Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) disebut banyak pihak sudah tak lagi memiliki pilihan selain menaikkan tingkat suku bunga acuannya untuk meredam penguatan dolar Amerika Serikat (AS) yang sempat menembus level Rp 14.000/US$ hari Senin (7/5/2018).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai sulit bagi bank sentral menerapkan kebijakan yang pro stabilitas dan pro pertumbuhan di tengah menguatnya tekanan terhadap rupiah. BI, tegasnya, perlu memilih.
"Pada situasi kurs berfluktuasi, pilihannya satu. Tidak bisa dua-duanya [pro stabilitas dan pro pertumbuhan]," kata Darmin, Senin (7/5/2018) malam.
Menurut Darmin, dua kebijakan tersebut bisa saja dilakukan secara bersamaan dengan catatan tidak ada gejolak terhadap nilai tukar rupiah. Namun yang saat ini terjadi, keperkasaan dolar AS semakin membuat rupiah terpuruk.
"BI saya kira akan melakukan langkah-langkah, walaupun BI itu akan menunggu RDG [rapat dewan gubernur] untuk mengambil keputusan," jelasnya.
Seperti diketahui, pada Senin (7/5/2018) pukul 16:00 WIB, US$1 di pasar spot dihargai Rp 13.995. Namun, mata uang Garuda sempat menyentuh level Rp 14.000/US$, dan menembus Rp 14.005/US$, level terlemahnya sejak akhir 2015.
BI sebagai stabilitator pun tak memungkiri level rupiah yang sempat menembus level Rp 14.000/US$ sudah di luar batas nilai wajarnya.
Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo berjanji, bank sentral akan senantiasa berada di pasar, dan tak segan-segan melakukan intervensi. Bahkan jika dimungkinkan, BI akan melakukan penyesuaian tingkat bunga.
"BI terus melakukan upaya stabilisasi rupiah. BI terus lakukan hal tersebut dengan konsisten, meski kita tidak harus setiap saat info langkah kita. Kita perlu jaga confidence," kata Dody kepada CNBC Indonesia. (prm)
https://www.cnbcindonesia.com/market...-harus-memilih