Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

skydaveeAvatar border
TS
skydavee
Fenomena Gunung Es Dalam Kasus KDRT


Maraknya kasus kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT yang sempat viral beberapa hari yang silam, sebenarnya hanyalah sedikit dari ribuan kasus yang tidak ter-ekspose ke media massa. Saya yakin, kejadian serupa banyak terjadi hampir dimasing-masing tempat namun belum terdeteksi.
Lantas, kenapa KDRT seperti penampakan gunung es? Ia seakan terlihat kecil dipermukaan? Sementara jika kita telusuri lebih kebawah lagi, kasus ini justru semakin membesar. Mengapa hal demikian terjadi?

Berikut ini beberapa alasannya menurut perspektif saya:

1. Ranah Privat
Spoiler for Sebagian menganggap masalah rumah tangga adalah privasi masing-masing:

Mayoritas korban dari KDRT biasanya masih terjebak dalam pola pikir konservatif bahwa kasus yang mereka alami merupakan wilayah pribadi. Oleh sebab itu, tidak etis masalah yang seharusnya merupakan domain antara pasangan suami isteri, inklusif anak-anaknya, harus melibatkan orang lain. Konon lagi dengan sengaja mem-blow upkejadian tersebut hingga menjadi sebuah berita dan dijadikan konsumsi publik. Dengan alasan tersebut, kasus kekerasan dalam rumah tangga seolah hanya titik kecil yang muncul dipermukaan. Tentu, meski jarang, kasus yang sempat viral kemarin merupakan sebuah pengecualian.

2. KDRT Dianggap Masalah yang Temporer
Spoiler for Adanya anggapan masalah ini hanya reaksi biasa dan bersifat sementara:

Selain malu dan merupakan aib bila masalah rumah tangganya dipertontonkan ke khalayak ramai, korban yang biasanya kebanyakan perempuan, beranggapan jika apa yang dialaminya hanya sebagai reaksi yang bersifat temporer. Mereka berpikir hal demikian adalah wajar dan merupakan bagian dari riak-riak dalam kehidupan berumah tangga. Hasilnya, setelah kekerasan terjadi, secara simultan kata maaf sering mengiringinya. Sehingga terjadi aksi pembiaran atas KDRT yang sedang mereka alami dan rasakan. Apakah kekerasan tersebut berbentuk kekerasan yang bersifat verbal maupun secara fisik.

3. Korban Tidak Mengetahui Jika Perbuatan Pelaku Dapat Dipidana
Spoiler for Ancaman penjara menanti bagi pelaku KDRT:

Umumnya, pelaku kekerasan dalam rumah tangga tidak memahami bahwa apa yang dilakukan bisa menggiringnya masuk kedalam terungku. Meski harus diakui bahwa sosialisasi mengenai hukum positif yang berlaku sangat minim, namun asas yang dikenal dalam ilmu hukum yaitu fiksi hukum (presumptio iures de iure), membuat pelaku tidak dapat berkelit jika korban melaporkan hasil perbuatannya kepada aparat kepolisian.

Biasanya, korban baru melapor kepada aparat terkait jika perbuatan pelaku dianggap berpotensi mengancam jiwa dan keselamatannya. Bila tidak, semua dianggap akan kembali pada keadaan normal sebelum kekerasan terjadi.

***

Membangun rumah tangga adalah sebuah proses dan upaya mencapai keselarasan yang memadukan dua karakter unik dalam sebuah bingkai pernikahan. Tidak ada satupun rumah tangga tanpa didera dan diuji oleh masalah.

Secara garis besar, kekerasan dapat dipicu oleh kondisi seperti ulasan dibawah ini:

1. Masalah Ekonomi dan Kurangnya Komunikasi
Spoiler for Masalah ekonomi bisa memicu KDRT:

Permasalahan ekonomi yang menghimpit pasangan suami isteri bisa menjadi triggerterjadinya kekerasan didalam rumah tangganya. Oleh karenanya, dibutuhkan kerjasama yang baik dalam menghadapi situasi sesulit apapun dengan tetap menjalin komunikasi yang intens dengan pasangannya. Sekilas, komunikasi seakan hal yang sepele. Namun, tak jarang faktor ini acapkali ditiadakan oleh pasangan suami isteri dengan berbagai alasan. Masing-masing berkutat dengan masalahnya sendiri, sehingga jalinan komunikasi tidak terbentuk dan terpola dengan baik.

