"Apa sih pentingnya infrastruktur?"
"Bangun SDMdulu gan, baru infrastrukturnya"
"Pemerintah terlalu jor-joran bangun Infrastruktur gan. Lupa bangun manusianya."
Sering gak gan denger komentar seperti itu?
Sering banget ane liat komentar seperti itu gan, terutama di berita-berita yang berhubungan dengan pembangunan di daerah timur sana.
Belakangan ini pemerintah memang sedang jor-joran membangun infrastruktur, terutama di daerah 3T. Sebut saja Kereta Api Kalimantan, Kereta Api Sulawesi, Kereta Api Papua, Tol Trans Sumatera, Tol Trans Jawa, Jalan Trans Papua, dan ratusan pelabuhan tol laut.
Lalu, seberapa penting sih pembangunan infrastruktur dan apa yang terjadi jika infrastruktur tidak dibangun?
Seorang pengguna facebook bernama Cornelius Suhendro membagikan pengalamannya ketika pergi ke beberapa daerah terpencil di Indonesia. Berikut kutipannya gan.
Quote:
Jadi Miskin karena tak Punya Jalanan
Saat masih mahasiswa, awal tahun 2000-an, saya pernah ikut baksos sunatan massal di sebuah kampung di Mamuju, Sulawesi Barat. Daerah transmigrasi, saya lupa namanya, Tobadak kalau tidak salah. Kampung itu ditinggali transmigran asal Timor Timur yang memilih Indonesia setelah jajak pendapat, mereka kebetulan banyak yang muallaf.
Kesananya dari kota Mamuju naik Jeep Hardtop terbuka dengan jalanan penuh lumpur. Banyak yang bergelantungan. Ngeri juga, disebelahnya Jurang. Saya ingat jaman itu ongkosnya sudah 50 ribu rupiah per kepala. Saat ongkos bus dari Makassar ke kampung saya Toraja cuma di kisaran 50 ribu sampai 100 ribu berjarak sekitar 300 km lebih, 8 jam perjalanan.
Ketika itu, kami juga membawa sapi kurban buat mereka dari PKPU, itu kebetulan menjelang Idul Adha, dan penduduk sudah ada yang menjemputnya, jalan laki. Sapinya disuruh jalan kaki juga, tak bisa dibawa dengan truk dalam kondisi jalanan serupa itu. Berangkat siang, tiba besok sorenya lagi.
Kami tinggal di rumah seorang warga dengan sayur mayur yang tumbuh subur di kebun mereka. Mereka baru saja panen cabe, ada 2 karung besar. Saya pikir banyak juga uang si bapak ini. Walau kalau lihat rumahnya, kok masih bangunan asli dari kementrian transmigrasi. Baju anak-anaknya pun, nampaknya sudah sangat lama tidak berganti. Terlihat sudah kusam.
Saya bertanya ke beliau, dua karung cabe itu kalau dijual ke pasar dapat berapa.
"Syukur-syukur kalau bisa dapat 50 ribu, mungkin kurang"
"Kita lihat toh jalanan ke sini, lebih mirip kubangan kerbau. Tak banyak mobil. Cuma jeep terbuka itu. Kadang biaya bawa lombok ini ke pasar lebih mahal daripada uang yang didapat untuk menjualnya. Seandainya jalanan bisa bagus."
Di sumba, NTT, sekitar 2009 pun sama, saya dua tahun tinggal di sana di Pelosok Sumba Barat Daya untuk penelitian malaria. Suatu ketika kami melakukan survey perindukan nyamuk ke salah satu pelosok pulau itu. Untuk persiapan lokasi penelitian. Mobil kami , Mitsubishi Strada, 4 wheel drive. Banyak orang dan anak-anak berhamburan ke jalan tanah yang sudah penuh rumput. Nampaknya tak banyak mobil yang ke sana.
Di banyak rumah saya menemukan tumpukan buah pisang habis dipanen. Saya bertanya ke kawan orang Sumba yang bekerja dengan kami.
"Pisang sebanyak itu bisa dapat berapa ratus ribu?"
Dia ketawa.
"Dapat 50 ribu mungkin sudah syukur pak"
"Heeeeh!"
Saya nyaris tidak percaya. Semurah itu. Padahal saya sering melihat truk-truk penuh pisang di pelabuhan, pisang-pisang itu dijual ke luar pulau, ke NTB, Bali mungkin sampai Jawa. Katanya, orang-orang kampung ini cuma mengandalkan mobil seperti ini yang datang membeli pisang mereka. Jalanan tak bagus, berantakan di sana sini. Ongkos transportasi mahal kalau harus dibawa ke pasar di kota. Mereka tak punya pilihan selain menjual murah, itu pun kalau otonya mau datang.
Ini mungkin sekedar contoh, betapa infrastruktur seperti jalan menjadi begitu penting di banyak tempat di Indonesia. Membuka isolasi. Tak ada gunanya hasil kebun, hasil tani yang sudah diusahakan dengan begitu keras tapi tak bisa dijual, atau dijual dengan harga yang sangat murah. Jadi jangan sekali-kali menuding orang yang miskin itu semata karena malas, bisa jadi karena mereka tak punya sesuatu yang sepele mungkin bagi kita, jalanan.
Saat suatu ketika saya berbincang dengan seorang abang yang mempertanyakan apa pentingnya pemerintah kita menggenjot pembangunan infrastruktur, kenapa tidak fokus pada SDM dulu? Tapi, tidakkah bisa kita mengatakan kalau ada infrastruktur yang baik, maka musuh utama untuk membangun SDM yang baik bisa diselesaikan. Dan musuh utama itu: Kemiskinan.
Lah boro-boro mau mikir sekolah, kalau hari ini yang dimakan pun tak jelas, tak ada uang untuk membelinya. Apa yang dihasilkan oleh tanah mereka tak bisa dijual, kalau pun bisa harganya begitu murah, tak bisa memenuhi kebutuhan dasar mereka. Ada Kartu Indonesia Pintar buat mereka, tapi apa gunanya kalau tidak ada gedung sekolah dan gurunya. Tak ada jalanan ke sana, tak ada listrik, tak ada sinyal. Ada KIS, BPJS, tapi tak ada puskesmas, tak ada tenaga kesehatannya. Tak banyak orang sekolahan yang mau datang ke tempat seperti itu. Nah bayangkan jika ada ibu hamil, mau melahirkan dan mengalami perdarahan hebat di tempat seperti itu.
Saya tidak ingin masuk dalam perdebatan apa yang lebih penting SDM atau infrastruktur yang sekarang di genjot hingga tempat paling terisolir di Indonesia. Dua-duanya penting dan terus mendapat perhatian. Jalan, pelabuhan, bandara, rel kereta api, pasar, sekolah, puskesmas. Kecuali kalau kita mau tega mengatakan, ah sudahlah biarkan saja mereka hidup seperti itu, miskin dan terisolasi. Tapi saya yakin abang saya itu cuma iseng bertanya, tidak sedang serius mengatakan kalau apa yang dibangun pemerintah sekarang tak penting. Begitu juga dengan kawan-kawan bukan? Hehehe.
Jadi itu dia gan yang akan terjadi jika tinggal di tempat yang infrastrukturnya tidak dibangun. Sebanyak apapun hasil panen ente, gak bakalan bisa dijual kalo jalanan aja gak ada. Dijual murah juga udah syukur, daripada busuk.
SDM emang gak kalah penting gan. Tapi Bagaimana mau membangun sdm, kalau jalanan saja tidak ada? Bagaimana mau membayar sekolah kalau uang saja tidak ada?
Masih berpikir membangun infrastruktur itu tidak penting?