Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

kh4msinAvatar border
TS
kh4msin
Rachmawati Minta KPK Periksa Megawati dalam Kasus BLBI
Rachmawati Minta KPK Periksa Megawati dalam Kasus BLBI

CNN Indonesia | Jumat, 20/04/2018 16:40 WIB


Rachmawati Soekarnoputri meminta KPK memeriksa Megawati dalam kasus dugaan korupsi BLBI. (CNNIndonesia/Abi Sarwanto)

Jakarta, CNN Indonesia -- Rachmawati Soekarnoputri menyindir kebijakan kakaknya, Presiden ke-4 Indonesia Megawati Soekarnoputri terkait kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Saat menjadi presiden, Megawati disebut menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 18 Tahun 2002 tentang Pemberian Jaminan Kepastian Hukum kepada Debitur yang Telah Menyelesaikan Kewajibannya atau Tindakan Hukum kepada Debitur yang Tidak Menyelesaikan Kewajibannya Berdasarkan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS).

Rachmawati menilai seharusnya KPK memeriksa Megawati karena menerbitkan Inpres tersebut.

Lihat juga:  Syafruddin Minta Boediono dan Sri Mulyani Jelaskan Kasus BLBI

"Menurut saya bukan Syafruddin Tumenggung yang diperiksa, tapi siapa yang memberi kebijakan Inpres Nomor 18 Tahun 2002. Itu pada waktu Presiden Megawati," ujar Rahmawati saat memberi pidato di sebuah acara di Jakarta Selatan, Jumat (20/4).

Rachmawati menyebut KPK keblinger jika tidak memeriksa Megawati dalam kasus BLBI. Ia juga menilai kasus BLBI sebagai kasus korupsi yang paling menyengsarakan rakyat sepanjang sejarah Indonesia.

"Saudara tahu itu memang saudara saya, tapi saya tetap sebutkan. Soal keadilan, kebenaran, itu tidak ada pardon," tegasnya.

Kasus BLBI sudah bergulir sejak era pemerintahan Megawati. KPK baru menetapkan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Temenggung sebagai tersangka korupsi penerbitan SKL BLBI kepada Sjamsul Nursalim. 

Kini Syafruddin ditahan. Berkas penyidikannya pun sudah rampung dan akan segera dilimpahkan ke pengadilan. 

Lihat juga:  Syafruddin: SKL BLBI Sjamsul Atas Perintah Dorodjatun Cs

Rachmawati juga menyindir kebijakan Presiden Joko Widodo yang menurutnya tidak pro rakyat dan pemikirannya tidak dekat dengan rakyat.

"Misalnya bagi-bagi sepeda. Sekarang sudah lebih lagi naik motor ya, Pak. Bagi-bagi apalagi sertifikat tanah, lempar-lempar sembako. Dianggap apa rakyat ini dilempar-lempar begitu?" ucapnya menyindir.

Rachmawati menutup pidatonya dengan meminta para hadirin untuk tidak lagi salah memilih presiden. Namun dia tak menyebut nama pemimpin yang layak dipilih.

"Next 2019, insyaallah jangan sampai kita keliru lagi kalau kita ingin memenuhi harapan rakyat. Cari pemimpin yang amanah, yang mengerti penderitaan rakyat," kata Rachmawati.

https://www.cnnindonesia.com/nasiona...lam-kasus-blbi


Quote:



Megawati Tak Tersentuh,
Setelah Ketua KPK Tak Akan Usut Kebijakan BLBI
 SABTU, 21 APRIL 2018 , 08:49:00 WIB 

RMOL. Sikap bulat Ketua KPK Agus Rahardjo yang tak akan mengkriminalisasi kebijakan penanganan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) diyakini membuat Megawati Soekarnoputri senang. Soalnya, ketum PDIP itu tak akan disentuh-sentuh dalam kasus yang terus heboh dan tak tuntas-tuntas ini.

Megawati memang terus diseret-seret dalam kasus BLBI. Sebab, Instruksi Presiden (Inpres) yang diterbitkannya menjadi dasar bagi penerbitan SKL(Surat Keterangan Lunas) untuk para obligor BLBI. 

Adik Mega, Rachmawati Soekarnoputri heran dengan sikap KPK yang terkesan mengamankan kakaknya itu. Rachmawati menilai pernyataan Ketua KPK 'keblinger'. 

