Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

azizm795Avatar border
TS
azizm795
KPK Jakarta, Mana Kinerjamu Mengusut Kasus KKN era Gubernur Ahok?
Sudah sebulan lebih mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjajanto menjadi Ketua Komite Pencegahan Korupsi (KPK) Provinsi DKI Jakarta. Warga bertanya sudah sampai dimana kinerjanya dan apa yang sudah atau sedang dilakukan? Pertanyaan ini penting diajukan karena warga DKI Jakarta berharap banyak kepada Gubenur baru Anies Baswedan dan Bambang dalam janji mewujudkan tata pemerintahan yang bebas KKN dan termasuk memberantas dan melimpahkan kasus KKN di era Gubernur Ahok -yang sengaja dipetieskan- ke aparat penegak hukum.

Sebelumnya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sudah pernah mengaudit dan melaporkan adanya korupsi di Pemprov DKI Jakarta di era kepemimpinan Gubernur, Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok. Data dari laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) per 31 Mei 2016 yang menunjukkan indikasi koruptif di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Misalnya, pengendalian pengelolaan aset tetap masih belum memadai, yaitu pencatatan aset tetap tidak melalui siklus akuntansi dan tidak menggunakan sistem informasi akuntansi sehingga berisiko salah saji.

BPK menemukan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan oleh Pemprov DKI Jakarta sebanyak 15 temuan senilai Rp 374.688.685.066. Salah satu laporan BPK tentang aset tetap Dinas Pendidikan DKI senilai Rp 15.265.409.240.418 yang tidak dapat diyakini kewajarannya. Pemprov DKI juga diketahui belum menagih kewajiban penyerahan fasos-fasum oleh 1.370 pemegang surat izin penunjukan penggunaan tanah (SIPPT) dalam bentuk tanah seluas 16,84 juta meter persegi.

Begitu juga soal kemitraan antara Pemprov DKI dan pihak ketiga senilai Rp 3,58 triliun, BPK belum dapat meyakini pencatatan asetnya. Tugas tim KPK yang dipimpin Bambang untuk meneliti dan menjelaskan lebih detil terkait dugaan dan temuan-temuan yang disebutkan tadi.

Namun yang lebih berbahaya dari itu, adalah bagaimana tim KPK Bambang bisa mencegah tindakan untuk tidak menyerap anggaran yang berujung pada bentuk korupsi gaya baru yang belum bisa dijerat oleh hukum. Hal ini terjadi di era Ahok. Misalnya, orang boleh melanggar KLB (koefisien lantai bangunan), tetapi bayar denda.

Kesalahan dengan mudahnya dijustifikasi asal anda bayar uang. Ketika bayar uang, dikatakan dipakai untuk kemaslahatan/kepentingan rakyat, tetapi tidak dimasukkan dulu di dalam anggaran resmi. Hal inilah yang disebut korupsi Pemprov gaya baru yang belum bisa dijerat hukum. Namun banyak ditemui dalam era Gubernur Ahok yang bermain mata dengan pengembang property.

Berikut daftar kasus korupsi di Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta yang beredar di public di era kepemimpinan Ahok baik sebagai Gubernur maupun sebagai Wakil Gubernur era Jokowi :

1). Kasus Transjakarta Busway
Pengadaan bus transjakarta senilai Rp 1,2 triliun terbukti merugikan negara ratusan miliar rupiah. Busway yang belum sebulan didatangkan dari Cina berkarat dan rusak sehingga tidak bisa digunakan. Kejaksaan telah menetapkan dua orang PNS DKI sebagai tersangka tetapi tidak pernah berusaha menyentuh gubernur dan wakil gubernur sebagai penguasa anggaran, padahal dugaan keterlibatan keduanya banyak disebutkan berbagai pihak.

