wariar17Avatar border
TS
wariar17
Ari Si Melankolis


Taman itu dipenuhi pepohonan rindang. Sejuk dan menyamankan. Ditengahnya mengalir sungai dengan jembatan besi yang elok, sering menjadi objek berfoto para tua, muda, lelaki dan wanita. Sore itu, sepasang bebek berenang bercengkerama dibawahnya. Mereka begitu asik, dengan selaput lebar di kakinya, bebek itu melesat meninggalkan puluhan pasang mata yang iri dengan keromantisan mereka.

Tak mau kalah dengan sepasang bebek itu, puluhan pasang manusia bercengkrama mesra ditaman itu. Ada wanita yang bersandar mesra dipundak sang lelaki sambil menyaksikan aliran sungai, ada pula sepasang kekasih yang tertawa lepas menaiki ayunan. Disudut lain taman itu, ada pula remaja yang berjalan beriringan sambil berpegangan tangan, dan ada pula pasangan yang berbaring dirumput, kepala mereka saling dekat, lalu memfoto momen-momen indah itu. Taman itu layak dinobatkan sebagai "Taman Pacar", yang menyaingi "Taman Jomblo".

Wanita mungil berkerudung berparas hitam manis terkesima dengan keindahan taman itu. Pohon-pohon tumbuh subur. Mungkin kasih sayang telah membuat pohon itu lebat dan beranak-pinak. Dua buah jambu air jatuh didepan wanita itu, betapa terkejutnya ia, langsung ia ambil buah itu, membersihkan dengan sapu tangannya, ia akan memberikan buah yang satu lagi untuk kekasihnya.

Ara -nama wanita itu- menggenggam erat buah dengan tangan lembutnya. Ia berlari kecil mengejar kekasihnya yang terus berjalan saat ia mengambil buah tadi. Sebut saja nama kekasihnya Ari.

Ari menghentikan langkahnya saat Ara memanggil. Ia menatap dengan tatapan kosong, lalu senyum sedikit. Tanpa sepatah kata pun, ia berjalan lagi sambil memakan buah itu. Di pipinya muncul semburat merah, dan keindahan sore seketika tenggelam oleh cahaya bola matanya. Dengan catatan kecil dan kamera, ia abadikan momen-momen sore itu.

Ia menuliskan puisi dalam catatan kecilnya. Puisi kesenangan. Sungguh, jika bisa kutuliskan puisi itu, niscaya kata-kata itu mengguncang seantero taman. Matahari enggan beranjak menyaksikan kebahagiaan Ari. Sepasang bebek tadi menghentikan lajunya karena terpesona dengan kata-kata Ari. Kemesraan sepasang kekasih sirna sementara karena sang wanita terkagum dengan puisi Ari, sang pria malah sebaliknya, mengeluarkan sumpah serapah, cemburu. Biar kutuliskan sedikit saja disini:

Bunga berubah menjadi buah

Harum mewangi mengundang cinta

Seorang wanita mengambilnya

Senyum indah kulihat dari wajahnya

Indahnya sebening sunset sore ini

Yang tak pernah bosan kujadikan puisi

Seburat cahaya terlihat dari dua matamu

Mengisyaratkan pesan engkau wanitaku


Ara sebaliknya, mengeluarkan sumpah serapah. Duhai, jika mengingat kejadian menyebalkan itu, niscaya langit akan mengeluarkan gemuruhnya. Alam akan mengelurkan murkanya. Betapa tidak, seumur-umur ia menjalin hubungan dengan seorang lelaki, baru kali itu ia merasa tak dianggap. Ari dan Ara baru menjalin kasih selama seminggu.

Betapa murka ia, saat ia memberikan buah itu disertai senyum simpul, Ari hanya memberikan eskpresi cuek, dan hanya memberikan sedikit senyum. Lantas ari memakan buah itu sambil melanjutkan perjalanannya, tanpa sepatahkata pun ia berikan pada Ara.

