Quote:
TRIBUNJATIM.COM, TULUNGAGUNG -Masyarakat di sisi utara dan selatan
Sungai Brantas,
Kabupaten Tulungagung selama ini terkendala transportasi. Tidak adanya jembatan membuat mereka mengandalkan perahu-perahu penyeberangan.
Namun di masa lebaran kali ini, perahu penyeberangan sangat antre. Untuk menggunakan jasa ini masyarakat harus menunggu lama.
Apalagi warga Desa Pucunglor, Kecamatan Ngantru di sisi utara dan warga Bukur, Kecamatan Sumbergempol di selatan, mereka jauh dari lokasi penyeberangan.
Sebagai solusi mengatasi kendala transportasi, warga membangun 'tol mini' Brantas. Tol mini adalah sebuah jembatan bambu, yang mengubungkan kedua desa berbeda kecamatan yang dipisahkan
Sungai Brantas ini.
Jembatan ini panjangnya sekitar 80 meter, dengan lebar sekitar 3 meter. Disebut
tol mini, karena jembatan ini tidak ada antrean seperti di perehu penyeberangan.
“Perahu penyeberangan terdekat satu kilometer dari sini. Jadi jembatan ini memangkas jarak dan waktu,” ujar seorang warga, Budiman (32), Kamis (21/6/2018).
Menurut salah satu penjaga jembatan ini, Agus Triono (35), untuk membangun jembatan bambu ini diperlukan waktu 2 minggu. Selain Agus, ada lima warga lain yang membangun jembatan ini. Agus memastikan, jembatan ini sangat kuat untuk dilewati sepeda motor.
Desainnya rangkanya juga dibuat layaknya jembatan rangka baja pada umumnya. Beberapa kali Agus dan kawan-kawan melakukan uji coba kekuatan jembatan. Jembatan bisa dilewati 15 sepeda motor sekaligus.
Berkat keuletannya, jembatan ini selesai saat hari lebaran, Jumat (15/6) dini hari. Meski demikian, Agus menempatkan orang untuk mengaur lalu lintas di atas jembatan ini.
“Tetap kami upayakan jangan sampai simpangan di atas jembatan, sekedar mengurangi resiko saja. Jadi lewatnya secara bergantian,” tutur Agus.
Untuk membangun jembatan ini, Agus dan kawan-kawan merogoh uang pribadi hingga Rp 15 juta. Di antaranya untuk membeli rangka basi pondasi jembatan. Kemudian ada juga batang pohon kelapa untuk menguatkan pondasi.
Sementara rangka di atasnya menggunakan bambu. Untuk melewati jembatan ini,
setiap motor dikenakan tarif Rp 3000. Tarif ini lebih murah dibanding perahu penyeberangan, yang memasang tarif Rp 5000 selama lebaran.
“Hari pertama lebaran dapat penghasilan Rp 1.500.000. Jadi ada sekitar 500 motor yang lewat,” tambah Agus.
Rencananya Agus akan mempertahankan jembatan darurat ini.
Selepas lebaran, tarif akan diturunkan menjadi Rp 2000 per motor. Lokasi jembatan darurat ini tidak jauh dari lokasi pembangunan Jembatan Ngujang 2.
Saat ini
Sungai Brantas memang tengah turun debet alirannya karena memasuki musim kemarau. Sehingga alirannya menyempit dan dangkal. Namun saat musim hujan datang, kemungkinan jembatan darurat ini akan tenggelam dalam aliran Brantas.
(Surya/David Yohanes)
sumbre
mantap nih pak agus bangun jembatan tol. PMDN tanpa utangan imf atau mengleng.
begitu pemasukan tol bagus tarif langsung diturunkan. ga pake nunggu balik modal.
.
.
saran utk pak agus:
jika pemotor dari arah seberang jumlahnya lebih banyak sebaiknya jalan motor dibuat searah saja. utamakan dari seberang, jadi tdk ada penumpukan dimulut jembatan.
Jembatan pak agus tetap lancar jaya. nama agus terkenal se alam alam semestanya .
utk pemotor dari arah sartunya biarin aja cari jalan lain. bisa motornya diajak renang nyebrang atau kemping nunggu jembatan kosong .... bebas terserah.
hidup pak agus