Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

minggatnowAvatar border
TS
minggatnow
Aku Minggat
Hari ke empat aku minggat, terdampar di daerah Latsari, pojokan sebuah perumahan, tepat di sebelah tambak ikan yang sudah ditelantarkan pemiliknya. Mungkin sempat diubah menjadi kolam pemancingan, kemudian kembali ditelantarkan.

Saat ini hujan, aku berteduh di sebuah warung kopi tepat di sebelah kolam-aku sebut demikian-dan memesan kopi pahit setelah lebih dulu memastikan harga secangkir.

Di belakangku duduk empat orang seumuranku, dari apa yang aku dengar semuanya belum menikah. Satu diantaranya mengobati kesepianya dengan janda teman sekolahnya dulu, yang satunya dengan sabun (klasik) "atau apapun asal licin, kasian junior!" kemudian mereka tertawa. Aku juga, itu cukup lucu.

Perhatianku beralih kepada pasangan tua (gendut, sepertinya banyak duit) muda (cantik dan sexy, bajunya ngepres berwarna putih dan tipis, bra nya hitam - aku mengamati cukup detail) yang duduk disebelah ku, yang tua dan gendut memesan kopi, "yang kental, gulanya takaran normal tambah satu sendok lagi, lalu tambahi susu kental satu sendok teh, aduk 30 putaran" dia ngomong demikian dengan nada kasual dan jujur tampangnya memang bersahabat, dia menundukkan kepalanya dan sedikit tersenyum padaku saat memergoki aku sedang memperhatikan celah antara jeans dan kaos pasangannya (sudah ku katakan, pakaianya "ngepres "
celana dalamnya juga hitam, sepertinya model tali. Cukup

Dengan susah payah aku kembalikan fokusku pada kolam di sebelah, warna airnya hijau gelap. Sejatinya bening, tapi dasarnya memang lumpur,memang bekas tambak. Tadi, sebelum hujan, aku memang agak lama melamun disitu. Berhenti sebentar karena ada yang menepuk padakku. Wajah yang menepuk pundakku terlihat familiar. Matanya keruh, ada dua garis tegak lurus di antara aslinya yang sudah mulai memutih. Saat berbicara keliatan jelas giginya palsu semua.

Dia duduk di sebelahku setelah meminta ijin kemudian menyiapkan umpan pada kailnya dan dengan gaya amatir dia melempar kailnya ke tengah kolam. Dia tertawa, "puluhan tahun aku belajar memancing, kamu tak salah dengar. Aku belajar puluhan tahun hanya untuk kemudian melihat pandangan mata sepertimu barusan" dia tertawa lagi.

Dia bilang namanya Bejo. Nama ejekan dari teman sebayanya dulu waktu masih muda. Sebagai ejekan nasibnya yang apes (hampir) dalam segala hal. Waktu bilang demikian dia memberi kode tanda kutip saat mengucapkan "hampir" dan tertawa lagi. Aku mengikuti.

Dia juga bilang pandai melakukan "hampir" apapun, artikan secara harfiah katanya. Pada titik ini aku rasai dia tidak menganggap kemampuanya yang "hampir" pandai dalam sehala hal itu sebagai sebuah kelebihan. Dia meletakkan pancinganya dengan asal, seolah bisa menangkap pertanyaanku yang belum aku ucapkan, "sudah kubilang, aku belajar puluhan tahun soal memancing, mungkin belum cukup pandai untuk bisa disebut ahli bahkan sebaliknya aku sadar memang aku" tak berjodoh"dengan pancingan. umpan terakhirnya yang dimakan ikan terjadi 60 tahun silam, di sungai kecil sebelah sawahnya. Itupun, katanya lagi, tak bisa disebut dimakan ikan karena yang memakan umpanya adalah yuyu" aku tertawa lebih dulu. aku menyukai orang ini.

Dari kresek hitam disebelahnya dia mengambil.... err cerutu? memotongnya kemudian susah payah menyalakanya. Baru setelah diputar putar baru menyala, dia menghisapnya sangat dalam,"dari tembakau yang aku tanam sendiri" aku teringat kata "hampir". sepertinya memang demikian. kami berdua sama-sama berdiam diri, mencari bahan omongan.