2. Adanya Pihak Ketiga
Spoiler for Pihak ketiga ikut memperkeruh suasana rumah tangga orang lain:

Hadirnya pihak ketiga dalam kehidupan rumah tangga bisa berakibat fatal untuk keutuhan rumahtangga seseorang. Kasus ini sudah lama terjadi dan beberapa tulisan telah mengangkat tema yang sama.

3. ‎Pengaruh Lingkungan
Spoiler for Lingkungan dapat mempengaruhi perilaku seseorang:

Lingkungan ikut memberikan andil yang cukup signifikan terhadap perilaku sosok individu. Bisa jadi, komunitas yang tidak baik mampu mengubah seseorang menjadi liar dan sulit dikendalikan. Dampaknya bisa mengakibatkan kekerasan yang terjadi dalam biduk rumah tangganya.

4. ‎Kurangnya Sikap Dewasa dalam Menyikapi Masalah
Spoiler for Dibutuhkan pola pikir yg dewasa menyikapi tiap permasalahan:

Konflik dan masalah adalah bagian tak terpisahkan dari paket perjalanan dalam kehidupan manusia. Itu sebabnya, dalam beberapa diskusi yang pernah saya ikuti, perlunya pendidikan pra-nikah, adalah bagian dari membentuk karakter pribadi yang lebih bertanggungjawab dan dewasa dalam mengayuh bahtera dengan orang yang berbeda.

Tentu kita tidak menginginkan masing-masing pihak mengedepankan emosi tanpa terkontrol apabila mendapatkan masalah yang bisa saja mengintai dan timbul dari aspek manapun. Karena jika hendak diulas lebih dalam lagi, pemicu KDRT itu bisa apa saja. Jelas, butuh sikap dewasa dan kearifan untuk menyikapinya.

5. Stereotip Gender
Spoiler for Stereotip bisa berdampak buruk:

Perempuan adalah korban terbanyak. Kendatipun tidak menutup kemungkinan pelakunya dari pihak perempuan itu sendiri. Hal ini seakan diperkuat dengan stereotip bahwa posisi perempuan tidak sejajar dengan kaum pria. Pada kalangan tertentu, kuatnya stereotip ini menempatkan posisi perempuan menjadi sangat rentan sebagai korban dari kekerasan yang terjadi didalam rumah tangga.

Spoiler for Anak pun bisa trauma jika terjadi KDRT dilingkungan keluarganya:

Sebagai bagian penutup dari tulisan ini, saya harus mengapresiasi para perumus Undang-undang yang mengatur kekerasan dalam rumah tangga dan menempatkannya sebagai delik aduan.

Seperti yang kita ketahui, sifat dari kasus KDRT baru bisa diproses jika korban sendiri yang melaporkan kejadian yang dialaminya. Meskipun dalam Undang-undang keadaan ini, pelaporan atas tindakan yang dialami korban bisa diwakilkan dengan syarat dan ketentuan seperti yang termaktub dalam peraturan tersebut. Misalnya korban mengalami pingsan, dalam kondisi koma, dan lain sebagainya.

Makna filosofis yang saya tangkap dari rumusan Undang-undang ini adalah, masalah dan konflik yang terjadi didalam rumah tangga seharusnya diselesaikan dengan cara yang sebaik-baiknya dengan meminimalkan keterlibatan pihak lainnya.

Kita dapat membayangkan andai saja kasus KDRT bukan merupakan delik aduan. Ada berapa pasang suami atau isteri yang harus meringkuk dibalik jeruji besi jika terjadi kekerasan dalam biduk rumah tangganya? Potensi membludaknya status duda dan janda pasti bukan sebuah hasil akhir serta tujuan yang diharapkan bersama.

Bagi pelaku maupun korban KDRT, silakan introspeksi diri, merenung dan kembali mengingat sejenak ke peristiwa dimana pertama kali bertemu dengan pasangan hidupnya. Lalu temukan apa hakekat dan tujuan dari pernikahan tersebut. Dan ingatlah, dampak terbesar selain dialami korban, anak-anak ikut pula merasakannya.


©Skydavee

Sumber gambar: google
Diubah oleh skydavee 10-03-2018 00:50
0
23K
206
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.1KThread83.2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.