Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

the.commandosAvatar border
TS
the.commandos
Dibentuk Luhut Panjaitan dan Prabowo, Inilah Pasukan Siluman Kopassus yang akan Ikut
Dibentuk Luhut Panjaitan dan Prabowo, Inilah Pasukan Siluman Kopassus yang akan Ikut Tumpas Teroris

Kapolri  Jenderal Pol Tito Karnavian, telah meminta bantuan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto untuk ikut melakukan operasi bersama penangkapan teroris setelah terjadi tiga ledakan bom di Surabaya.   

"Tadi pagi saya sudah telepon Panglima TNI Marsekal Hadi. Saya minta: Pak Kalau bisa kita bergabung. Saya akan kirim dari Kopassus. Terimakasih..." kata Tito Karnavian dalam acara Indonesia Lawyer Club di TV One, Selasa (15/5/2018) semalam.

Tito berharap, mudah-mudahan teman-teman dari Kopassus sudah bergabung karena akan ada beberapa penangkapan yang akan dilakukan.

"Jangan sampai peristiwa seperti Surabaya, terjadi lagi. Kita akan tutup semua."

Sebelumnya, Minggu (13/5/2018) di Surabaya, Tito juga mengatakan, "Saya sudah minta bapak Panglima TNI, beliau kirimkan kekuatan untuk lakukan operasi bersama melakukan penangkapan sel-sel JAD dan JAT yang diduga akan melakukan aksi," kata Tito.

(Baca: Kapolri Minta Bantuan Panglima TNI untuk ‘Lumpuhkan’ Kelompok Teroris, Kopassus Siap Bergerak)

Menurut Tito, penindakan terhadap terduga terorisme akan terus dilakukan.

"Saya perintahkan lanjut, ndak boleh berhenti. Kalau berhenti kita kasih napas mereka dan mereka akan bergerak lagi," kata Tito.

Dia menambahkan, "Kita akan hantam terus, kita akan kejar terus. Di beberapa daerah lain juga sudah bergerak."

Jokowi Perintahkan TNI Bantu Polisi

Presiden Joko Widodo menginstruksikan TNI membantu Polri demi mengatasi aksi terorisme.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, berdasarkan perintah Presiden itu, Polri akan dibantu satuan TNI demi memberantas terorisme.

Menurut Moeldoko, Satuan TNI yang dikerahkan tergantung dari kebutuhan Polri.

"Bisa nanti pengerahan Badan Intelijen Strategis untuk membantu intelijen dari kepolisian. Bahkan secara represif bisa menggunakan Satuan Gultor (Satuan 81) telah disiapkan," kata Moeldoko di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan, Senin (14/5/2018).

(Baca: Detik-detik Penyerbuan Napi yang Kuasai Rutan Mako Brimob Dibeberkan Moeldoko)

Moeldoko menerangkan, tidak akan terjadi tumpang tindih kewenangan antara Polri dan TNI.

Menurutnya, TNI tetap berada di belakang Polri untuk memperkuat penanganan terorisme.

"Justru yang tetap yang di depan adalah kepolisian, TNI memberi perkuatan. Dikolaborasikan dalam menangani sebuah persoalan yang sama. Intinya di situ," jelas Moeldoko.

Tentang Satuan Gultor (Satuan 81)

Berdasarkan perintah Presiden Jokowi, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko yang juga mantan Panglima TNI telah menyebut nama satuan milik Kopassus yang akan dilibatkan dalam pemberantasan aksi terorisme yang kembali marak dalam beberapa hari terakhir.

“Bahkan secara represif bisa menggunakan Satuan Gultor (Satuan 81) telah disiapkan,” kata Moeldoko, Senin (14/5/2018).

(Baca: Kisah Moeldoko dan Keaslian Jam Tangan Richard Mille Senilai Rp 1 Miliar)

Nah, siapakah Satuan Gultor (Satuan 81) yang dimaksud?

Dikutip Serambinews.com dari Wikipedia.org, Satuan 81 atau dulunya lebih dikenal sebagai Sat-81/Gultor adalah satuan di Kopassus yang setingkat dengan Grup.

Satuan yang terdiri atas prajurit terbaik dari seluruh Prajurit TNI ini, bermarkas di Cijantung, Jakarta Timur.

Kekuatan dari satuan ini tidak dipublikasikan secara umum, sehingga tidak diketahui jumlah personel maupun jenis persenjataannya yang dimilikinya. Semua itu dirahasiakan.

Komandan Satuan (Dansat-81/Kopassus) saat ini dijabat oleh Kolonel Inf Tri Budi Utomo.

