Sistem Ekonomi Rezim Jokowi Jauh Dari UUD 45 Dan Pancasila
KAMIS, 24 MEI 2018 , 02:29:00 WIB
RMOL. Reformasi di Indonesia sudah memasuki usia ke-20 tahun. Selama dua dekade itu, bangsa ini telah hidup di alam demokrasi. Khususnya demokrasi politik.
Namun demikian, Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Viva Yoga Mauladi menekankan, demokrasi politik yang kian berkembang pesat tak berjalan seiring sejalan dengan demokrasi ekonomi.
Dia tegaskan, demokrasi politik yang dijalankan rezim Jokowi-JK pelaksanaannya tidak sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 45.
"Demokrasi ekonomi sampai saat ini masih belum memberikan sebuah cerminan demokrasi yang sesuai dengan apa yang diamanatkan oleh Pasal 33 UUD 45," tegasnya di sela-sela diskusi yang diselenggarakan Indonesian Democracy Monitor (InDEMO) bertajuk 'Partai Politik dan Pilkada Serentak, Meningkatkan Kualitas Demokrasi Melalui Politik Elektoral' di kawasan Jalan Lautze Raya, Jakarta Pusat, Rabu (23/5).
Dijelaskannya, demokrasi ekonomi yang terkandung dalam Pasal 33 UUD 45 sesungguhnya senapas dengan demokrasi Pancasila yang lebih mengusung ideologi sosialisme-religius.
Walau begitu, pada kenyataannya paham ekonomi yang dijalankan pemerintah saat ini masih jauh panggang dari api.
"Kalau sekarang ini sistem kapitalisme liberalisme yang tidak ada aturan karena tingkat kemiskinan semakin tinggi, tingkat disparitas dan kesenjangan ekonomi semakin tinggi, itu bukan cerminan dari faham sosialisme-religius," demikian Viva Yoga.
http://ekbis.rmol.co/read/2018/05/24...Dan-Pancasila-
Berikut "testimoni" dari pakar-pakar ekonomi di Pemerintahan dan di masyarakat
Quote:
Kepala Bappenas:
Kondisi Ekonomi Indonesia Sekarang Mirip Saat Dijajah Belanda
12/11/2016, 14:01 WIB
Menteri PPN Bambang Brodjonegoro di acara World Islamic Economic Forum (WIEF) 2016 di Jakarta(Yoga Sukmana)
JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Perencanaan Pembangunan Bambang Brodjonegoro mengatakan, kondisi perekonomian Indonesia saat ini mirip dengan kondisi ekonomi Indonesia pada saat dijajah oleh Belanda. "Ekonomi Indonesia saat ini tidak jauh beda dengan kondisi ekonomi saat kita di jajah Belanda.
Mereka menjajah dengan menjarah rempah-rempah dan komoditas lainnya yang dikirim ke negaranya," ujar Bambang saat menghadiri acara paguyuban Mas TRIP di Gedung Perbanas, Jakarta, Sabtu (12/11/2016).
Menurut mantan Menteri Keuangan ini, Indonesia saat dijajah oleh Belanda sumber daya alam Indonesia dikeruk habis, bahkan ada gerakan tanam paksa. Kondisi ini, menurut dia, menyerupai kondisi Indonesia saat ini yang mengandalkan sumber daya alam untuk diekspor.
"Indonesia sekarang kondisinya modern, tetapi jika melihat sejarah, mirip dengan keadaan saat dijajah Belanda," terangnya. Menurut Bambang, saat ini Indonesia banyak sekali diminta asing untuk mengekspor hasil tambangnya dengan menawarkan nilai tambah yang cukup menggiurkan.
Tawaran-tawaran tersebut tidak terlepas dari agenda politik yang sudah tersusun rapi. Namun, jika kondisi tersebut tidak disikapi secara bijak oleh Indonesia maka kondisi penjajahan di zaman Belanda akan dirasakan lagi saat ini. "Kalau Indonesia kerjaannya gali tambang lalu hasilnya diekspor, maka sampai kapan pun Indonesia tidak akan maju. Negara yang bergantung sama sumber daya alam, maka negara itu akan acak-acakan," ucap Bambang.
Dia sedikit bercerita bahwa penemu minyak bumi pertama di Indonesia yakni perusahaan minyak asal Belanda, yaitu Royall Dutch Shell. Perusahaan tersebut sudah cukup lama memanfaatkan minyak bumi.
