- Beranda
- Berita dan Politik
Jakarta Bakal Tenggelam Tanpa Reklamasi?
...
TS
Dejavu.Cucud
Jakarta Bakal Tenggelam Tanpa Reklamasi?
Diskusi bertema "Jakarta Tenggelam Tanpa Reklamasi" yang diadakan di Jakarta, Kamis (1/2/2018). Hadir sebagai pembicara Pakar Lingkungan Hidup Prof Emil Salim, Pendiri Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI) Christianto Wibisono, Kolumnis The New York Times Joe Chohrane dan Shau Architectuyre Daliana Suryawinata.
Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI) mencatat ancaman Jakarta bakal tenggelam jika tidak segera ditangani dengan kebijakan yang strategis.
"Polemik kebijakan reklamasi dan ancaman bahaya Jakarta tenggelam lantaran kegagalan pengelolaan geologis sebagai muara 13 aliran sungai dan kenaikan permukaan laut yang juga disebabkan perubahan iklim dan erosi lingkungan," ujar Pendiri Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI) Christianto Wibisono dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (1/2/2018).
Dalam diskusi itu Kolumnis Arsitektur Michael Kimmelman yang menulis di The New York Times Kamis 21 Desember 2017 juga hadir memberikan tanggapannya.
Sebelumnya dia menurunkan laporan khusus di The New York Times berjudul "Jakarta is Sinking So Fast It May End Up Under Water". [Jakarta tenggelam dengan cepat, dan dapat berakhir di bawah air]
PDBI telah memantau sejarah pengelolaan DKI sejak era Gubernur Ali Sadikin (1966-1977) yang mempelopori pemanfaatan lahan terlantar berupa rawa rawa di kawasan Ancol Pluit Marunda dan Sunder.
Permasalahan mencapai klimak dengan rentetan pergantian dan pemilihan gubernur DKI Jakarta 2012 dari Fauzi Bowo ke Jokowi pada Pilpres 2014 ke Pilgub 2017 berlanjut ke Pilkada 2018 dan Pileg serta Pilpres serempak pada 17 April 2019 mendatang.
"Jangan sampai Jakarta tenggelam gara-gara pilkada. Jangan sampai situasi pemerintah pusat dan daerah ada perbedaaan. Masalah ini harus diselesaikan secara konstitusional," ujar Wibisono.
PDBI menegaskan bahwa substansi permasalahan merupakan konstanta yang tidak berubah meskipun gubernur dan presiden sudah berganti 7 kali.
Menurut Wibisono, siapapun gubernur Jakarta dan presiden RI maka tantangan geologis, kenaikan permukaan laut dan tenggelamnya Jakarta karena penggembosan air tanah merupakan kompleksititas permasalahan yang harus ditanggulangi secara terpadu dan tidak bisa partisan dan sektarian maupun ideologi populis model Trump.
Padahal reklamasi sudah berlangsung sejak era Presiden Soeharto dengan Keppres 52 Tahun 1995 dan tidak ada masalah legal maupun sosial dan lingkungan.
Dijelaskan bahwa rencana pembangunan DKI yang senantiasa diperbaharui mengisyaratkan perlunya pembangunan pantai utara terpadu dalam National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) dengan mengusulkan pembangunan Giant Sea Wall Project (GSWP) dan reklamasi tuntas pantai utara Jakarta hingga ke pantai yang termasuk kawasan provinsi Banten dan Jawa Barat.
Oleh karena itu, proyek NCICD dengan reklamasi sebagai salah satu programnya jelas memerlukan pendekatan terpadu antara Pemda dan Pemerintah Pusat tidak mungkin hanya ditangani oleh Pemprov DKI.
Sehingga ulasan yang dikumandangkan The New York Times merupakan alarm bahwa konflik pasca suksesi Gubernur DKI dari Basuki Tjahaja Purnama, Djarot Saeful Hidayat hingga ke Anies Baswedan harus ditangani serius secara komprehensif tidak mungkin lagi dengan egoisme dan konflik antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah DKI.
"PDBI mengajak kita bersama mengesampngkan konflik suksesi pilkada untuk mengatasi bahaya tenggelamnya Jakarta dengan pendekatan holistik terpadu dan tidak tersandera egoisme sektoral ataupun konflik rivalitas pemerintah pusat dan Pemda," ujarnya.
Terpisah, Direktur Pengairan dan Irigasi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Abdul Malik Sadat Idris mengakui ancaman terhadap Jakarta ke depan.
Dia mengatakan terjadi penurunan permukaan tanah di Jakarta sekitar 3 hingga 18 sentimer (cm).
Penurunan permukaan tanah itu disebabkan beban bangunan gedung, serta pengambilan air tanah yang tidak terkontrol.
Abdul mengatakan, tren penurunan permukaan tanah berbeda-beda di setiap lokasi.
Namun, penurunan permukaan tanah paling dalam terjadi di Muara Baru, Jakarta Utara.
Itulah sebabnya kawasan tersebut saat ini kerap terendam banjir rob.
Untuk menanggulangi hal tersebut, pemerintah sedang membangun National Capital Integrated Coastal (NCICD) atau tanggul laut di Teluk Jakarta.
Tahun ini pemerintah tengah membangun tanggul lanjutan sepanjang 20 kilometer termasuk pembangunan tanggul Muara Baru.
Abdul mengatakan bila penurunan permukaan tanah tidak ditanggulangi, bisa jadi pada 2050 permukaan tanah di Jakarta bisa turun 30 persen.
"(Tahun) 2050 bisa turun permukaan tanah salah satu simulasi bila tidak ditanggulangi," ujar dia.
Apakah dengan demikian Jakarta benar-benar akan tenggelam?
sumber
- update -
Banjir dan Rob
Penurunan Tanah (1974-2010)
Giant Sea Wall
Reklamasi Teluk Jakarta
Penurunan Tanah (1974-2010)
Giant Sea Wall
Reklamasi Teluk Jakarta
Diubah oleh Dejavu.Cucud 14-02-2018 21:21
0
15.7K
208
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
677.9KThread•47.2KAnggota
Urutkan
Terlama
Komentar yang asik ya