Ara yang kesal hanya mengumpat dalam hati, mengeluarkan sumpah serapah. Laiknya seorang seperhero yang mengumpulkan kekuatan, nafas ditariknya dalam-dalam, urat-urat tangan nampak seperti mengeluarkan tenaga yang besar. Arrrgghhhhh.Teriakan arah memecah keheningan, Ari tak mendengar, telah jauh meninggalkan Ara, asik kembali dengan puisinya.

***

Awan hitam bergulung menutup keelokan sunset sore itu. Langit bergemuruh, halilintar menyambar, butir air jatuh menghujam bumi. Pasangan-pasangan kekasih riuh panik, hilir-mudik mencari tempat berteduh. Mereka terkejut. Seperti lazimnya seorang lelaki, pastilah ia langsung panik dan bergerak cepat melindungi sang wanita. Ada lelaki menggenggam tangan kekasihnya, menuntunnya mencari tempat berteduh. Ada pula lelaki yang rela melepas jaketnya untuk melindungi pacarnya. Dan bahkan ada lelaki yang menggendong sang wanita karena wanita itu sedang hamil muda.

duhai aneh, kelaziman itu tidak berlaku bagi Ari dan Ara. Ari serabutan memasukan kamera dan catatan kecilnya kedalam tas, lalu berlari kencang menuju tempat berteduh. Seolah-oleh tak ada yang berharga selain kamera dan catatan kecil itu. Sementara Ara, masih terdiam ditengah derasnya hujan. Menyaksikan perlakuan sang lelaki kepada sang wanita itu. Ara menatap lirih, kelopak matanya merekah, basah oleh butiran air mata, kemudian menggelinding di pipi tirusnya, jatuh menghujam bumi bersama air hujan.

Duhai, melihat keanehan itu, naluri Ari sebagai lelaki terketuk. Ia yang sudah aman ditempat berteduh segera meletakan tasnya lalu sembarang mengambil payung milik pengunjung lain. Ari berlari menghampiri Ara. Lalu menariknya ke tempat teduh.

"Aku mohon jangan menangis." Ari menyapu air mata kekasihnya dengan handuk kecil miliknya. "Lihatlah, kamu membuat langit ikut menangis."

Mereka berdua tersenyum, kemudian tertawa atas olok-olok itu. Sungguh, dibalik sikap cuek dan pendiam, Ari masih mempunyai jatidiri sebagai seorang lelaki. Ia masih peduli dengan Ara. Dan sungguh, Ari adalah sosok yang paling bisa membuat Ara tersenyum dengan kesederhanaannya.

***

"Aku harus pulang Ri." Ara bergegas bersiap meninggalkan Ari.

"Duduklah sebentar, aku masih ingin berbincang denganmu." Ari mengenggam tangan Ara. Lama sudah Ari tak berkata. Semenjak hujan sore tadi, Ari mengajak Ara ke Sevel dekat taman. Namun tak ada ombrolan yang berarti diantara mereka. Ara kerap kali merajuk dan mengeluh kedinginan, efek hujan tadi sore dan AC ruangan. Namun Ari enggan menanggapi tingkah manja Ara. Ia sibuk melihat-lihat foto dan tulisan yang dibuatnya. Sesekali ia menunjukan hasil karyanya itu pada Ara, namun Ara enggan menanggapinya. Mereka memang begitu berbeda dalam segala hal, kecuali dalam hal cinta.

"Aku tak pantas berada disini. Aku ingin pulang."

"Kenapa Ara?"

"Untuk apa aku berada disini jika kehadiranku tak dianggap?" Ara menangis. Ia tak pernah merasa dianggap. Ari selalu asik dengan kamera dan catatan kecilnya.

"Kenapa kamu merasa begitu?"

