Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

mendoan76Avatar border
TS
mendoan76
Cuma Sebulan, Djarot Urus KTP Jadi Warga Medan
Cuma Sebulan, Djarot Urus KTP Jadi Warga Medan

PEMILIHAN 08/06/2018, 23:40 WIB | Editor: Budi Warsito

Djarot Saiful Hidayat menunjukkan KTP Elektronik miliknya. Djarot resmi menjadi warga Kota Medan setelah mengurus E KTP sebulan lalu. (ist/Dok.DJOSS)
Share this image

JawaPos.com - Calon Gubernur (Cagub) Sumatera Utara (Sumut) Djarot Saiful Hidayat telah resmi menjadi warga Kota Medan. Itu ditunjukkannya lewat foto dirinya yang memegang Kartu Tanda Penduduk (KTP) Elektronik dengan alamat Kota Medan.

Foto-foto Djarot yang memgang KTP Elekteronik Medan itu pun sudah beredar luas di Media Sosial. Djarot juga dikabarkan memboyong istri dan anaknya menjadi warga Kota Medan.

Kepada awak media, Djarot pun sudah membenarkan hal tersebut. Dia pun mengaku sudah mengurus administrasi kepindahan dari DKI Jakarta ke Sumatera Utara sejak satu bulan lalu.

Bahkan dia juga mengaku sudah melengkapi seluruh administrasi sesuai prosedur. Dalam KTP nya, Djarot terdaftar sebagai warga Jalan Kartini, Kelurahan Madras Hulu, Kecamatan Medan Polonia.

Dia pun mengaku tidak mendapat kesulitan selama mengurus KTP itu. Padahal begitu banyak warga Kota Medan yang masih belum mendapatkan KTP. “Jadi ini kan sebetulnya wujud dari komitmen kami bahwa, kami siap berhijrah dan tinggal di sini. Dan itu pun secara administratif kita urus sejak bulan kemaren," kata Djarot di Hotel Polonia Kota Medan, Jumat (8/6) malam.

Dia pun menanggapi soal warga yang selama ini mengeluh dengan lambatnya pengurusan KTP.

"Sebetulnya kalau sistem sudah berjalan tidak perlu satu bulan, dua hari selesai asalkan blangko KTP ada. Ini Blanko ada, jadi ini sebagai bukti wujud kalau Juni DJOSS (Djarot-Sihar) menang. Maka untuk pengurusan KTP, kalau persyaratan lengkap saya jamin dua hari. Ke Dukcapil, kasih surat pengantar ke kelurahan. Sekarang single identiti number, jadi gampang banget nomor NIK nya sama, tinggal alamatnya yang beda. tidak ada kesulitan," ungkapnya.

Namun sayangnya, pernyataan Djarot dibantahkan oleh Camat Medan Polonia M Agha Novrian. Dia mengungkapkan, bahwa pihaknya bbelum menerima sama sekali laporan soal kepindahan Djarot yang masuk ke wilayahnya.

Begitu dapat informasi langsung saya cek ke kelurahan. Namun memang belum ada informasi soal KTP (Djarot) itu," kata Camat Medan Polonia M Agha Novrian, Jumat (8/6) petang.

Dia pun menegaskan hingga kini pihaknya belum ada menandatangani pengurusan KTP atas nama Djarot Saiful Hidayat. Agha menjelaskan bagaimana mekanisme seseorang yang akan pindah alamat di KTP karena pindah domisili.

"Dia harus membawa surat pindah dari asalnya ke kelurahan. Nanti dari kellurahan diteruskan ke Camat. Setelah ada rekomendasi dari kecamatan baru kita rekomendasi ke Disdukcapil," pungkasnya.

(pra/JPC)

https://www.jawapos.com/nasional/pemilihan/08/06/2018/cuma-sebulan-djarot-urus-ktp-jadi-warga-medan

Mantaf skali om kumis inih..
Sebulan lngsg jdi ektpnya di medan..
smntara rakyat.bnyak yg setahun jdinya..dikasih suket doank..
All hail with bantengers..
Tpi kalo kalah sama om edi besok..
klihatannya om kumis bakal hilang lagi neh..
Gimana koment agan2?...
+++++
Siapa yang Menghilang? (Tanya Publik) pada Sertijab Gubernur DKI Jakarta
17 Oktober 2017 08:21 Diperbarui: 17 Oktober 2017 08:21 1031 0 0

Foto : Murianews

Serah terima jabatan (Sertijab) Gubernur Jakarta berjalan sempurna pada sore 16/102017 oleh Saefullah sebagai Plh Gubernur DKI Jakarta akan menyerahkan buku memori jabatan kepada Anies Baswedan sebagai Gubernur Jakarta yang baru.