"Aha! maafkan orang tua yang pelupa ini" dia merogoh saku celananya dan menyodorkan rokok filter kepadaku, warna nya merah hitam, rokok kesayanganku saat banyak uang. "itu buat di rumah, anakku galak sekali perihal regulasi rokok, aku menurutinya setengah hati dengan mengurangi ukuran rokokku.
daripada tidak merokok sama sekali.

Perempuan sexy pasangan bapak2 yang tadi duduk disebelahku tadi mendekatku krmudian menyapa," sepertinya aku pernah melihatmu?" "aku tidak" jawabku singkat, cepat dan tepat. Dia tersenyum manis dan cantik dan sexy dan ngepress,
"dia pergi, sepertinya lama, urusan bisnis, aku tak mengerti bisnis apa, yang aku tau dia akan membayarku sesua waktuku yang aku habiskan bersamanya" dia duduk tanpa aku persilahkan, lalu membenarkan posisi kaos oblongnya yang memang sudah longgar agar memperlihatkan lebih jelas tali branya yang berwarna hitam, seolah2 masih kurang jelas, lalu melanjutkan "aku pernah melihatmu"

"aku tidak" jawabku sekali lagi, lebih cepat dan lebih jelas,dia tersenyum. Manis.

"Dia sudah jauh, percayalah dia tak akan tau dan benar aku memang pernah melihatmu"

"Aku tidak"

"Aku teman sekamar Viona" kali ini aku benar-benar melihat matanya, tidak lagi berkutat di titik resletingnya. dia memang cantik dan sexy.

Yang dia maksud Viona itu adalah seorang sepertinya juga. Aku mengenal dia setahun yang lalu saat aku bekerja disebuah kafe remang2 di daerah Dasin, Tuban. Perempuan yang menurutku bertanggung jawab atas babak belurnya lima orang preman yang ngakunya sebagai keamanan daerah situ.

Malam Minggu, minggu terakhir bulan Pebruari. Belum genap sebulan aku bekerja sebagai seorang waitress di kafe karaoke Surga. Aku cukup tau peraturan tertulis tentang kafe secara umum. Aku tau kafe tidak boleh buka sebelum Isyak dan harus tutup jam 12 malam, kecuali malam minggu, bisa di extended sampai jam 1 pagi. Juga peraturan tentang tidak boleh memperkerjakan anak dibawah umur sebagai karyawan. Yang aku tidak tau-lebih tepatnya lupa-seperti halnya aturan pada umumnya, dibuat hanya dengan satu tujuan. Sebagai pajangan.

Maka malam itu, jam satu pagi, aku mengetuk ruang VIP yang sedang disewa oleh lima orang preman situ, dan memberi tahu bahwa sudah waktunya jam tutup. Mereka tidak mendengar aku mengetuk pintu, semua merasa terhina, mereka merasa aku telah mengganggu privasi mereka (aku tahu ini kemudian hari setelah diberi tahu Viona) dan langsung melabrak aku yg masih berdiri takzim tanpa menunjukkan rasa bersalah karena telah mengganggu apapun kesibukan mereka sebelum pintu ruanganya aku buka.

Di dalam ruangan tersebut semua orang hampir teler, Viona sepertinya tertidur. Dia tak bergerak tapi yg menjadi perhatianku adalah tali bra nya yang sudah terlepas, talinya loh yang aku perhatikan, bukan isinya yg lagi menggantung seolah memanggil itu.

Duh

Beberapa menit kemudian, si Bajul, pentolan komplotan itu keluar dan langsung melabrakku yang waktu itu sedang menggantikan satpam menjaga parkiran. Pertengkaran ala ibu2 pun terjadi, lima preman itu menyerangku, bukanya sombong, tapi jujur saja menghadapi orang yang berdiri saja sudah susah, dimana sulitnya?