"Belanda yang pertama kali menemukan minyak di Indonesia melalui perusahaan pengelolaan minyaknya, yakni Royal Dutch Shell yang kini kita kenal namanya Shell," kata Bambang. Semestinya pemanfaatan sumber daya alam perlu disikapi dengan bijak.
Tidak perlu jor-joran dalam pemanfaatan sumber daya alam mengingat ketersediaannya yang semakin lama semakin menipis. "Banyak yang bisa kita lakukan dengan alam kita, tetapi kita selalu ribut sendiri dan saling menjatuhkan. Kuncinya kita harus mengubah Indonesia jangan seperti saat dijajah Belanda dulu yang dikuras sumber daya alamnya," pungkasnya.
https://ekonomi.kompas.com/read/2016...ijajah.belanda
Ketua BAZNAS:
Ketimpangan Ekonomi di Indonesia Mirip Kisah Kaum Tsamud
Jumat 01 April 2016 11:26 WIB
![Sistem Ekonomi Rezim Jokowi Jauh Dari UUD 45 Dan Pancasila](https://dl.kaskus.id/assets.akuraS E N S O Rimages/uploads/262162091077.jpg)
Bambang Sudibyo
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) meminta pemerintah mewaspadai kesenjangan ekonomi yang kian parah antara kelompok mayoritas yang didominasi umat Islam dan minoritas.
Ketua Umum Baznas, Bambang Sudibyo mengatakan ketimpangan ekonomi di Indonesia saat ini merupakan cara Tsamudian, yang pernah dijalankan kaum Tsamud.
"Kalau dalam AlQuran diceritakan ada kisah yang menjelaskan bahayanya ancaman kesenjangan ekonomi ini, dijelaskan dalam kisah kaum Tsamud bersama Nabi Saleh yang diulang lebih dari 16 kali," ungkap Bambang kepada Republika.co.id di kantor Baznas baru baru ini.
Apa itu ekonomi kaum Tsamudian, Bambang menjelaskan, yakni kisah bangsa Tsamud yang sangat maju ekonominya terutama peternakan untanya. Namun di tengah kemajuan ekonomi bangsa tsamud itu jurang kesenjagan itu sangat lebar, yang diperparah dengan mengingkari perintah Allah.
Ekonomi bangsa Tsamud yang berbasis peternakan unta, ungkap Bambang, hanya dikuasai sembilan keluarga saja dari seluruh bangsa Tsamud. Selain itu, ke sembilan keluarga ini menguasai sumber ekonomi dengan memonopoli akses terhadap sumber air. Padahal, jelas dia, sumber kehidupan yang paling penting bagi unta dan masyarakat adalah air.
Disebutkan dalam Al Qur'an monopoli ekonomi oleh sembilan kelompok keluarga dari bangsa Tsamud ini sudah melampaui batas. Sehingga hewan ternak masyarakat kecil di luar kepemilikan sembilan keluarga ini semua kurus-kurus. "Kemudian diutuslah Nabi Saleh oleh Allah SWT untuk mengkoreksi kesenjangan ekonomi yang terlalu ekstrim ini," katanya.
Mantan Menteri Pendidikan Nasional ini meneritakan cara Nabi Saleh mengkritisi cara monopoli sumber ekonomi seperti ini. Kemudian Allah pun menunjukkan mukjizat kepada Nabi Saleh dengan keluarnya unta betina dari celah batu. Nabi Saleh kemudian meminta biarlah unta betina milik Allah ini meminum sumber air yang ada.
Namun beberapa orang dari sembilan keluarga terkuat bangsa Tsamud membunuh unta Allah SWT tersebut, dan Allah SWT pun murka hingga ditimpakan azab kepada mereka. Kemudian dihancurkan dan punahlah mereka karena melampaui batas terhadap monopoli sumber kehidupan dan ekonomi.
Dari kisah inilah, Bambang berharap umat Islam harus mewaspadai ancaman kesenjangan ekonomi yang kian tajam tersebut. Salah satu cara yang paling tepat adalah menggiatkan kembali aktivitas zakat yang menjadi bagian penting dari perintah agama setelah Shalat.
