah pulang dari panti asuhan bersama Gren. Aku segera berkemas, karena aku akan pindah. Aku akan meneruskan kuliah di luar negri. karena mengikuti kelas akselerasi aku bisa lulus lebih cepat. Aku akan hidup sendiri lagi. Hana aku minta maaf karena tidak bisa menemuimu, aku harus pergi. Sepertinya jarak diantara kita semakin jauh saja.

  Aku tidak yakin dapat bertemu dengannya lagi. Sebenarnya sekenario apa yang Tuhan rencanakan. Apa mungkin aku tidak ditakdirkan denganya? tapi aku sangat yakin ialah takdirku. Setiap kali aku bimbang aku slalu mengingat kata-kata Hana “kita tidak boleh pasrah dengan kehidupan. Karena kehidupan adalah perjuangan. Kita hanya boleh pasrah terhadap takdir, slalu istiqomah dan ikhtiar, dan slalu ingat kalau Allah tidak akan memberikan cobaan kepada hambanya, melainkan sesuai dengan kemampuan hambanya.” Bagiku, setiap kata-katanya adalah pedoman hidup.

 Ini adalah surat ke-5 yang kutulis. Setiap kali ultah aku slalu menulis surat yang isinya adalah cerita kehidupanku selama setahun. Tapi setiap surat-surat itu tidak pernahku kirim kesiapapun, aku hanya ingin menunjukanya ke Hana kalau suatu saat kami bertemu lagi. Hana pernah menyuruhku untuk menulis cerita hidupku selama kita berpisah dalam bentuk surat, dan kita akan saling bertukar surat jikalau bertemu kembali. Kuharap ini adalah surat terakhir yang kutulis. Semoga ditahun yang akan datang aku dapat berbagi cerita kehidupan dengannya langsung tanpa harus menulis surat seperti ini.

  Seminggu telah berlalu. Aku sudah berada di negri orang. Tapi, entah kenapa aku merasa jarak diantara kami begitu dekat, aku merasakan Hana berada di hadapanku. Mungkin hanya perasaanku saja.

  Dari awal kami berpisah, aku sama sekali belum pernah menghubunginya. Tidak pernah berbagi kabar, bahkan aku tidak tau sedang dimana dia sekarang. Rasanya mustahil untuk dapat bertemu lagi denganya. Dibutakan oleh cinta pertama. Mungkin itulah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan diriku sekarang. Malam ini cuacanya cerah, angin berhembus dengan kencangnya. Sedikit bersantai dibalkon apartemen mungkin dapat menghibur hati yang lara ini, aku berharap esok matahari bersinar tanpa halangan.

  Pagi haripun datang, tapi do’a ku tidak terkabul. Hari ini turun hujan yang cukup deras. Seperti biasa aku pergi kestasiun menunggu kereta pagi untuk pergi ke kampus. Kampus baruku terletak cukup jauh dari apartemenku. Kelas baru mulai jam 9 pagi. Tapi aku sudah harus menunggu kereta jam 7.30 pagi. Rasanya ini adalah rutinitas kehidupan yang bodoh, karena hanya membuang-buang waktu diperjalanan. Tapi paksaan hidup lebih membuatku bodoh dibandingkan dengan yang seperti ini.

  Sayup-sayup suara angin terdengar dari tempatku berdiri menunggu kereta. Jaketku mulai terasa lembab karena diterpa angin yang membawa butiran-butiaran air dengan ukuran super kecil. Hari ini sangatlah dingin tidak jauh berbeda dari pertama kali aku pindah. Keluar dari bandara aku langsung disambut ribuan bahkan jutaan butiran air dari awan yang terbawa oleh angin barat.

  Keretaku akhirnya tiba tidak berlama-lama lagi aku langsung naik, didorong oleh puluhan tangan yang juga ingin pergi ketempat tujuan masing-masing tepat waktu. Kebiasaanku saat diperjalanan menunggu kereta sampai ke tujuan, aku selalu menulis surat menyambung paragraf yang sudah kutulis dihari-hari sebelumnya, tertulis dilembar putih. Dengan cerita yang kubawa hari ini.

  hari ini tgl 27 juli. Cuaca hari ini tidak bersahabat denganku andai aku bisa mengendalikan cuaca, aku ingin cuaca hari ini cerah. Karena dikala cuaca sendu, aku membutuhkan seorang teman yang slalu ada bersamaku, slalu disisiku, menemaniku menggantikan hangatnya mentari. Andai kaulah itu aku sangat ingin.