Besoknya aku mendatangi rumah bosku dan meminta berhenti, lalu aku meninggalkan Tuban. Sampai disitu saja sejatinya cerita yang aku tau.
sampai kemudian perempuan seksi dan cantik dan manis dan sedang pakai kaos ngepres berbahan tipis abis di depanku ini menceritakan kejadian setelah aku mengundurkan diri, dari sisi Viona.

Bagian ini tak kan aku ceritakan, aku simpan saja sendirian.

Si seksi di depanku ini sebut saja Mawar, biar saja terdengar seperti korban pelecehan seksual, haha maafkan aku Selfie, sulit cari nama untuk menyamarkan nama aslimu. Eh

Selain daripada wajahnya yang rupawan dan bodinya yang menawan, ternyata dia teman bicara yang cukup menyenangkan. Kalau saja dia bukan teman Viona , jujur saja,aku tak akan kuat menyewa jasanya barang satu jam. Hampir saja aku sujud syukur saat dia bilang hendak menungguku di sini nanti sehabis magrib, "aku tak punya uang" jawabku jujur, sejujur jujurnya. "aku tak butuh uangmu" jawabnya sambil tersenyum.

"Aku sudah punya istri"

"Aku yakin aku lebih cantik daripada istrimu"

"Kau lebih cantik dari istri semua orang, tapi tidak, aku sudah punya anak"

"Itu berarti istrimu tak lebih seksi dari aku"

"Dia memang gak pernah seksi dan kamu lebih seksi dari istri semua orang, tapi tidak"

"Kau menolak tapi merayu"

"Aku berkata jujur. Kau memang cantik dan seksi"

"Kalau begitu kenapa gak mau? aku bisa jadi pacarmu, tak masalah buatku. Semua yang menyewaku juga beristri"

"Kau lebih dari 45kg"

Dia cemberut.

Aku tertawa kemudian menyetujui nya, beberapa saat kemudian bapak2 yang menyewanya kembali dari urusan bisnisnya,lalu menggandeng mesra Mawar dan berlalu. Sempat2nya si Mawar melemparkan senyum penuh arti kepadaku. Mendadak kopiku terasa manis.

Setelah dia pergi, aku panggil penjaga warung buat bayar kopiku. Sekedar basa-basi aku tanya, "totalnya berapa mas?" Sejujurnya aku sudah tau (sudah aku pastikan sebelum pesan kopi tadi) 2rb.

Aku pulang untuk mandi, bukan pulang ke rumah istri tentu saja, tapi ke Sleko tepatnya di pom bensin, kamar mandinya bersih dan gak ada yang menjaga kotak amal nya. Jadi cukup seribu tiap aku mandi dan cuci baju. Setelah mandi dan ganti baju (baju kotor yg sudah aku cuci, aku ikat di antara spion, sekedar catetan) Aku muter2 di tengah kota sekedar menunggu gelap sebelum kembali ke warung kopi di Latsari. Dasar apes, ada penertiban lalu lintas di Gardu Laut

Jancuk

Menuruti arahan petugas, aku berhenti di trotoar, hanya membuka kaca helem tanpa mematikan mesin, dan beginilah percakapan yang terjadi (tanpa editan) ;

"Tolong tunjukan surat2nya Pak"

"Gak bawa Pak, jangankan SIM atau STNK, KTP saja aku gak bawa, masih di DUKCAPIL buat pembaharuan"

"Kok bisa?"

"Aku minggat Pak, di dalam tas ada Ijazah kalo Anda mau periksa, juga ada piagam PASKIBRA dan PRAMUKA , celana dalam dan sarung"

"Lha..." petugasnya percaya dan memang aku gak bohong.

"Trus ini dari mana? mau kemana?"

"Habis mandi dari pom Sleko, dan mau ke.... sana..." Aku nunjuk saja arah jalan dengan muka melas dan pandangan hampa, sengaja aku menggantung kata "sana" dan aku beri jeda. Untuk meninggalkan kesan bahwa aku sedang dalam keadaan tak punya tujuan.

