Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

selldombaAvatar border
TS
selldomba
Bahaya Utang Pemerintah
Ketika membicarakan beban utang yang kian mem besar, sering kali yang digunakan adalah indikator rasio utang pemerintah terhadap pendapatan domestik bru to (PDB).
Menurut UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 12 ayat 3, jumlah utang pemerintah dibatasi maksimal 60% dari PDB. Oleh pemerintah, ketentuan ini menjadi legitimasi dalam menumpuk utang dengan sangat agresif. Hasilnya, utang pada masa pemerintahan Jokowi meningkat signifikan.
Utang Pemerintah Meroket
Selama masa pemerintahan Joko Widodo (Jokowi), jumlah utang pemerintah bertambah Rp1.062 triliun. Rinciannya, pada 2015 bertambah menjadi Rp556,3 triliun dan 2016 ber tambah lagi Rp320,3 triliun. Pada akhir September 2017, menurut data yang dipublikasikan laman http:// www.djppr.kemenkeu.go.id, utang pemerintah sudah berjumlah Rp3.866,45 tri liun.
Utang ter sebut terdiri atas SUN Rp2.591,55 triliun (67,0%), SBSN Rp536,91 triliun (13,9%), dan pinjaman Rp737,99 triliun (19,1%). Utang pemerintahan Jo ko wi ter se but didominasi oleh utang dalam mata uang rupiah (59%), diikuti por si utang dalam mata uang asing, yakni do lar AS (29%), yen Jepang (6%), euro (4%), special drawing right (1%), dan beberapa valuta asing lain (1%).
Menurut kreditur nya, utang pemerintahan Jo ko wi didominasi investor SBN (81%), kemudian pinjam an dari Bank Dunia (6%), Jepang (5%), ADB (3%), dan lembaga lainnya (5%). Pemerintahan Jokowi mengaku senantiasa melaku kan pengelolaan risiko utang dengan hati-hati dan terukur. Hal itu termasuk menjaga risiko pem biayaan kembali, risiko ting kat bunga, dan risiko nilai tukar dalam posisi yang terkendali.
Meskipun begitu, pada Sep - tember 2017 lalu, indikator risiko utang seperti rasio variable rate sudah berada pada level 10,8% dan refixing rate pada level 19,2%. Porsi utang dalam ma ta uang asing berada pada level 40,9%, sedangkan average time to maturity (ATM) berada pada level 9,0 tahun. Indikator ja tuh tempo utang dengan tenor hingga lima tahun mengalami kenaikan dari 39,2% men jadi 39,7% dari total outstanding utang.
Utang pemerintahan Jokowi, baik itu pinjaman maupun SBN, rasionya terhadap PDB juga cenderung meningkat. Pada 2014, rasio utang sudah 24,7% PDB. Pada 2015, naik menjadi 27,4% PDB. Pada 2016, naik lagi menjadi 28,3% PDB. Berdasarkan proyeksi posisi akhir 2017, besaran utang sudah 28,6% PDB.
Rasio utang pemerintahan Jokowi, berdasarkan Debt Services Framework (DSF) IMF dan Bank Dunia, tidak bisa disebut baik-baik saja. Menurut IMF dan Bank Dunia, batas (thre shold ) atas yang aman untuk rasio utang terhadap ekspor ada lah sebesar 25%. Perbandingan dengan negara-negara peer, sesama negara berkembang di kawasan Asia Tenggara, rasio utang terhadap ekspor Indonesia menempati yang tertinggi, yakni men ca pai 39,6%.
Ini jauh me lam paui batas aman DSF sebagaimana ditentukan IMF dan Bank Du nia. Apabila perban dingannya Indonesia de ngan sesama negarane gara berpenduduk besar di ka wasan Asia, seperti China, India, Pakistan, dan Bangladesh, rasio utang terhadap ekspor Indonesia masih yang tertinggi di antara kelima negara berpopulasi terbesar di kawasan Asia. Dari indikator tersebut, utang pemerintahan Jokowi yang menggunung dalam tiga tahun terakhir sudah memasuki batas bahaya.
Penerimaan Pajak Rendah
Pengelolaan utang pemerintah an Jokowi tidak memperhitungkan kemampuan penerima an dalam negeri sebagai penopang kewajiban utang yang jatuh tempo. Semakin tinggi utang tentu semakin besar pula beban (cicilan pokok dan bunga) yang harus dibayarkan. Semakin besar pula alokasi pendapatan negara yang harus disisihkan untuk melunasi utang.
Pendapatan negara sangat mengandalkan penerimaan pajak sebagai sumber pemasukan utama. Kinerja penerimaan pajak akan memengaruhi langsung kemampuan membayar utang pemerintahan Jokowi. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, rasio pajak Indonesia hanya 11%, terendah di dunia. Ditengah utang yang terus bertambah, rasio pene rima an pajak terha dap PDB justru menurun. Pada 2015, rasio pe ne ri ma an pajak terhadap PDB hanya 10,76%.
Pada 2016 menjadi 10,36% dan pa da 2017 rasio penerimaan pajak terhadap PDB diperkirakan 10,82%. Di tengah lemahnya kemampuan memacu peningkat an penerimaan ne gara, melalui pajak, pemerintahan Jokowi be rencana akan kem bali me narik utang tahun ini. Utang ter se but untuk menambal defi sit anggaran yang ditar get kan Rp325,93 triliun atau 2,19% dari PDB.
Pemerintahan Jo ko wi merencanakan pena rikan utang baru sebesar Rp399,34 triliun. Sikap pemerintahan Jokowi yang bersikeras dengan kebijakan menambah utang, tentu akan semakin membebani keuangan negara. Akibatnya akan membatasi kemampuan keuang an negara membiayai program dari kebijakan pembangunan untuk menyejahterakan rakyat, termasuk membatasi keuangan negara dalam memperkuat perekonomian nasional.
KUSFIARDI
Analis Ekonomi Politik

http://koran-sindo.com/page/news/2018-02-17/1/1/Bahaya_Utang_Pemerintah

Waduh berhutang itu membahayakn ternyata ya.
Mungkinkah didengar oleh pejabat negara?
Jangan sampe kita bernasib seperti srilanka dan maladewa.
Naudzubillahi min Dzaalik.
Aamiin YRA
0
2K
19
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
672.2KThread41.8KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.