Direktur Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Uchok Sky Khadafi menilai kasus korupsi yang nilainya lebih dari Rp 1 triliun tidak mungkin hanya dilakukan pejabat eselon III. Pihak agen tunggal pemegang merek (ATPM) dan makelar proyek yang sebelumnya mengaku sebagai tim sukses Jokowi juga harus diperiksa.Bahkan, Uchok menyebut dua tersangka itu sebagai “boneka” saja.“Bukan mereka yang mendesain korupsi, malah cuma jadi kambing hitam saja. Kalau Kejagung hanya menetapkan mereka bedua sebagai tersangka, seolah-olah Kejagung bermain mata dan melepas kasus itu,” kata Uchok.

2). Kasus UPS
Polri memperkirakan kerugian negara akibat korupsi UPSuntuk sekolah-sekolah negeri di DKI yang mencapai Rp 50 miliar rupiah. Bareskrim Mabes Polri telah menetapkan dua orang pejabat kepala dinas dan satu orang perusahaan rekanan sebagai tersangka. Rabu (29/07-2016) Ahok telah dipanggil sebagai saksi.

Dalam keterangannya usai pemeriksaan, Ahok mengaku ditanya seputar tanda tangan sekretaris daerah (sekda) dalam persetujuan pengadaan UPS. Mungkinkah sekda tanda tangan tanpa sepengetahuan Ahok?

3). Kasus Reklamasi Teluk Jakarta
Dalam kasus reklamasi, Ahok berkilah bahwa dirinya ditusuk dari belakang. Meskipun bertentangan dengan peraturan perundang-undangan karena menjadi kawasan strategis nasional, namun Ahok tetap bersikukuh untuk melakukan reklamasi di 17 pulau di kawasan pantai utara tersebut.

Ahok berdalih bahwa Keputusan Gubernur nomor 2238 Tahun 2014 tertanggal 23 Desember 2014 tentang pemberian izin reklamasi tersebut telah sesuai dengan Keppres Presiden Soeharto Nomor 52 Tahun 1995.

Padahal pernyataan Ahok tersebut dinilai lemah dikarenakan Ahok telah melanggar UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil juncto Perpres No. 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi. Ahok pun lupa bahwa pada era Presiden Gus Dur di tahun 2004, muncul UU tentang Reklamasi yang melarang Kawasan Strategis Nasional tersebut untuk direklamasi.

Sebelumnya, Ketua Aliansi Masyarakat Jakarta (Amarta), Rico Sinaga, telah mengingatkan bahwa reklamasi ini tidak boleh dilakukan karena gugatan di tingkat kasasi di Mahkamah Agung telah dimenangkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Sedangkan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga telah mempersoalkan reklamasi karena banyak instalasi vital di bawah laut yang akan terganggu.

4. Kasus Tanah RS Sumber Waras

Dalam kasus RS Wumber Waras, hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah kasus korupsi pembelian tanah milik rumah sakit Sumber Waras oleh Pemda DKI dengan harga jauh di atas harga pasaran. Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah tahun fiskal 2014 tersebut, BPK mensinyalir adanya indikasi kerugian daerah sebesar Rp191,33 miliar karena kasus jual-beli tanah yang diproyeksi menjadi lahan Rumah Sakit Khusus Jantung dan Kanker itu.

Dalam kasus ini Ahok dinilai memelintir fakta yang sudah diaudit BPK, dengan menyatakan audit itu tidak benar. Tendensi politiknya, Ahok sengaja mendistraksi informasi dan mengaburkan pokok masalah yang lebih substansial, yakni akuntabilitas keuangan Pemprov DKI.

Empat kasus di atas baru sebagian kasus yang muncul ke publik, belum kasus-kasus lain yang masih tersembunyi rapat di laci-laci oknum pejabat Pemprov di era Ahok. Warga Jakarta menunggu dengan harap yakin, bahwa tim KPK pimpinan Bambang bisa mengurai kasus-kasus lama ini dan merekomendasikan kepada aparat penegak hukum terkait agar dapat melakukan penyidikan sehingga rasa keadilan masyarakat bisa terjawab. Bagaimana Mas Bambang tolong direspon..?
https://law-justice.co/indeks
0
2.3K
28
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.9KThread41.7KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.