"Spakah aku kena tilang Pak? ada uang 3rb di dompet, tadinya ada 4rb,yang seribu aku masukin kotak amal di depan kamar mandi pom"

"Gak... gak.. gak... jalan terus saja, dan juga segera pasang spionmu yang sebelah kiri, demi keselamatanmu sendiri, ingat keluargamu dirumah menunggu"

Dan aku melanjutkan perjalanan. Sepanjang perjalanan aku memikirkan apa yg Polantas tadi katakan padaku, ucapan yang bijak dalam waktu yang jelas tidak tepat, sudah kubilang dengan jelas aku minggat, harusnya dia tau mana ada seseorang minggat dari rumah kalau keluarganya masih menginginkan keberadaanya?

Saat adzan Magrib aku sampai di Latsari, aku melihat Bejo sudah kembali duduk dipinggir kolam, dia belum ganti baju, satu-satunya yang baru adalah sekarang dia bawa alas duduk, sebuah poster salah satu pasangan cabub cawabub pilkada yang lalu.

Wong edyan.

"Ah kau Iwan! aku kira sudah dapat hidayah dan memutuskan buat kembali pulang! sayang sekali, tadi hujan bukankah kau kedinginan? sejauh yang aku tau gak ada yang lebih hangat daripada selimut yang hidup" dia berhenti sebentar, lalu melanjutkan setelah tertawa lebih dulu dan menjawab pertanyaanku yang masih berada dalam hati, "kau lagi minggat bukan? jelas terlihat dari tas yang kau bawa, penuh debu menunjukkan itu tas yang lebih sering menggantung di dinding daripada kau gunakan dan petunjuk yg lebih jelas adalah mukamu, kusut benar padahal baru saja mandi!"

Aku batalkan niatku buat menemaninya mancing, dia kembali tertawa melihatku cemberut dan masih saja mencoba membully keadaan ku," ingat Iwan, wajah rupawan atau body menawan pada seorang perempuan selamanya adalah bungkus, isinya sama perempuan! yang dirumah atau yang sedang mengajakmu ketemuan, tak ada bedanya! ah apa yang aku tau tentang perempuan? maafkan, silahkan lanjut

Setelah memesan kopi aku kembali memikirkan apa yang si Bejo ucapkan, beberapa saat aku tertegun, bagaimana dia tau semua itu? lalu aku menengok kearah kolam dia sudah tidak ada di sana, bahkan alas dan alat pancingnya!

WHAT THE FUCK

Gak lama setelah kopi ku diantar, mawar tiba. Dia menggunakan t-shirt polo warna merah muda dipadu dengan jeans ketat potongan 3/4 berwarna biru, kasual. Tapi entah kenapa, melihatnya yang tampil biasa itu hati kecilku berbisik-lebih tepatnya berteriak-"jangan pulang, jangan pulang JANGAN PULAAAAAAANG"

"sudah lama?" katanya membuka obrolan, dan langsung duduk disebelahku tanpa aku persilahkan. Aku menggeser posisiku pelan-pelan dan mengatur perasaan. Melihat tingkahku dia tersenyum dan bilang, "kenapa geser? di sini gelap dan barusan turun hujan" dia menggeser duduknya lebih dekat sampai paha kami sepenuhnya bersentuhan. dasar pramuria wanita pelayu jalang! murahan! gak tau diri! pengertian, loh?

"aku gak punya uang" jelasku sekali lagi, yang jujur saja menikmati tingkahnya yang ehem, pengertian ini dan juga memastikan bahwa usahanya untuk merayuku tidak akan berbuah uang. Dia tertawa lalu mengalihkan pembicaraan.
Banyak yang kami bahas, dari isu lokal sampai internasional. Pengetahuannya luas, terlalu luas untuk seorang yang menurutku performa kerjanya hanya ditentukan oleh fisiknya saja. Dia langsung membalas pendapatku tadi. Dia menjelaskan bahwa klienya (dunia luar menyebutnya lelaki hidung belang) semuanya pebisnis, dan semuanya rata-rata tidak hanya butuh jasa selangkanganya tetapi juga membutuhkan teman bicara. Benar tubuhnya lah yang paling mereka inginkan tetapi tidak sepenuhnya. Sampai disini, aku rasa dia tidak mengada2

