Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

  • Beranda
  • ...
  • The Lounge
  • 17 Tahun Hidup Menderita, Remaja Pengidap Sindrom ‘Sayap Kupu-kupu’ Meninggal

yukepodotcomAvatar border
TS
yukepodotcom
17 Tahun Hidup Menderita, Remaja Pengidap Sindrom ‘Sayap Kupu-kupu’ Meninggal
17 Tahun Hidup Menderita, Remaja Pengidap Sindrom ‘Sayap Kupu-kupu’ Meninggal

Pernahkah kamu melihat sayap kupu-kupu dan memegangnya? Jika pernah, kamu pasti sadar betapa sayap kupu-kupu sangat lemah dan mudah robek. Sekarang, bayangkan jika kulitmu serapuh sayap kupu-kupu. Tidak bisa membayangkannya? Jonathan Pitre, remaja 17 tahun asal Kanada hidup dengan kondisi itu sejak lahir.


Pitre lahir dalam kondisi baik-baik saja tanpa cacat fisik apapun
17 Tahun Hidup Menderita, Remaja Pengidap Sindrom ‘Sayap Kupu-kupu’ Meninggal


Namun pada hari kedua, dokter menemukan jari-jari bayi yang baru lahir itu luka lecet dan melepuh. Pitre lalu dibawa ke rumah sakit khusus anak. Di perjalanan, ia hampir saja meninggal karena sistem respirasinya gagal akibat tenggorokannya bengkak dan lehernya luka. Pitre lalu diinkubasi selama beberapa bulan selagi dokter mencari tahu penyebabnya.


Dengan segera, ia didiagnosa terkena epidermolysis bullosa (EB)
17 Tahun Hidup Menderita, Remaja Pengidap Sindrom ‘Sayap Kupu-kupu’ Meninggal


Sebuah penyakit langka di mana kulit penderitanya mengalami kelainan. Normalnya, kulit manusia terdiri atas tiga lapisan. Pada penderita EB, lapisan tengah tidak ada padahal lapisan inilah yang tugasnya mengeratkan lapisan atas dan bawah. Akibatnya, kulit menjadi sangat rapuh dan mudah terluka seperti sayap kupu-kupu, bahkan ketika tersentuh atau tergesek sesuatu. Pada kulit yang normal, lecet hanya akan terjadi ketika mengalami gesekan yang cukup keras. Namun pada penderita EB, digaruk sedikit saja akan meninggalkan luka yang tak sembuh-sembuh. Saking rapuhnya, anak-anak penderita EB juga sering disebut ‘anak kupu-kupu’ merujuk pada lemahnya sayap kupu-kupu.


Ibu Pitre, Tina Boileau segera mengundurkan diri dari kuliahnya untuk merawat anaknya yang spesial ini
17 Tahun Hidup Menderita, Remaja Pengidap Sindrom ‘Sayap Kupu-kupu’ Meninggal


Setiap harinya, Pitre tak pernah lepas dari rasa sakit bahkan saat tidur sekalipun. Saat masih bayi, ibunya membuatkan bantalan khusus dari kain sutra dan bahan-bahan lembut lainnya hanya untuk ia belajar merangkak. Semakin bertumbuh, Pitre sadar bahwa ia harus berdamai dengan rasa sakit yang menemaninya setiap hari akibat sindrom sayap kupu-kupu. Ibunya lah yang selalu menyemangatinya untuk tetap hidup layaknya anak-anak pada umumnya.


Pitre tetap bersekolah bahkan juga cukup aktif dalam olahraga hoki
17 Tahun Hidup Menderita, Remaja Pengidap Sindrom ‘Sayap Kupu-kupu’ Meninggal


Selain hoki, ia menyukai sains terutama fisika. Nilai-nilainya hampir semuanya A, terlepas dari rasa sakit yang dideritanya setiap hari. Perbedaan yang dirasakannya hanya ketika teman-temannya bisa main dan berolahraga sedangkan ia hanya bisa menonton dari pinggir lapangan. Lagi-lagi, peran ibunya sangat penting. Tina selalu mengajaknya bersepeda, mengendarai go-kart, bahkan ice skating sehingga Pitre tetap tumbuh dengan bahagia.


Aktivitas yang bagi kita umum dilakukan sehari-hari adalah ritual panjang bagi Pitre, misalnya mandi
17 Tahun Hidup Menderita, Remaja Pengidap Sindrom ‘Sayap Kupu-kupu’ Meninggal


Untuk mandi saja, ibunya harus mengoleskan salep dan membalutkan perban ke sekujur tubuhnya lalu melepasnya sejenak dan membalutkan yang baru setelahnya. Mandi saja bisa memakan waktu berjam-jam. Bayangkan ketika kamu mengeringkan tubuh dengan handuk. Nah jika Pitre dihanduki seperti itu, maka seluruh tubuhnya akan lecet dan melepuh, lukanya juga sulit kering. Sekarang bayangkan hidup 17 tahun dengan kondisi seperti itu. Lelah kan? Tapi Pitre tetap semangat.