Berlangsung lancar dan aman, Sertijab di balai kota DKI Jakarta. Dinamika pelantikan barus saja usai, tetapi masih terasa dinamikanya sebab ini adalah hajatan biroksrasi secara politis mendapat isapan jempol.

Menuju pada Sertijab Gubernur Tiba-tiba dinamikanya berubah menjadi sangat tegang dan kritis. Ada orang hilang saat Sertijab berlangsung.

Artinya ada kejanggalan yang terjadi pada Sertijab Gubernur Jakarta yang harus diketahui olah kita sebagai masyarakat. Kejanggalan ini bisa dinilai secara politis atau ketidaksengajaan. Tergantung siapa yang menilai dan siapa yang memberikan nilai.

Djarot secara aturan/adminstrasi sudah menyerahkan jabatan Plh Gubernur pada Saefullah sehingga tidak ada alasan yang lebih rasional lagi bagi Djarot menghadiri Sertijab dari pada hilang dari mata publik.

Mungkin alasannya sangat sederhana. Keluarga lebih penting dari pada jabatan politik? Lalu bagaimana menanggapinya secara politis? Biarkan publik yang menjawab?

Kabarnya, Djarot brerwisata ke labuan bajo, memang di Indonesia punya wisata yang tidak kalah menarik dengan negara tetangga lainnya. Lagi pula jaraknya sangat dekat, makanya menarik minat berwisata bagi siapa saja dalam keadaan apapun. Sehingga hajatan birokrasi (Sertijab) pun tidak bisa mengalahkan minat berwisata.

Balai Kota Jakarta, menjadi tempat Sertijab berlangsung. Pelaksana Tugas Harian Gubernur Jakarta menyerahkan Jabatan kepada Gubernur Jakarta yang baru sudah berlalu.

Bukan sebagai masalah pokok dalam menilai, ini hanya satu pokok masalah yang dinilai memiliki kaitan yang besar secara politis dimata publik. Artinya, bisa dibilang bahwa absen lagi dalam setiap hajan lawan politik. Ada apa dengan kejanggalan tersebut?

Menilai orang hilang dari acara Sertijab tidak sama seperti orang hilang tidak secara sengaja. Tetapi ini benar-bemar hilang untuk suatu kepentingan lain yang dianggap lebih penting dari pada Sertijab iti sendiri.

Harusnya hal ini dilaporkan kepada Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) agar secepatnya bergerak sebelum benar-benar hilang dan semua menjadi rumit. Tetapi karena menghilang hanya untuk berwisata maka tidak perlu di adukan kepada pihak berwajib.

Sebagai orang awam, menilai ini hanyalah kejadian yang tidak ada kaitannya secara politis dengan jabatan politik. Sehingga mengganggu kelancaran Sertijab Gubernur bukan masalah? Siapa yang disalahkan? Siapa yang manyalahi?

Wisata bersama keluarga itu hal terpenting, padahal baru saja sbelum sampai sehari jabatan politik ditinggalkan, itu pun bukan mengundurkan diri atau berurusan dengan kasus hukum, malainkan karena ikut dalam pelantikan Gubernur di Istana merdeka sehingga terjadi Plh Gubernur untuk mengisi kekosongan jabatan.

Kalau tidak demikian, resiko kekuasaan yang dalam waktu kosong bisa berdampak juga berpotensi perebutan kekuasaan atau sebagainya. Sehingga Djarot lebih memilih wisata setelah paska pelantikan Gubernur baru (Anies Baswedan) dari pada berjabat tangan dengannya.

Orang-orang politik bisa menilai ini lebih dalam lagi dengan macam asumsi, ataukah menduga apa sebenarnya yang menjadikan problem ini begitu miris.

Hal ini rasional adanya. Bukan lagi asumsi, kalaupun jabatan secara politik sudah diserahkan kepada Plh, bukan bererti tidak menghadiri sertijab adalah pilihan individu. Sejatinya, jabatan politik bisa memberikan dampak pada suhu birokrasi tentang pergolakan musuh dan lawan politik masih dapat didikte dengan jelas.