"Sebagai seorang wanita, aku mendambakan kasih sayang dan perhatian dari seoranng kekasih. Tapi kamu tak pernah peduli. Hatiku tertikam. Cinta ini laksana ikatan yang mengikatku pada pohon kaktus, semakin kuat ikatan itu, semakin perih pula duri kaktus melukaiku. Semakin aku mencintaimu, mendambakan kasih sayang dan perhatianmu, semakin pula sikap cuek dan ketidakpedulianmu itu melukaiku."

"Lantas apa yang harus ku lakukan untuk tetap bisa memilikimu?" Ari menatap kekasihnya, ia merana. Dibalik sikap cuek dan ketidakpeduliannya, sungguh, ia amat mencintai Ara.

"Aku... Aku akan bebas jika ikatan ini diputuskan..."

Mata Ari berkaca-kaca, perlahan air mata turun dari balik kelopakmatanya. Ia tak tahu harus berbuat dan mengatakan apa.

Ara pergi begitu saja meninggalkan Ari yang termenung. Diambil kembali catatan kecilnya. Ditulis kembali puisi-puisinya. Aduhai, jika langit membaca puisi itu, niscaya ia menumpahkan kesedihannya dengan hujan tiada henti, angin kencang, dan halilintar. Sungguh kelam. Sekelam perasaan Ari saat itu.

Setelah senja menelan bayangmu

Terang bintang dan rembulan muncul

Menembus gelapnya malam

Suara jangkrik dan hembusan angin

Menembus sunyinya suasana malam

Tak ada lagi canda, tawa, bahkan sapa

Hanya ada sedikit kisah

Dalam diam kita bertahan

Sebelum kata maaf dari bibirku terucap

Entah kapan ini berakhir

Menatapmu saja aku tak sanggup

Apalagi berkata-kata


(Maaf -- Ari)

***

Apakah kalian berkesimpulan Ari tidak mencintai Ara? Sungguh itu keliru. Jika ia tak mencintai Ara, tak mungkin lembaran puisi-puisi tercipta tentang Ara tercipta dari tinta perasaannya. Jepretan-jepretan foto menawan tentang Ara terekam dari lensa hatinya. Tapi Ari masih menyembunyikan semua karya itu. Karena ia tahu, Ara tak pernah menyukai karyanya itu.

Lalu apa masalahnya hingga kisah cinta mereka berantakan seperti itu? Duhai sidang pembaca yang budiman, semua itu terjadi karena salah persepsi, salah faham, miss communication.Kalian tahu, banyak wanita yang memandang lelaki idaman ialah lelaki yang berbedan tinggi, berparas ganteng, berpenampilan keren, cerdas, humoris, peduli, perhatian, tidak egois, dsb. Dapat dipastikan semua kriteria lelaki idalam dimata wanita itu sama saja.

Sayangnya, mereka tidak memahami konsep sifat manusia. Bahwa manusia tidak ada yang sempurna. Pun sikap manusia dengan manusia lainnya pastilah berbeda. Memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Setiap tipe berbeda.

Kita mengenal ada empat tipe manusia. Seseorang hanya punya satu tipe dominan, walau bisa saja sifat yang ia miliki juga termasuk dalam tipe yang lain, tapi itu tidak dominan. Tipe itu antara lain; sanguinis, kholeris, melankolis,dan phlegmatis.

Tak perlu ku jelaskan panjang lebar tipe-tipe itu. Cari saja informasi itu pada mahasiswa psikologi, atau kau cari saja di google. Lalu apa hubungannya dengan kisah Ara dan Ari ini? Mari kita hubungkan dengan kisah mereka.

Ari seperti orang pendiam lainnya memiliki tipe melankolis,ia seorang yang pemurung, berpusat pada diri sendiri, kurang bermasyarakat atau bergaul, perasa, dan teoritis. Kelebihan tipe ini adalah perfeksionis, analisis, tekun, dan rela berkorban. Ari pun memiliki beberapa sifat yang masuk kategori phlegmatis; cuek, tidak peduli, tenang dan kalem.