Menurut Bambang, kini disadari atau tidak, ekonomi Indonesia mengalami kesenjangan yang sangat tinggi. Kecenderungannya mengarah pada kesejangan ekonomi yang Tsamudiyan, artinya memiliki model seperti kepincangan ekonomi bangsa Tsamud. Bedanya monopoli ini bukan peternakan unta dan sumber air, tapi sumber ekonomi lain.
http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/16/04/01/o4xtns301-ketimpangan-ekonomi-di-indonesia-mirip-kisah-kaum-tsamud
Menkeu Sri Mulyani Tak Kaget Harta 4 Orang Kaya RI Sama 100 Juta Orang Miskin
14 Mar 2017, 19:29 WIB
![Sistem Ekonomi Rezim Jokowi Jauh Dari UUD 45 Dan Pancasila](https://dl.kaskus.id/cdn0-a.production.images.static6.com/-rp5F2NQG4Z-rz13sOSA8rqn1kc=/640x360/smart/filters:quality(75):strip_icc():format(jpeg)/liputan6-media-production/medias/1496334/original/027416900_1486113856-20170203-KSSK-Rilis-Stabilitas-Keuangan-Indonesia-Jakarta-Sri-Mulyani-AY4.jpg)
Menkeu Sri Mulyani
Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menyatakan, Indonesia memiliki potensi besar mengembangkan perekonomian apabila diurus secara serius. Akan tetapi faktanya jauh dari yang diharapkan sehingga muncul ketimpangan ekonomi yang cukup lebar antara penduduk kaya dan miskin di Indonesia.
Dia menyoroti masalah Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) importir yang tidak ada hubungannya dengan ikan maupun daging. Dokumennya justru atas barang elektronik dengan tujuan guna mengelabui petugas pajak dan bea cukai.
"Di Indonesia persoalan administrasi saja sudah menggambarkan betapa Republik ini tidak diurus secara serius. Orang bisa seenaknya sendiri dan nothing happened, dan kalau negara ini diurus sekadarnya, jangan protes kalau Republik ini jadi Republik sekadarnya," kata Sri Mulyani di Jakarta, Selasa (14/3/2017).
Akibat dari tata kelola negara secara main-main, Ia mengakui, hanya menguntungkan segelintir orang. Dampak yang terjadi, terjadi ketimpangan atau kesenjangan antara orang kaya dan miskin. Gini ratio ini berpotensi makin melebar apabila tidak ada kebijakan yang tepat.
"Yang rugi hampir seluruh masyarakat, kecuali mungkin yang 1 persen orang kaya. Makanya kalau bicara gini ratio di Indonesia tidak mengagetkan jika harta 1 persen atau bahkan 4 orang terkaya sama dengan 100 juta rakyat miskin di Indonesia. Itu karena Republik ini belum diurus secara benar, kita merasa berutang kepada pendiri bangsa ini," jelas dia.
Sri Mulyani meyakini, Indonesia dapat menjadi negara besar yang disegani dunia dengan kemampuan dan sumber daya yang dimiliki, serta pengelolaan yang tepat.
"This all about governance. Republik ini menjadi besar, hebat tergantung bagaimana kita mengelolanya. Kalau rakyat dan pejabat kita punya spirit membuat negara ini benar, maka Republik ini bisa ditakuti, karena potensinya sangat besar," tutur dia.
https://www.liputan6.com/bisnis/read/2886449/menkeu-tak-kaget-harta-4-orang-kaya-ri-sama-100-juta-orang-miskin
Faisal Basri:
Masalah Ketimpangan Memang Sudah Parah
August 18, 2015
Faisal Basri
Pada hari proklamasi kemerdekan ke-70, saya menulis di blog ini dengan judul “Kemiskinan dan Ketimpangan Setelah 70 Tahun Merdeka” (http://wp.me/p1CsPE-1bl). Indeks Gini atau Koefisien Gini meningkat terus setelah krisis 1998. Koefisien Gini mengukur tingkat kesenjangan pendapatan. Angka Koefisien Gini berkisar antara nol (ektrem tidak timpang atau ekstrem merata) sampai satu (ketimpangan ekstrem atau paling timpang). Angka di bawah 0,4 masuk dalam kategori baik, angka antara 0,3 sampai 0,4 masuk kategori sedang, dan angka di atas 0,4 tergolong kategori buruk.
Koefisien Gini yang tercantum di tulisan sebelumnya itu sebetulnya tidak mencerminkan ketimpangan pendapatan karena sampai sekarang kita tidak memiliki data tentang pendapatan rumah tangga. Data yang dikumpulkan Badan Pusat Statistik (BPS) adalah data pengeluaran yang menjadi proksi pendapatan.
