Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

khayalanAvatar border
TS
khayalan
Pilgub Jabar Lahirkan Fenomena Politik Gerilya Teritorial, Hati2 Berimbas ke Pilpres
Jumat, 29 Juni 2018 21:10 WIB

 Pilgub Jabar Lahirkan Fenomena Politik Gerilya Teritorial, Hati2 Berimbas ke Pilpres
Kolase Tribun Video
Mak Cicih dan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi 


Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha Sukarna

TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG
Ketua DPD Golkar Jabar Dedi Mulyadi berpendapat Pilgub Jabar 2018 mengakhiri fenomena politik citra yang mendominasi pemilu dalam satu dekade terakhir dan berganti jadi politik gerilya teritorial.

"Di Pilgub Jabar ini, survey banyak yang meleset. Analisis pakar banyak meleset. Artinya, ada perubahan fenomena, dari politik citra ke politik gerilya teritorial."

"Dan fenomena ini harus diwaspadai Partai Golkar di Pilpres 2019 oleh pengusung calon presiden (incumben)," kata Dedi di Kantor DPD Golkar Jabar, Jalan Maskumambang Kota Bandung, Jumat (27/6).

Kondisi itu beralasan manakala Jabar memiliki Daftar Pemilih Tetap (DPT) tertinggi di Indonesia mencapai 30 juta lebih. Sehingga, kondisi itu jadi incaran para calon presiden di 2019.

Dedi ikut bertarung di Pilgub Jabar sebagai calon wakil gubernur Jabar bersama Deddy Mizwar (2DM) di urutan nomor 4. Dalam hitung cepat berbagai lembaga survei, ia kalah dengan suara di atas 25 persen.

Ridwan Kamil - Uu Ruzhanul Ulum (Rindu) di angka di atas 30 persen dan Sudrajat- Ahmad Syaikhu (Asyik) di atas 29 persen dan TB Hasanudin - Anton Charliyan (Hasanah) 12,2 persen.

Padahal, pada survey sebelum pencoblosan, pasangan Rindu dan 2DM kerap bersaing. Meskipun Ridwan Kamil meraih suara terbanyak, toh raihan suara Asyik ‎mengejutkan banyak pihak.

Ia menganalogikan poli‎tik gerilya pada fenomena raihan suara Asyik dan calon kepala daerah di Pilkada serentak di Jabar yang diusung Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengalami kenaikan suara signifikan.

"Anda bayangkan, mohon maaf, popularitas yang di awal rendah, loncat ke 10 persen, loncat lagi ke 15 persen sampai akhirnya bisa melebihi 15 persen saat pemilihan. Artinya, itu ada pergerakan dengan gelombang yang begitu besar dengan strategi yang ampuh, menyasar teritorial tertentu secara bergerilya sehingga bisa merubah konstelasi," kata Dedi.

"Antara saya dan pak Deddy Mizwar ini memiliki kutub yang berbeda. Barangkali partai pengusungnya tidak sejalan, pengusung pak Demiz belum sejalan di sisi pengusungan Pilpres 2019 sehingga pemilih pak Demiz dengan irisan PKS mengalihkan suaranya. Di TPS pak Demiz saja kan kami raihan suaranya di urutan ke tiga," kata Dedi.

Apalagi, saat debat di Kota Depok, aksi fenomenal Asyik mengeluarkan kaus dengan hastag #2019GantiPresiden dinilainya sangat berpengaruh dalam menggerus suara Demiz yang memiliki irisan pemilih dari PKS.

"Karena kondisi dan fenomena itulah, ‎suara kami tergerus hingga15%," ujar dia.

Sedangkan ia yang diusung Partai Golkar sudah sejalan terkait Pilpres 2019 yang mengusung Joko Widodo. Ditambah lagi, Dedi mengaku memiliki basis pemilih tradisional.

"Secara personal, saya bahagia karena di tengah gelombang isu yang menyerang, tidak menghancurkan pemilih tradisional saya."

"Kalau dulu sebelum mencalonkan (di pilgub Jabar) suara saya 15 persen, sekarang ada angka 25 persen," katanya. (Mega Nugraha)

http://m.tribunnews.com/regional/201...bas-ke-pilpres

Pointna mah.. ulah takabur.. teteup waspada ka si gerombolan sapi sareng kuda..
Diubah oleh khayalan 29-06-2018 17:01
0
4.5K
90
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
672KThread41.7KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.