Dia menanyakan bagaimana pendapatku tentang pekerjaanya. Aku jawab dengan jawaban umumku apabila mendapat pertanyaan semacam ini, "apapun yang kau kerjakan, asal kau sukai dan cukup memberimu makan, lakukan" dia sepertinya mengharapkan jawaban yang lain dariku. Dia seorang pramuria, pramuria, wanita panggilan atau apalah. "setiap pekerjaan mempunyai kehormatanya masing-masing (ini menurutku pribadi loh, jangan diambil hati) menjadi seorang wanita sepertimu juga. Buatku wanita sepertimu adalah penolong lelaki yang kesepian, yang mungkin tak kuat menunggu malem jumat dengan istrinya atau mungkin lelah menunggu jodohnya yang belum kelihatan batang hidungnya dan lebih dari semuanya, wanita sepertimu adalah wanita dengan tarif termurah, berapapun rupiah yang kamu patok, ujungnya sama rupiah, bisa kami hitung dan mudah kami cari, sementara di luar sana wanita-diluar golonganmu meminta lebih dari sekedar rupiah (masih butuh) mereka menuntut kami seutuhnya, seumur hidup, lahir dan batin.
Muahal sekali.

"aku butuh yang seperti itu, yang bisa memberiku lebih daripada sekedar rupiah" dia berkata lirih sambil menatap mataku. Sku kembali menggeser posisi duduk.

Jam 10 malam, aku minta dia pulang. dia memintaku untuk mengantarnya sampai kontrakan. Aku dengan berat hati menolaknya, "ini sudah terlalu malam, gak enak diliat orang"

"ini baru jam 10,dan aku wanita panggilan"

"Mawar, aku tak punya uang untuk memposisikan kamu menjadi wanita panggilan, dan aku sudah beristri untuk memposisikan kamu di sisi yang lain. Sudah aku jelaskan, aku cuma lelaki mata keranjang bukan lelaki hidung belang, yang jelalatan itu mataku, bukan selangkanganku"

Kami berdua tertawa kemudian dia pamit, aku langsung balik arah menuju kopi pahitku yang hampir kering. Beberapa saat kemudian, sebuah Jazz berwarna merah berhenti di depan warung kopi, mesinya masih menyala, hanya kacanya terbuka dan mawar melambai2 dari dalam, ber - dadah dadah-ria. Aku menelan ludah lalu melihat motor maticku yang semalam kelilangan spion sebelah kiri, plat nomornya yang miring karena bautnya hilang sebelah dan warna birunya yang tertutup debu.

Butuh secangkir lagi kopi pahit sampai akhirnya aku berdamai dengan kedua hati kecilku. Keduanya menyayangkan ketololanku lantaran menyianyiakan wanita seperti mawar. Hati yang kiri bilang, "kapan lagi dapat yang seperti itu? udah cakep, seksi, pinter dan gratis pula, dasar bego, gak bosan kau sama papan cucian di rumah?" Aku teguk setengah cangkir menenangkan pikiran, memantapkan keputusan, eh di tambahi hati yang sebelah kanan, "padahal dia ingin berubah, dara serupawan itu (maksudnya cantik) lihat bagaimana dia menjaga karunia Tuhanya (maksudnya, bodynya seksi) dan dia tidak menuntut apapun dari kamu (maksudnya gratisan). Sama saja! setelah dengan susah payah dan berdarah2 memaksa hati untuk diam, aku bayar kopi ku secangkir (yang awal dibayarin mawar emoticon-Big Grin) aku hendak pulang.

Baru sepuluh meter keluar dari warkop. Aku berhenti dipinggir jalan, tercenung. Aku sadar sesuatu yang seharian aku lupakan. Kemana aku pulang?

****


last HAPPY READING!
Spoiler for Tentang Ts:
anasabila
anasabila memberi reputasi
1
4.7K
39
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread43KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.