azizm795Avatar border
TS
azizm795
Waria, Penghibur Rakyat yang Dilupakan
- Kehidupan wanita pria (waria) di Indonesia, ibarat dua sisi mata uang. Kehadiran keseharian mereka memang relatif lebih diterima dibanding sosok gay, lesbi, dan biseks. Namun tak jarang karena penampilan, busana, dan bahasa tubuh yang feminin, figur-figur transgender ini mengalami perlakukan diskriminatif dan represif dari berbagai pihak, termasuk negara.

Namun situasi itu tak berlaku di dunia hiburan. Pasalnya, waria merupakan salah satu karakter yang ditunggu baik dalam pertunjukan panggung tradisional, acara-acara televisi, maupun pertunjukan layar lebar yang ditonton jutaan orang. Walaupun belakangan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melarang penampilan sosok-sosok transgender di media publik, kehadiran mereka tetap ditunggu para pemirsa.

Panggung Ludruk

Kehadiran sosok waria di panggung hiburan sebenarnya bukan fenomena yang baru. Akarnya dapat ditelusuri hingga masa pra-kolonial ketika pertunjukan-pertunjukan tradisional masih digandrungi masyarakat. Salah satunya adalah pagelaran ludruk yang telah populer sejak lama di Jawa Timur. Pada abad ke-13, ketika masa kerajaan Majapahit, terdapat dua jenis pertunjukan semacam ini, yaitu Ludruk Bandan dan Lyrok.



Sampul Filem Makin Lama Makin Asyik (hai)

Nah, sosok-sosok transgender dapat ditemukan dalam pertunjukan Ludruk Lyrok. Mereka biasanya berperan sebagai pemain dagelan (komedi). Belakangan muncul pula varian Ludruk lain, seperti Besut. Menurut antropolog, James L. Peacock, jenis ludruk ini muncul pada abad ke-20 yang telah menyerupai pertunjukan teater. Peran para pria-pria gemulai itu pun kian beragam, mulai dari penari, pemain dagelan, hingga tokoh utama dalam cerita.

Seperti produk budaya berbasis tradisi lainnya, kemunculan figur-figur laki-laki kemayu dalam pertunjukan ludruk disebabkan karena kaum pria pantang sepanggung dengan para wanita. Kepercayaan ini kian kuat setelah Islam masuk ke Nusantara. Menurut Ganisa Putri Rumpoko, tradisi pesantren yang memisahkan kaum adam dan hawa membuat kepercayaan itu melembaga di dunia ludruk.

Walaupun sudah muncul sejak lama, menurut Peacock, dokumentasi paling awal tentang kehadiran sosok transgender dalam pertunjukan ludruk baru muncul pada 1822. Ketika itu, seorang saksi mata yang menonton pertunjukan menyebutkan terdapat dua orang bintang panggung yaitu seorang pemain dagelan dan pria gemulai.

Dalam kurun waktu yang berdekatan kemunculan sosok-sosok transgender ternyata tidak terbatas pada panggung pertunjukan berbasis tradisi. Pasalnya, di Batavia pada 1830 telah muncul kelompok Bantji Batavia yang menyajikan sejenis pertunjukan budaya populer. Pertunjukan itu menyerupai pagelaran lurdruk yang dipadukan dengan tarian Bali yang dilakukan oleh para penari pria berbusana wanita.

Sejak saat itulah sebutan bencong atau banci disematkan pada para sosok transgender secara umum. Namun hingga 1960-an, mereka tidak pernah tampil di ruang publik lengkap dengan riasan, busana, dan tingkah laku yang feminin. Sampai saat itu, satu-satunya tempat yang menghadirkan para pria kemayu adalah panggung ludruk.

Dunia Sinema

Sebutan bencong dan banci yang memiliki citra negatif karena terkait dengan profesi pekerja seks komersial mulai digantikan dengan istilah lain, yaitu wanita adam (wadam) sejak masa Orde Baru. Inisiatornya adalah Gubernur Jakarta, Ali Sadikin.

Ia sangat prihatin dengan nasib para wadam yang berjumlah 15.000 orang dan memilih menemui mereka pada akhir 1968. Selain mendorong pembentukan Himpunan Wadam Djakarta (Hiwad), Bang Ali juga membuka akses lapangan kerja. Salah satunya melalui pendirian bar Paradise Hall ketika Jakarta Fair dilangsungkan.

Walaupun belakangan tempat itu tutup dan istilah wadam digantikan dengan sebutan wanita pria (waria), sosok-sosok transgender ini diakui sebagai figur penghibur ulung yang dapat dimanfaatkan dalam industri hiburan, termasuk filem. Makanya, sejak awal 1970-an telah bermunculan berbagai filem layar lebar yang menampilkan sosok waria dalam beragam genre.



Benyamin Brengsek (1973) yang disutradarai oleh aktor Nawi Ismail menjadi filem pertama yang menampilkan figur transgender. Selain itu, terdapat pula filem Akulah Vivian: Laki-Laki Jadi Perempuan (1977), Wadam, dan Betty Bencong Slebor yang dirilis pada 1978.

Trio pelawak Dono, Kasino, dan Indro juga pernah memerankan sosok waria dalam filem laris, Makin Lama Makin Asyik pada 1987. Sementara sosok Emon (Didi Petet) yang ikonik juga merepresentasikan figur transgender dalam beberapa seri filem Catatan Si Boy yang populer pada dekade 1980-an dan 1990-an.

Filem-filem yang menampilkan sosok waria ternyata berhasil menarik perhatian penonton. Pada 1978, Betty Bencong Slebor menjadi salah satu filem komedi yang populer di tahun itu. Sementara, Makin Lama Makin Asyik disaksikan oleh 504.220 penonton.

Walaupun populer, sebagian besar karya-karya tersebut masih menempatkan waria sebagai karakter yang konyol dan bahan celaan. Hanya segelintir saja mendudukannya seturut konteks sosial yang berlaku pada saat itu. Filem Betty Bencong Slebor, misalnya, berupaya menunjukkan figur seorang transgender, Betty yang dapat mencegah perkimpoian diam-diam yang dilakukan oleh Bokir. Sementara filem Akulah Vivian: Laki-laki Jadi Perempuan menceritakan pergolakan yang dialami waria pertama di Indonesia yang berganti kelamin, bernama Vivian Rubianti Iskandar.

Pada masa reformasi terdapat beberapa filem yang menampilkan sosok waria, seperti Aku Puspa (2003), D’Bijis (2007), Tales of Waria, Lovely Man (2011) dan Madame X (2011). Namun mayoritas filem pada masa ini berupaya menampilkan citra positif sosok waria. Dalam filem Aku Puspa dan Lovely Man, misalnya ditampilkan sosok waria yang merupakan seorang ayah yang bertanggungjawab kepada anaknya.
https://law-justice.co/
0
4.8K
29
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
670.7KThread40.8KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.