Selama masyarakat bermental suka terabas, selama itu calo akan selalu merajarela
TS
babygani86
Selama masyarakat bermental suka terabas, selama itu calo akan selalu merajarela
Puthut EA menulis dalam buku makelar politik, calo itu seperti ular, ada yang berbisa dan mematikan demokrasi, ada yang tidak berbisa karena sekedar meraih uang recehan. Calo itu memiliki gradasi sifat, dari yang barbar tanpa tebeng alih alih mengaku makelar politik, ada yang tenang dan tengil, bahkan ada yang mencari pembenaran. Mereka mengatakan, sejarah bangsa ini adalah sejarah bangsa para makelar, makelar ada di mana mana, jadi jangan pernah takut untuk menjadi makelar.
Quote:
Makelar, broker, calo, tenaga penjualan lepas, jasa perantara, agen pemasaran, marketing freelance dan reseller dropshipper sebenarnya secara prinsip sama-sama jadi perantara pihak lain dan sama-sama tidak punya otoritas penuh atas produk dan jasa yang dipasarkan. Jadi bagi yang mengaku berbuat sesuatu secara tulus ikhlas, namun dalam hati kecil mengharap imbalan tertentu, sebenarnya adalah seorang makelar. Misalnya ni, kamu ngedeketin cewek. Kamu traktir, membelikan handphone, membantu saat dia lagi kesulitan supaya cintamu diterima... Itulah yang dinamakan makelar cinta.
Bedanya hanya pada anggapan umum. Makelar identik dikerjakan oleh personal, orang perorang. Sedangkan broker identik dikelola secara profesional oleh organisasi usaha atau perusahaan. Kegiatan broker lebih terorganisir dan bekerja sebagai teamwork. Makelar bebas menjual produk apa saja, dari penjual mana saja dan kepada siapa saja asalkan harganya cocok. Sedang broker kadang terikat perjanjian dengan pihak pemilik produk. Sedangkan calo, aktifitasnya fokus menguruskan sesuatu yang dibutuhkan oleh pelanggan. Makelar-broker lebih condong ke arah perdagangan, sehingga keahlian menjual jadi faktor utama. Sedang calo, condong ke arah urusan birokrasi, sehingga faktor kedekatan dengan ‘orang dalam’ sangat berperan penting.
Quote:
Akibatnya, makelar ada di mana mana, mengeruk keuntungan di atas keresahan, kebutuhan, dan derita orang lain di berbagai ranah, dari calo KTP sampai tanah yang penuh ancaman. Calo tenaga kerja memotong upah di luar ukuran kemanusiaan, calo peradilan mengubah KUHP menjadi Kasih Uang Habis Perkara, sampai yang berkeliaran di rumah megah wakil rakyat yang menciptakan demokrasi prabayar. Istilah demokrasi prabayar muncul di media massa sekitar tahun 2013 untuk menggambarkan situasi itu. Istilah itu untuk menilai fenomena politik uang dalam pesta demokrasi. Dalam tataran undang-undang dan aturan di bawahnya memang tidak dikenal istilah pesta demokrasi. Yang ada adalah proses pemilihan, baik pemilihan kepala daerah, legislatif maupun presiden dan wakil presiden.
Terungkapnya mahar politik di tengah situasi pencalonan kepala daerah tampaknya menguatkan indikasi bahwa isu demokrasi di Indonesia berbalut uang semakin tak terbantahkan. Bagaimana mau membantah isu yang selama ini berkeliaran di ranah publik itu? Sementara pengakuan dari orang yang menjadi "korban" mahar politik nyaring terdengar, bahkan menggelegar ke seantero dunia. Entah bagaimana publik selayaknya berkata mencermati isu mahar politik yang kemudian masuk menjadi persoalan hukum seperti itu? Entah kapan pula situasi seperti ini akan berakhir karena sudah demikian massif dan diduga melibatkan semua jaringan kekuatan politik.Yang jelas semakin tergambar bahwa demokrasi di negeri ini demikian mahal. Bukan mahal dalam sebuah nilai moral, namun mahal secara nominal.
Padahal Good governance jika dikupas lebih lanjut mengandung pengertian nilai yang menjunjung tinggi keinginan rakyat, kemandirian, berdayaguna dan berhasilguna dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai suatu tujuan, serta aspek fungsional dan pemerintahan yang efektif dan efisien. Prinsip- prinsip kepemerintahan yang baik seharusnya Profesional, Akuntabel, Transparan, dan memberi pelayanan yang baik, jelasan tarif, pastian waktu, mudahan akses, lengkapan sarana dan prasarana serta ramah dan disiplin.
Kesimpulannya, selama tidak ada kepastian dan tanda yang jelas dalam pelayanan di sektor publik, selama birokrasi masih berprinsip kalau bisa dibuat sulit kenapa dipermudah, selama semua masih bisa dibeli dengan uang, selama masyarakat bermental suka terabas memilih jalan pintas daripada jalan pintar, selama itu calo akan selalu merajarela. Dan jika kita tidak berubah, NKRI bisa menjadi Negara Republik Kumpulan Calo, yang bisa kita singkat Neraka.