Sikap cuek dan tidak peduli yang Ari tunjukan tidak sertamerta mengartikan bahwa Ari tidak mencintai Ara. Ari memang lebih terpusat pada diri sendiri, ia lebih fokus pada karyanya. Sangat analisis dan tekun dengan karyanya, harus perfeksionis. Tapi bukan berarti ia tidak peduli dengan Ara. Sungguh secuek apapun orang itu, pasti ia mempunyai sisi kepeduliannya. Hanya caranya saja yang berbeda.

Sesungguhnya jika pasangan kekasih bisa saling memahami dan mengerti sifat pasangannya, maka niscaya pertengkaran yang terjadi takan lama. Jika saja salah satu pihak mau menurunkan egonya, namun bukan berarti harus selalu mengalah. Hubungan kekasih itu tentang dua manusia, bukan satu. Jadi jangan egois.

***

Ari masih menikmati kopi hangat dihadapannya. Didekap kopi itu, dengan harapan kehangatan kopi itu mampu menghangatkan otaknya yang membeku. Arloji di tangannya menunjukan pukul tujuh malam. Memang masih sore untuk ukuran kelaziman, tapi membiarkan seorang wanita pulang sendirian malam hari dengan keadaan kedinginan membuat Ari khawatir.

Ara masih belum lama meninggalkan Ari. Biasanya jarak taman itu kerumah Ara bisa ditempuh dalam satu jam diwaktu biasa, namun saat itu adalah waktu sibuk. Jalanan pasti macet. Ari menelpon teman Ara yang rumahnya berada didekat taman itu, ia meminta bantuan untuk menjemput dan mengantar Ara kerumahnya. -Sebut saja teman Ara itu Mawar-. Mawar itu pun bersedia. Kawasan itu tidak dilewati angkutan umum, jika tidak memiiki kendaraan pribadi, terpaksa harus berjalan kaki. Ara belum terlalu jauh berjalan, dengan dalih kebetulan lewat, Mawar menawarkan untuk mengantar Ara sampai kerumahnya, Ara pun mengamini.

"Sebenarnya cowok lu itu care."Mawar membuka percakapan saat tiba di rumah Ara. Ara heran, masih bertanya-tanya kenapa temannya itu tahu masalah itu.

"Dia nyuruh gue jemput lu terus nganterinlu sampai kerumah. Dia gak mau lu kenapa-kenapa." Sambung Mawar,

"Bohong.. lu bohong.. dia gak pernah peduli sama gue..." Ara menangis.

"Dia peduli sama lo, dengan cara dia." Mawar memotong pembicaraan. Mereka diam sejenak.

"Gue tahu lu tuh cewek, butuh perhatian, butuh dimanja, selalu ingin di istimewakan. Tapi lu harus tahu, Ari berbeda. Dia perhatian ke lu dengan cara berbeda, dia sering nanya tentang lu ke gue, karena saat dia tanya ke lu, lu selalu bilang 'gapapa'. Dia selalu manjain lu dengan kado-kado yang dikirim dia lewat gue, karena dia gak mau lu tahu kalo dia rela ambil duit tabungannya buat lu. Dia mengistimewakan lu dengan caranya sendiri, dia mengistimewakan lu dengan karyanya. Lu tuh segalanya bagi dia. Lu tuh berarti banget buat dia.

"Mengertilah Ra, dia mencintai lu dengan cara dia. Dia orang pendiam, tak mudah mengungkapkan rasa peduli itu. Tak mudah bagi dia manjain lu karena dia tak pernah dimanja sebelumnya. Tak mudah bagi dia membuat lu tertawa karena dia bukan orang humoris. Tak mudah bagi dia mengistimewakan lu di media sosial, karena baginya itu tak bermakna.

