Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

Dejavu.CucudAvatar border
TS
Dejavu.Cucud
Ketika Kopassus Tak Kebagian Baret Merah
Jakarta - Ketika parade Hari ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/ sekarang TNI) pada 5 Oktober 1953, seragam dan perlengkapan KKAD (Korps Komando Angkatan Darat) cikal bakal Kopassus terlihat paling garang dibandingkan pasukan lain.

Letnan R.A. Fadillah yang memimpin barisan mengacungkan belati model Belanda yang dipakai pasukan Hindia-Belanda di masa perang Aceh. Pisau ini dikenal sebagai belati fairbairn-sykes dan menjadi senjata utama pasukan khusus di seluruh negara.

Kenneth J. Konboy dalam Kopassus: Inside Indonesia's Special Forces menuliskan ide soal seragam dan perlengkapan ini datang dari Idjon Djanbi. Dia adalah komandan pertama KKAD yang sebelumnya merupakan perwira pasukan elit Belanda.

Saat bertugas di Indonesia, Idjon yang nama aslinya Kapten Rokus Bernandus Visser bersimpati kepada perjuangan republik. Dia menikah dengan perempuan Sunda dan masuk Islam, serta mengganti namanya menjadi Mohammad Idjon Djanbi dan menjadi petani bunga di Lembang.

Sebelum berkiprah dalam pembentukan Kopassus, Idjon Djanbi, pernah terlibat operasi Market Garden bersama Divisi Lintas Udara 82 Amerika Serikat pada 1944. Sepak terjangnya sebagai bagian pasukan sekutu itulah yang mengilhami Idjon untuk menentukan seragam dan perlengkapan Kopassus.

Belati ini tak hanya menjadi perlengkapan Kopassus. Konboy menyebutkan Djanbi menyelenggarakan sayembara membuat desain lambang pasukan. Ia memilih desain bergambar gabungan belati, jangkar, dan sayap.

"Seorang letnan memberikan gambar gabungan belati (menggambarkan operasi darat), jangkar (menunjukkan kemampuan operasi perairan), dan sayap (menggambarkan kecepatan mobilitas)," tulis Konboy.

Namun ada keinginan yang belum kesampaian ketika gelar parade di Hari ABRI itu. Idjon menginginkan baret merah untuk pasukannya. Sedangkan pada tahun itu Markas Besar Angkatan Darat hanya memberikan izin khusus warna baret pada dua korps, yakni korps artileri yang mengenakan warna coklat dan korps kavaleri yang mengenakan warna hitam.

"Mengingat kembali pengabdiannya bergabung dengan Angkatan Bersenjata Belanda, Djanbi ingin mengenakan baret merah seperti yang dulu dipakainya selama sekolah pelatihan pasukan penerjun," tulis Konboy.

Atasan Kopassus hanya menyediakan baret warna hitam kepada para personel. Pasukan gemblengan Djanbi ini tak kehilangan akal, mereka lantas mencelupkan baret mereka ke dalam air teh kental. Hasilnya masih tak cukup merah, mereka hanya mendapat warna kecokelatan.

Ketidaktersediaan baret ini hanya menunjukkan dana cekak militer Indonesia. Bahkan seragam loreng yang mereka kenakan pada masa itu merupakan sumbangan dari Belanda. Seragam ini dulunya dipakai oleh tentara AS dalam perang dunia kedua.

Seragam loreng ini memiliki fungsi reversible (bolak-balik) dengan warna hijau dominan untuk perang di hutan dan warna cokelat dominan untuk peperangan pantai. Namun pasukan AS sendiri mengeluhkan pakaian ini terlalu gerah untuk dikenakan dalam perang daerah tropis. Fungsi bolak-balik-pun tak dapat digunakan karena mereka sering terserang diare ketika perang di tengah hutan sehingga bagian selangkangan pakaian terkena kotoran mereka sendiri.

sumber
jokohadiningrat
jokohadiningrat memberi reputasi
1
2.1K
13
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
672.2KThread41.8KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.