Sudah barang tentu Koefisien Gini berdasarkan data pengeluaran menghasilkan angka ketimpangan yang lebih baik atau lebih rendah ketimbang data pendapatan. Perbedaannya bisa mencapai 0,2.
Perbedaan kaya-miskin dalam hal pengeluaran atau belanja jauh lebih kecil (konvergen) dibandingkan perbedaan kaya-miskin berdasarkan pendapatan. Sekaya-kayanya seseorang, makanan yang masuk ke dalam perutnya sangatlah terbatas. Kenikmatan yang mereka dapatkan terkendala dengan waktu. Orang kaya yang sakit-sakitan tidak bisa menikmati kekayaannya secara maksimal.
Jika Koefisien Gini berdasarkan data pengeluaran menghasilkan angka 0,41 (ketimpangan sedang) selama tiga tahun terakhir, maka kalau ditambah 0,2 menjadi 0,61 (ketimpangan buruk).
Indikator apa lagi yang bisa kita gunakan untuk memperkuat konstatasi bahwa kondisi ketimpangan di Indonesia sudah masuk kategori buruk?
Pertama, kajian Thomas Piketty (buku karanganya Capital in the Twenty-First Century)yang mengunakan proksi yang lebih dekat dengan pendapatan menunjukkan pola perkembangan ketimpangan Indonesia serupa dengan pola negara-negara maju yang mengalami pemburukan ketimpangan, termasuk Amerika Serikat yang paling buruk itu. ketimpangan di Indonesia lebih buruk dari China dan India.
![Sistem Ekonomi Rezim Jokowi Jauh Dari UUD 45 Dan Pancasila](https://dl.kaskus.id/faisalbasri01.files.wordpress.com/2015/08/apiketty.png?w=1140)
Kedua, struktur kepemilikan simpanan di bank. Ternyata simpanan senilai 100 juta atau kurang sangat dominan, mencapai 97,78 persen rekening. Jumlah rekening dengan nominal Rp 100 juta sampai Rp 300 juta atau kurang hanya 1,01 persen. Selebihnya hanya “nol koma” dan yang di atas Rp 5 miliar hanya 0,04 persen.
![Sistem Ekonomi Rezim Jokowi Jauh Dari UUD 45 Dan Pancasila](https://dl.kaskus.id/faisalbasri01.files.wordpress.com/2015/08/asimpanan.png?w=1140)
Ketiga, financial inclusion index Indonesia relatif sangat rendah, hanya 36,1 persen. Artinya hanya 36,1 persen penduduk usia dewasa yang memiliki akun di bank, lembaga keuangan lainnya, dan mobile account. Mayoritas orang miskin sudah barang tentu tak pernah menyentuh jasa keuangan formal.
![Sistem Ekonomi Rezim Jokowi Jauh Dari UUD 45 Dan Pancasila](https://dl.kaskus.id/faisalbasri01.files.wordpress.com/2015/08/afii.png?w=1140)
Keempat, masih di sektor keuangan, jumlah investor saham berdasarkan jumlah sub-rekening efek di C-BEST belum sampai setengah juta atau persisnya 448.248 sub-rekening (per Mei 2015).
Kelima, pemilikan obligasi pemerintah maupun korporasi tampaknya juga hampir 100 persen dikuasai orang-orang kaya dan kondisinya lebih buruk ketimbang ketimpangan dalam pemilikan simpanan di bank dan obligasi (surat utang).
Keenam, ketimpangan dalam pemilikan lahan sebagaimana terlihat dari Koefisien Gini untuk pemilikan tanah sangat tinggi, menembus angka 0,7. Data Sensus Petanian terbaru (2013) menunjukkan perbaikan (kembali ke 0,6) walaupun masih saja dalam kategori buruk.
.
Ketujuh, observasi keseharian.
source:
https://faisalbasri.com/2015/08/18/m...g-sudah-parah/
---------------------------
IBU PERTIWI YANG BERLINANG AIR MATA ...
Makanya, tujuan kita dulu bikin negara bernama NKRI ini,
yaitu seperti tertuang di alenia Preambule UUD 1945 ...
kok sudah lebih 70 tahun kemerdekaan ...
belum juga terwujud dengan baik sampai hari ini.
Apakah kita hendak menyalahkan bunda yang mengandung?
THINK!