Harus diketahui bahwa beberapa tahun belakangan ini istilah gultor dihilangkan dari satuan ini.

Bukan tanpa sebab, melainkan karena kualifikasi yang dimiliki oleh pasukan ini lebih dari penanggulan teror.

Dibentuk Luhut dan Prabowo

Mengantisipasi maraknya tindakan pembajakan pesawat terbang era tahun 1970/80-an, Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) ABRI Letjen TNI LB Moerdani menetapkan lahirnya sebuah kesatuan baru setingkat detasemen di lingkungan Kopassandha.

Pada 30 Juni 1982, muncullah Detasemen 81 (Den-81) Kopassandha dengan komandan pertama Mayor Inf. Luhut Binsar Panjaitan dengan wakil Kapten Inf. Prabowo Subianto.

Kedua perwira tersebut dikirim untuk mengambil spesialisasi penanggulangan teror ke GSG-9 (Grenzschutzgruppe-9) Jerman dan sekembalinya ke Tanah Air dipercaya untuk menyeleksi dan melatih para prajurit Kopassandha yang ditunjuk ke Den-81.

Satuan-81 merupakan ujung tombak pertahanan dan keamanan Republik Indonesia

Tidak seperti satuan lain yang selalu mengekspos kegiatan mereka, visi dan misi Satuan-81 adalah untuk "tidak diketahui, tidak terdengar dan tidak terlihat"

Organisasi pasukan

Keinginan mendirikan Den-81 sebenarnya tidak terlepas dari peristiwa pembajakan pesawat Garuda DC-9 Woyla di Bandara Don Muang, Bangkok, 31 Maret 1981.

Pasukan yang berhasil membebaskan Woyla inilah yang menjadi cikal bakal anggota Den-81, dan belakangan diganti lagi jadi Satuan 81 Penanggulangan Teror (Sat-81 Gultor).

Dari periode 1995­ - 2001, Sat-81 sempat dimekarkan jadi Group 5 Antiteror.

Satuan-81 adalah merupakan salah satu organisasi bersenjata yang paling progresif di dunia.

Satuan-81 adalah merupakan unit kedua di dunia (setelah GSG-9) pemakai senapan serbu HK MP-5 dan produk Heckler & Koch lainnya.

Selan itu, Detasement-81 juga adalah pelopor pemakaian PETN sebagai bahan peledak alternatif selain C-4 dan Semtek.

Romantisme Luhut dan Prabowo di Satgultor 81

Luhut Panjaitan yang lulusan Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) 1970 masuk ke Kopassus sejak 1971.

Sementara Prabowo yang lulusan Akabari 1974 baru masuk Kopassus pada 1976.

Luhut dan Prabowo sama-masa memulai karier di Korps Baret Merah alias Kopassus sebagai Komandan Peleton Para Komando.

Saat itu Kopassus masih bernama Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha). Keduanya juga sama-sama pernah dikirim bertugas ke Timor-Timur.

Zaman Prabowo-Luhut ini masih muda, terorisme ala Black September berjaya di Eropa.

Pembajakan pesawat terbang sering jadi aksi utama para teroris. Kasus pembajakan pesawat pun harus dialami oleh Indonesia.

Pesawat Garuda dibajak dan digiring ke Don Muang, Thailand, pada 1981.

Meski memakan korban, baik di pihak pembajak dan Kopassus, operasi pembebasan sandera dianggap sukses oleh Menteri Pertahanan Keamanan (Menhankam) merangkap Panglima ABRI yang dijabat M Jusuf.

Kala itu, Sintong Panjaitan sendiri yang memimpin operasi pembebasan sandera.

Demi mengantisipasi pembajakan lagi, maka beberapa personil Kopassus dikirim ke Jerman. Untuk belajar pada Polisi Elit Jerman Barat, Grenzschutzgrupppe 9 (GSG-9).

Luhut sebagai abang, dan Prabowo senagai adik pun dikirim belajar ke Jerman soal operasi khusus kontra terorisme 1981.

Keduanya menjadi pendiri dan pemimpin Detasemen 81/Anti Teror.

Si abang menjadi komandan, dan si adik jadi wakilnya. 

Sudah jadi hal umum di kalangan militer Indonesia semua senior (apalagi jika usianya pun lebih tua) dipanggil: abang.

Bagi Prabowo, Luhut adalah abang.

Tak hanya di kalangan militer, di organisasi sipil yang terpengaruh militer, ada doktrin tak tertulis, senior selalu benar. Adik harus turut dan hormat pada abang.