Disinilah letak penilaian publik kepada orang yang pernah menjabat ssbagai pemimpin publik ternyata tidak rasional, atau bisa juga tidak menghargai antar sesama sebagai pemain politik yang rasional dan paham terhadap dinamika. Atau, jangan sampai doktrin politik tidak ada kawan sejati dan yang ada hanyalah lawan sejati memang mengamini kejadian orang hilang tersebut. Itu hanya tanya publik.

Memilih untuk tidak menghadiri sertijab Gubernur, sama halnya seperti lari dari kenyataan, ini juga asunsi. Ternyata ciutan nitizen pada medsos itu benar adanya.

Pertama lari dari kenyataan. Hal ini masih memiliki sangkut paut dengan dendam politik. Tidak ada lagi ruang untuk berjabat tangan atau sekedar basah basi dan mencicipi teh panas saat Serijab berlangsung.

Kedua, tentang ramalan dan harapan. Karena masih ada dendam secara politik. Kawan main, sudah tidak sebagus yang ada dalam prinsip lawan politik walaupun hanya sekedar tatap muka atau memberikan kesan baik. Sekedar mengambil peran sebagai yang terkalah dalam ajang demokrasi. Pilihannya jatuh pada wisata keluarga, bukan menghindari?

Kalaupun publik menyesalkan ada kejanggalan tersebut, lalu publik menjadi pihak ketiga yang patut disalahkan juga secara politis? Tetapi publik tidak memilih menghakimi, menilai dengan cara yang rasional pula, benar adanya paradigma publik berbeda satu dengan yang lain.

Menilaipun sudah jelas berbeda secara politis, orang yang lari dari kenyataan politik akan melukai demokrasi dan orang demikin tipikalnya bukan dan bahkan tidak layak dijadikan sebagai pemipin publik. Sebab tanggungjawab akan kelar dikhianati.

Seterusnya, ciri dari orang yang lari dari kenyataan adalah mereka yang tidak bisa diemban amanat umum. Jadi mestinya publik mengenal mereka agar orang seperti ini dalam ajang demokrasi, tidak memberi harapan apalagi berharap untuk memegang amanat atau menanam bibit kesejahteraan dalam bentuk janji politik.

Benarkah Wisata keluarga hanya sebuah alasan klasik? Hal ini terkesan lari dari kenyataan yang sebenarnya. Maksudnya gagal, dalam menempatkan diri sebagai tokoh yang benar-benar mengerti dengan dinamika politik yang sedikit rumit. Bukan juga masa transisi, keadaan stabil yang sengaja diperkeruh.

Publik merasa khawtir dengan pelarian/orang hilang ini. Bisa jadi ada indikasi merusak citra gubernur jakarta yang baru, berarti banyak ramalan tentang kelompok pengganggu kelancaran periodesasi Gubernur baru juga benar adanya. Tetapi wisata ini hal penting dan tidak ada sangkut paut dengan citra atau pengganggu.

Ketakutan pada hal ini, jangan sampai kejadian orang hilang ini karena didukung, disetting, didesign, atau sengaja perlihatkan bahwa dendam membara dalam ajang Pilkada Jakarta April lalu tidak bisa diredup.

Kita tidak bisa mendramatisir kejadian orang hilang ini hingga terlihat sangat dipolitsir. Publik bisa membaca, setelah itu menjawab sendiri dengan pendekatan-pendekatan yang mereka gunakan. Serahkan saja pada publik?

Bagaimana penilaian akhir tentang orang hilang menjadi sebuah kesimpulan yang absah dan valid? Siapa bilang ini tidak politis, sebab wisata itu bertepatan dengan sertijab, artinya proses kesengajaan akan berujung pada diskreditkan orang lain terlalu terlihat mencolok dimata publik.

https://www.kompasiana.com/sadikhairil/59e55b04147f96058475c262/siapa-yang-menghilang-tanya-publik-pada-sertijab-gubernur-dki-jakartaCuma Sebulan, Djarot Urus KTP Jadi Warga Medan
Cuma Sebulan, Djarot Urus KTP Jadi Warga MedanCuma Sebulan, Djarot Urus KTP Jadi Warga MedanCuma Sebulan, Djarot Urus KTP Jadi Warga MedanCuma Sebulan, Djarot Urus KTP Jadi Warga Medan
0
2.4K
38
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
672KThread41.7KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.