"Tadi pagi saya baca koran, kata ketua KPK kebijakan di kasus BLBI itu tidak bisa dikriminalisasi. Ini kan bikin keblinger orang. Justru kebijakan itulah yang membuat kita ini salah," tegas Rachmawati saat menjadi pembicara kunci di diskusi "2019 Presiden Harapan Rakyat" di kawasan Buncit Raya, kemarin. 

Karena itu, Rachmawati meyakini Syafruddin Arsyad Temenggung, eks Kepala BPPN yang sudah menjadi pesakitan dalam kasus ini, bukanlah pelaku utama. "Periksa bonggolnya. Siapa yang memberikan kebijakan Inpres No 8 tahun 2002, ini pada waktu Presiden Megawati," tuturnya. "Saudara tahu itu (Mega) memang saudara saya, tapi saya tetap sebutkan. Soal keadilan, kebenaran, itu tidak ada pardon," tegas Rachmawati. 

Terpisah, Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar juga menyebut, penyelesaian BLBI tidak bisa dilepaskan dari Inpres Nomor 8 tahun 2002 yang menjadi dasar SKL BLBI. 

"Karena Inpres inilah yang melegitimasi pembayaran para obligor hanya mencapai 17 sampai dengan 21% dari nilai keseluruhan utangnya," ujarnya, kepada Rakyat Merdeka, semalam. 

Fickar juga menyoroti pernyataan Agus Rahardjo yang terkesan tak akan menyentuh Mega. Dia menilai, pernyataan Agus bukanlah pernyataan yuridis. "Itu bahkan cenderung sebagai pernyataan politis," imbuhnya. 

Karena itulah, Fickar mengingatkan, sepanjang ditemukan bukti-bukti yang cukup untuk mengusut dan menempatkan seserang sebagai tersangka, tidak ada alasan menghentikan perkara ini. 

"Kecuali SP3, tapi itu tidak dipunyai KPK atau perintah putusan praperadilan," tandasnya. 

Sementara itu, Ketua DPP PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno meminta publik tidak menyeret-nyeret Mega dalam kasus SKL BLBI. Hendrawan mengingatkan, sebagai presiden, Mega adalah mandataris MPR yang terakhir. Dalam posisi demikian, Mega harus menjalankan perintah dalam Tap MPR dan UU yang terkait dengan percepatan penyelesaian krisis, termasuk restrukturisasi perbankan, restrukturisasi utang swasta dan tugas-tugas BPPN. 

"Kebijakan pemberian SKL yang dilakukan, turun dari perintah Tap MPR dan Undang-undang," jelas Hendrawan kepada Rakyat Merdeka, semalam. 

Inpres terbit berdasarkan Tap MPR Nomor VI/MPR/2002 tentang rekomendasi yang berkaitan dengan perjanjian PKPS yang berbentuk Master of Settlement Agreement And Acquisition Agreement (MSAA); Master Of Refinancing And Note Issuance Agreement (MRNIA); dan Perjanjian PKPS serta Pengakuan Utang. 

Kemudian pada 30 November 2006, BPK menyerahkan 11 laporan audit terhadap seluruh kegiatan BPPN, termasuk pemberian SKL kepada 21 PKPS (penyelesaian kewajiban pemegang saham. "Disimpulkan, SKL telah sesuai dengan kebijakan pemerintah, Inpres 8/2002 dan tidak ada kerugian negara. Audit yang dilakukan BPK sudah jelas dan tegas," tegas Hendrawan. 

Karena itu, Hendrawan heran ketika tetiba KPK pada Desember 2014 menengarai ada penyimpangan dalam penerbitan kepada Pemegang Saham Pengendali (PSP) BDNI, Sjamsul Nursalim. 

Kemudian Maret 2017, KPK menetapkan Syafruddin Temenggung sebagai tersangka dan menahannya pada Desember 2017. 

Alasannya, dalam audit investigatif Agustus 2017, tiba-tiba ditemukan kerugian negara dalam kasus SKL untuk BDNI sebesar Rp 4,58 triliun. "Kita terhenyak, 2 audit dari lembaga yang sama, melahirkan kesimpulan berbeda. Ada apa ini Sudahlah, kita jangan bermain-main atau mempermainkan hasil audit. Hukum jangan dijadikan alat untuk politik praktis," tandasnya. 

http://politik.rmol.co/read/2018/04/...Tak-Tersentuh-

-------------------------------

Gusti Allah iku mboten sare ... makanya ojo adigang, adigung, adiguna ...

0
2.4K
21
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.2KThread41.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.