Bahkan ada cerita miring soal adik angkatan, harus rela melepaskan pacarnya jika abang yang senior naksir pacarnya adik angkatan.

Sintong Panjaitan lebih senior lagi dari Prabowo dan juga Luhut.

Sebagai abang, Sintong punya cerita soal relasi abang-adik itu.

Cerita Sintong tentang Prabowo-Luhut itu terekam dalam biografi Abang Sintong, Sintong Panjaitan Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando (2009).

Peristiwanya terjadi pada suatu hari di bulan Maret 1983. Ketika itu Sidang Umum MPR sedang berlangsung.

Luhut, yang masih berpangkat Mayor, dikejutkan oleh laporan dari bawahannya soal pasukan Detasemen 81/Anti Teror yang dipimpinnya malah sedang bersiaga.

Sebagai Abang, Luhut bertanya kepada bawahannya: “Mengapa bersiaga?”

Bawahannya itu menjawab itu atas perintah Kapten Prabowo, sang adik, alias wakilnya.

Rupanya, menurut bang Sintong, sedang disiapkan sebuah plot penculikan terhadap Letnan Jenderal L.B. Moerdani, Letnan Jenderal Sudharmono, dan Marsekal Madya Ginandjar Kartasasmita.

Abang Luhut pun heran. Ada angin apa sang adik tiba-tiba berencana menculik Moerdani, yang ketika itu menjadi Asisten Intelejen Hankam?

Padahal dua hari sebelumnya, sang adik mengajak Abang Luhut untuk mendukung Moerdani menjadi Menhankam/Panglima ABRI.

Bang Luhut lalu memanggil si adik ke kantor. Namun mereka malah bicara di luar.

“Ada apa, Wo?” tanya bang Luhut.

“Ini bahaya, Bang. Seluruh ruangan kita sudah disadap. Pak Benny (Moerdani) mau melakukan coup d'etat,” jelas sang adik, Prabowo untuk meyakinkan bang Luhut.

Namun si abang membantahnya. Bagi Luhut, Benny Moerdani tak mungkin melakukan kudeta.

Sampai akhirnya Prabowo pun mengatakan sesuatu kepada Luhut: “Bang, nasib negara ini ditentukan oleh seorang Kapten dan seorang Mayor.”

Sintong menafsirkan kalimat Prabowo yang diucapkan dengan bangga itu sebagai permintaan dukungan dari Abang Luhut, sebagai pelindung dan dirinya sebagai pemain utama.

Abang Luhut tak termakan dengan isu kudeta dan tak mau bertindak tanpa perintah atasannya.

Luhut akhirnya mengamankan semua senjata anak buahnya di markas detasemen.

Luhut melapor kepada Sintong Pandjaitan soal ini.

Selidik punya selidik, berdasar pengakuan perwira yang terlibat dalam plot operasi, sasaran penculikan nantinya akan dibawa ke Cijantung untuk dihadapkan pada Soeharto.

Karena Abang Luhut tak memberi restu, gerakan sang adik akhirnya batal. Beruntunglah tak ada pemecatan untuk sang adik kala itu.

Belakangan Prabowo dipindahkan ke Kostrad. Di sana ia menjadi Komandan Batalyon Infanteri Raider 328.

Tapi tak lama di sana, Prabowo kemudian kembali masuk ke Kopassus dan mencapai puncak kariernya sebagai Danjen Kopassus.

Begitulah romantisme Abang Luhut dan yuniornya, Adik Prabowo Subianto, yang sangat energik dan dinamis dalam berpolitik.

Meski keduanya sudah tak lagi berdinas militer, jumlah bintang di baret merah tetaplah harus dihormati.

Luhut, seperti juga Hendropriyono, punya empat dan Prabowo hanya tiga.

Apa pun itu, Luhut sendiri tidak menyanggah hubungan pribadi antara dirinya dengan Prabowo, yang tidak jarang diselingi perbedaan pendapat.

Melalui laman resminya di Facebook, Luhut pernah menulis: "Saya kenal Pak Prabowo sejak dari pangkat Letnan. Sudah lebih dari 30 tahun kami berteman, walaupun kadang kami berbeda pendapat. Tapi kalau kami sudah bicara tentang NKRI, kami jadi sepakat, kami jadi satu dan kokoh. Kami tidak mau ditawar soal itu."

http://aceh.tribunnews.com/2018/05/17/dibentuk-luhut-panjaitan-dan-prabowo-inilah-pasukan-siluman-kopassus-yang-akan-ikut-tumpas-teroris?page=4

Siap tumpas
0
4.2K
44
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671KThread40.9KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.