Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Uganda memberlakukan pajak atas kitab suci seperti Al Quran dan Alkitab. Uganda Revenue Authority (URA) atau Otoritas Pendapatan Uganda bersikeras benda-benda keagamaan yang diimpor negeri itu harus dikenakan pajak.
Dikutip dari peacefmonline.com, kebijakan baru itu mendapat perlawanan oleh dua kelompok agama utama di Uganda yaitu Kristen dan Muslim. Beberapa bulan sebelumnya, pemerintah juga memberlakukan pajak atas media sosial.
Lembaga pelindung kelompok tersebut, Dewan Antar-Agama Uganda mengatakan bahkan jika pajak harus dikenakan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada impor kitab-kitab suci sebesar 18 persen itu adalah tindakan yang salah.
"Benda-benda tersebut diimpor bukan untuk mencari keuntungan, jadi memberlakukan pajak atas kitab-kitab suci itu adalah salah.
Buku-buku doa bertujuan untuk memperkuat nilai-nilai spiritual individu ," kata Joshua Kitakule, Sekretaris Jenderal Dewan Antar-Agama Uganda seperti dilansir peacefmonline.com, Selasa (15/5).
Bos URA, Doris Akol mengatakan tidak adanya pajak pada buku-buku keagamaan adalah sebuah anomali. Mereka berusaha memperbaikinya dengan kebijakan baru. "Kami mengetahui tak ada PPN pada Alkitab, buku doa, dan buku himne. Ini adalah sebuah anomali," kata Akol lewat surat menjawab surat permintaan pengecualian pajak dari Gereja Anglikan pada 19 April lalu.
Akibat pemberlakuan pajak itu, Gereja Uganda harus membayar sebesar 8,9 juta shilling atau setara Rp1,2 miliar atas sembilan ribu buku doa dan buku lagu yang diimpor dari Nairobi, Kenya.
Menurut Daily Monitor, sembilan dari 10 warga Uganda beragama Kristen atau Muslim. Pajak baru itu akan mempengaruhi harga benda-benda keagamaan. Adapun pemerintah bisa meningkatkan pendapatan dari barang-barang keagamaan.
Ramathan Mugalu, Sekretaris Jendral Dewan Muslim Uganda, meminta Presiden Yoweri Museveni membebaskan pajak pada semua barang-barang keagamaan yang tidak diperjualbelikan.
"Pemerintahaan ini sudah keterlaluan dalam mengumpulkan pajak. Bagaimana Anda memberlakukan pajak atas Firman Tuhan? Bukannya membantu menerbitkannya," keluh Mugalu.
Juru bicara Departemen Keuangan Uganda, Jim Mugunga membela pemberlakuan pajak pada kitab suci tersebut. "Bukan hal yang luarbiasa bagi URA untuk mengenakan pajak pada para jemaah. Ini adalah mandatnya. Mereka bukan monster, tapi mandat mereka," kata Mugunga.