  Begitulah diriku, yang memohon pada sebuah surat, yang kucoret-coret dengan tinta hitam, memohon bisa bertemu lagi denganya.

  Sampai ditempat tujuan. Menunggu para penumpang didepanku turun kemudian kuikuti sambil berjalan merayap seperti ulat, kemudian keluar berhamburan seperti semut yang keluar dari sarangnya. Kumekarkan payung yang kubawa sambil perlahan keluar dari lindungan atap stasiun. Berjalan menyusuri kota metropolitan, yang tersusun elok dengan beberapa taman diantara gedung-gedung bertingkat. Lampu lalulintas meramaikan suasana yang sudah ramai ini. Dibarengi bunyi klakson mobil, dan anak-anak sekolah yang menyebrangi jalan.

  Dikampus aku berteman dengan beberapa siswa dari negara lain, yang juga mendapat besiswa bersekolah disini. Ada beberapa anak yang asli bertempat tinggal disini sedang berkumpul. Melontarkan kata-kata dengan bahasanya yang tak kumengerti. Menyusuri lorong kampus, satu dua anak menyapaku hangat. Sekarang sudah jam 8.55 sebentar lagi kelas akan dimulai. Kelaspun dimulai.

  Seperti biasa, setelah kelas-kelas yang harus kuhadiri selesai. Aku langsung pergi ketaman yang letaknya tidak jauh dari kampusku berada. Memandangi bunga-bunga yang indah. Berharap dapat seperti dulu. Melamun memikirkan masalalu ditempat seperti ini adalah hal yang lumrah. Duduk digazebo dengan ditemani sebuah payung sambil memperhatikan sekitar.

  Menghabiskan bekal yang kubawa dan mengambil payung untuk pulang, seketika langkah kakiku terhenti, ketika melihat sesosok wanita cantik yang kurasa pernah bertemu denganya.

“permisi!” aku menggunakan bahasa inggris karena tidak begitu paham dengan bahasa disini.

“ya” wanita itu menjawab. Dari perawakanya ia bukan berasal dari sini.

“apa kita pernah kenal sebelumnya?” kutanya kembali dengan penuh penasaran.

“sepertinya tidak” jawab wanita tadi. Pupus sudah harapan.

  Kukira ia adalah Hana. Aku sangat yakin ia ada disini, aku dapat merasakanya. Aku tidak ingin bilang “mungkin ini hanya perasaanku saja.” Jikalau benar Hana ada disini tapi dimana ia, ingin kuteriak memanggil namanya.

  Dari kejauhan seorang wanita cantik dengan kupluk berwarna ungu dan jaket ungu bermotif bunga sembari memegang buku tebal berwarna coklat muda, yang dipeluknya berlari kearahku, sembari memanggil namaku. Jingga... Jingga... apa itu kamu? Tak salah lagi dia adalah Hana. Tak kusangka aku akan bertemu dengan Hana disini. Seketika ia langsung memelukku tanpa kusadari rasa rindunya lebih besar dari apa yang kupikirkan selama ini. Seorang Hana yang sedikit judes dan kadang egois bisa menangis dipelukanku. Hangatnya pelukan Hana dibarengi tangisan yang pecah diantara kami menambah erat pelukan pertemuan ini. Kuharap ini adalah akhir dari cerita kehidupanku yang rumit dan panjang ini. Semoga setelah ini tak ada lagi perpisahan. Kecuali maut yang berbicara.

  Ternyata sekenario yang Tuhan rencanakan lebih rumit dari yang terbayangkan. Ini adalah pelajaran terbesar dalam hidupku. Bahwasanya pemikiran kita tidak bisa dibandingkan dengan pemikiran sang pencipta. Selalu ingat! kita hanyalah setitik debu diatas pasir gurun yang luas.[END]

By. raVIKRI
Diubah oleh vikrirakha 09-07-2018 18:16
anasabila
anasabila memberi reputasi
1
1.2K
2
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.8KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.