"Orang melankolis itu perasa. Dia mengungkapkan semua itu dengan kata-kata. Biarkanlah dia mencintai lu dengan caranya sendiri. Dengan dirinya sendiri. Dengan hatinya sendiri. Lu gak bisa paksa dia buat jadi seperti yang lu mau. Cinta tak egois." Ara berbicara dengan intonasi yang teratur. Ia adalah sahabat Ara, sekaligus sahabat Ari pula.

Ara hanya terdiam, semakin larut dalam tangisan. Mawar memberikan sebuah undangan untuk Ara. Tak sempat membaca, Ara langsung pergi begitusaja kedalam rumahnya.

***

Sore itu. Peluncuran sekaligus bedah buku Ari dan Aradiadakan di salah satu toko buku. Ari sebagai penulis buku mengatakan bahwa buku itu adalah kumpulan cerita pendek, karya fotografi, dan puisi tentang dirinya dan Ara. Ia tak sungkan mengungkapkan sosok Ara dalam karyanya. Buku itu bukan hanya tentang perjalanan cintanya, tapi juga memuat filosofi kehidupan, cita-cita hidup, dan topik yang lebih berat dan beragam lainnya.

"Ari, bagaimana bisa sosok Ara begitu menginspirasi Anda?" seorang wartawan bertanya.

"Ara adalah sosok wanita cerdas dan bersahabat. Setiap malam bagi kami adalah malam-malam percakapan, perdebatan, hinga curhat dan saling olok-mengolok." Ari menjawab dengan santai.

Sesi tanya jawab itu dipadati ratusan peserta. Diantara ratusan peserta itu, Ari melihat Ara duduk diantara ratusan kursi yang disediakan. Sosok Ara tertutupi ratusan peserta yang berdiri dan mengacungkan tangan untuk mengajukan pertanyaan.

Melihat situasi yang tidak terkendali. Ari berdiri. Ia lantas membacakan puisi yang terdapat dalam buku itu. Peserta tersihir puisi itu, semua takzim menyimak. Sunyi, hening, larut dalam syair-syair cinta.

Sosok yang penuh canda dan tawa

Tersenyum meski dihadapkan dengan masalah

Tokoh yang kadang egois, manja,

Dengan segala emosinya

Kepolosan, periang, dan cintanya



Kisah belum berakhir

Namun sudah banyak yang mengakuinya

Sebagai wanita yang dipuja



Entah bila semua benar-benar berakhir

Mungkin aku akan menangis untuknya

Bukan hanya tokoh yang ada disekitar

Bahkan semua yang mengelilinginya

Dia adalah pusat dari sebuah kapal



Semua bermula dari kata "aku siap"

Dan mungkin akan berakhir dengan kata "Aku lelah"



Perlahan semua mengakuinya

Dia dikagumi, dan dicintai.

Dicintai?

Ya, Aku Cintai!


(Ara -- Ari)

***

Sekarang pukul tujuh lewat tiga puluh menit. Malam. Ari dan Ara telah lama meninggalkan tempat acara. Mereka kini berada di restoran sekitar toko buku itu. Tak banyak kata yang diucapkan. Tak ada lagi tingkah yang kemarin menjengkelkan. Ari tak lagi sibuk dengan kamera dan catatan kecilnya, Ara tak lagi sibuk merajuk dan bertingkah manja. Mereka saling diam dan saling menatap.

"Kamu cantik hari ini." Ari memecah sunyi. Wajah Ara memerah. Ia tersipu malu. Tak ada kata yang bisa Ara ucapkan. Melihat tingkah itu, Ari menarik tangan Ara lalu menggenggamnya. Ara semakin tersipu, hanya bisa menatap Ari. Saat tatapan tajam itu, Ari mengelurkan kata pamungkasnya. "Kamulah anugrah terindah yang pernah kumiliki."
Diubah oleh wariar17 01-03-2018 12:33
someshitness
someshitness memberi reputasi
1
802
5
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
B-Log Personal
B-Log Personal KASKUS Official
6.1KThread9.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.