Pitre menemukan makna hidupnya pada usia 12 tahun ketika menghadiri konferensi EB yang digelar oleh DEBRA Canada
17 Tahun Hidup Menderita, Remaja Pengidap Sindrom ‘Sayap Kupu-kupu’ Meninggal


Sejak lahir pada tahun 2000, ia menjalani hidupnya dengan biasa saja—selain tentu menahan rasa sakit setiap hari—dan bertanya-tanya untuk apa ia hidup sebenarnya. Penderita EB atau sindrom sayap kupu-kupu biasanya hanya bertahan hingga usia 20, maksimal 25 tahun. Belum ada obat untuk penyakit ini. Konferensi ini adalah titik balik bagi hidupnya karena ia juga menjumpai banyak anak-anak bernasib sama dengan dirinya. Ia merasa bahwa ia lahir untuk membantu orang-orang yang senasib dengannya.


Ia lalu diangkat menjadi duta EB dan berhasil menggalang dana lebih dari USD 200000
17 Tahun Hidup Menderita, Remaja Pengidap Sindrom ‘Sayap Kupu-kupu’ Meninggal


Setelah cerita tentang Pitre dan penderita EB mengudara, banyak orang dan instansi, tak ketinggalan juga atlet hoki terkenal bahkan Justin Trudeau Perdana Menteri Kanada berdonasi untuk DEBRA, organisasi yang mendampingi anak-anak dan keluarga penderita EB. Cerita Pitre juga telah menyebar di berbagai media internasional seperti People Magazine, DailyMail, ESPN dan Huffington Post serta beberapa lainnya.


Suatu saat karena kondisinya melemah, ia tidak bisa melanjutkan sekolah
17 Tahun Hidup Menderita, Remaja Pengidap Sindrom ‘Sayap Kupu-kupu’ Meninggal


Ia merasa kesakitannya bertambah dan sering tertidur karena kelelahan di sore hari. Akhirnya ia berhenti sekolah. Dokter pun mencoba transplantasi kulit dengan mengambil jaringan ibunya. Sayangnya upaya ini tidak berhasil dan ia bertambah sakit. Pilihan satu-satunya saat itu adalah transplantasi sel induk yang risikonya cukup tinggi.


Tahun 2016, Pitre menjalani transplantasi eksperimental di Minnesota
17 Tahun Hidup Menderita, Remaja Pengidap Sindrom ‘Sayap Kupu-kupu’ Meninggal


Operasi ini didanai OHIP sebesar USD 1 juta di bawah penanganan Dr. Jakub Tolar dari University of Minnesota. Operasi pertamanya tak berjalan lancar, Pitre kecewa namun kembali lagi ke Minnesota pada awal tahun 2017 untuk menjalani operasi sumsum tulang belakang. Luka-luka di kaki dan punggungnya perlahan kering dan sembuh.


Namun kebahagiaan ini tak berlangsung lama
17 Tahun Hidup Menderita, Remaja Pengidap Sindrom ‘Sayap Kupu-kupu’ Meninggal


Pitre mengalami infeksi dan dirawat di rumah sakit sejak 30 Maret 2018 lalu. Ibunya masih berharap bahwa ini hanyalah seperti infeksi-infeksi yang biasa dialaminya dan akan berlalu. Pitre juga mengalami resistensi antibiotik. Gabungan keduanya menyebabkan gangguan pada sistem napas. Tanggal 2 April 2018, Pitre dipindahkan ke unit gawat darurat. Kondisinya semakin parah ketika paru-parunya terisi cairan dan perlahan jantungnya berhenti berdegup.

Tak kuat melihat penderitaan putranya, Boileau meminta pihak rumah sakit memindahkan Pitre kembali ke ruang perawatan biasa. Di situ dokter masih berusaha untuk memberikannya pertolongan dengan alat kejut. Namun sepertinya memang sudah saatnya Pitre terlepas dari penderitaannya selama 17 tahun terakhir. Penyakit EB hanya ditemui pada 1 dari 17.000 anak di seluruh dunia dan bersifat genetik, biasanya diturunkan dari salah satu orang tua. Hingga saat ini belum ada obat atau metode yang ditemukan untuk menyembuhkan EB.

Selamat jalan, Pitre!


Sumber : https://www.yukepo.com/hiburan/sains...gn=Partnership

---

Baca Juga :

- 17 Tahun Hidup Menderita, Remaja Pengidap Sindrom ‘Sayap Kupu-kupu’ Meninggal Sering Kita Lakukan, Ternyata Menahan Kencing Bisa Membahayakan Kesehatan, Lho! Nggak Lagi-Lagi!

- 17 Tahun Hidup Menderita, Remaja Pengidap Sindrom ‘Sayap Kupu-kupu’ Meninggal Sebabkan Kista 5 Kg di Rahim Perempuan Malaysia, Inilah Bahaya Obat Pemutih dan Pelangsing!

- 17 Tahun Hidup Menderita, Remaja Pengidap Sindrom ‘Sayap Kupu-kupu’ Meninggal Bikin Terpingkal-Pingkal, 9 Penemuan Masa Lalu Ini Kocaknya Keterlaluan. Gagal Paham Deh!

tien212700
tien212700 memberi reputasi
1
2.2K
13
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.4KThread84.5KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.