Untukmu yang telah berlalu, maaf sedikit saja kau ku narasikan dan terima kasih atas semua senyuman yang kau beri. Selamat menikmati, semoga bahagia selalu di hati.
TIGA HARI
Hujan belum mau berhenti, kala aku masih bertahan di ruang tunggu stasiun radio. Jam siaranku sudah habis setengah jam yang lalu, ragaku pun enggan beranjak dari sini. Menikmati kenangan-kenangan yang turun bersama air hujan.
Jatuh..
Tepat didanau hatiku. Pikiranku melayang jauh.
Quote:
Sore itu, delapan tahun yang lalu. Kala aku pertama kali menginjakkan kakiku disini, kawanku menjadi penyiar salah satu program acara di radio ini mengundangku untuk datang ke acara jumpa penggemar. Saat itu, memang ada jumpa penggemar yang kau pun hadir. Entah kau suka juga atau hanya ikut teman-temanmu saja.
Ya, kamu dan tiga teman SMA mu duduk didepanku. Aku yg terlambat hanya bisa memandang punggungmu, tanpa tau apa warna mata indahmu kala itu. Menikmati setiap gerai rambut panjangmu, sedikit aku mencium aroma parfum bunga dengan campuran gaharu. Sedikit aku melihat senyumanmu, paripurna, begitu adanya.
Diujung acara, kawanku memanggil namamu, sebagai pemenang doorprize berhadiah jam dinding, yang kau ceritakan saat kita makan di warung depan rumah sakit.
Mahila.
Aku tulis namamu didalam hatiku.
Ahh... aku ukir namamu layaknya prasasti.
Selesai acara, menjadi awal kegelisahanku. Aku akan kehilangan sosokmu, pikirku. Aku ingin menhampirimu, menanyakan bolehkah aku mencintaimu, bolehkan aku menjadikanmu pelabuhan hati. Namun semua itu hanya menjadi angan semata, kawanku memanggil dan menyuruhku masuk untuk menemaninya di ruang tunggu dan kau pun berlalu.
Kawanku memutar lagu Dont Go Away dari bilik siarannya, aku masih terpaku menikmati hujan yang turun bersama segala kenangan yang ada.
Quote:
Tiga hari berselang setelah acara tersebut, aku menjenguk kawanku yang yang sedang sakit. Diruang tunggu rumah sakit tersebut, aku melihatmu sedang merenung sendiri. Aku beranikan diri tuk berkenalan denganmu, kau menyambut perkenalan kita saat itu. Beberapa saat kemudian kau mengajakku makan didepan rumah sakit, yang berujung kita tertawa terbahak karena makanan yg kita makan terlalu asin. Beruntung, kau berjanji mengajakku makan di tempat favoritmu, di jalan Kartini, tiga hari lagi, jam tiga sore.
Tiga hari kemudian aku menunggumu di ujung jalan itu, sesuai janjimu. Tiga puluh menit lebih kau baru datang dengan motor matic dan seragam SMA yang masih kau kenakan. Datang dengan membawa senyuman yang kau paketkan dengan keanggunan wajahmu. Membuat aku terpaku menikmati sore itu.
Kau bercerita banyak hal kala itu, tentang kehidupan yang berjalan dengan baik. Sesuai dengan keinginanmu, tak ada yang terlewat. Kau yang bersekolah di SMA terbaik pilihanmu, teman-teman yang selalu ada kala suka dan duka. Kakak lelaki mu yang setia melindungimu, adik kecilmu yang lucu nan nakal. Ibu-mu yang ayu dan dengan sabar membimbingmu, ayahmu yang begitu kau idamkan. Hingga sosok beliau menjadi panutan untuk menjadi suamimu kelak.
Kesempurnaan hidup yang kau ceritakan di setiap tiga hari.
Iya, kau memilih bertemu tiga hari sekali. Entah kenapa aku tak tau, aku ingin bersamamu setiap waktu.
Tiga hari ke 6, kau memintaku menjemputmu. Rumah sederhana dengan 2 pohon jambu dan sebuah kolam ikan diteras, memberikan kenyamanan yang lain. Kau buka pagar dengan senyum yang merekah, aku masih ingat itu. Saat itu kau meminta tuk pergi ke danau, tempat dimana ketenangan yang membuatmu nyaman. Wajahmu jatuh dibahuku, aku memeluk lenganmu. Hingga senja beranjak, kau hanya memilih diam, aku pun. diujung senja kau bertanya, apakah aku bahagia? aku jawab iya dengan tegas. kau merapatkan tubuh kepelukanku, tenggelam dalam ketenangan.
Kau selalu meminta apa yang aku minta, entah kau membaca pikiranku atau bagaimana. Sebelum aku meminta, kau lebih dulu memberikan. Tiga hari yang ke 8, aku melihat sebuah photobox di sebuah mall, kau langsung meminta tuk berfoto disana. Foto itu masih ada didompetku, kau masih ada dihatiku.
Hujan telah reda, kini hanya menyisakan tetes-tetes kenangan yang jatuh perlahan. Malam makin larut, lagu You're My Sunsine milik Jhonny Cash menggema. Mengantarkan aku beranjak dari stasiun radio, melalui jalan dimana kita sering lalui bersama.
Quote:
Tiga hari yang ke 12 kau peluk erat tubuhku, kita lalui jalan ini saat hujan turun. Kau suka hujan, kau tak pernah melewatkan musim hujan. Hingga hujan pun tak pernah membuat kau kedinginan, aku tidak. tiga hari aku sakit, dan dihari ke tiga kau baru bisa menjenguk, datang membawa aneka buah dan perasaan yang kawatir. aku melihat wajahmu yg cemas kala itu, saat itu aku melihat cinta dan kasih sayang yg nyata. sedari pagi hingga sore kita bersama, menikmati waktu berdua. duduk menikmati acara televisi, kau memotong buah mangga lalu kau suap dengan canda ke mulutku.
Kini aku berada di ujung jalan Kartini, tempat dimana dulu pertama kali kau meminta ku tuk menunggu. Aku melihat bayangku sendiri disitu, menantimu berbulan-bulan selama tiga hari. Menunggu mu sedari siang hingga sore menjelang magrib. Di tiga hari yang ke 17, kau ....... ,
Quote:
Di tiga hari yang ke 16, hari terakhir aku melihatmu, melihat senyummu. Kau hanya berkata tuk selalu bahagia disetiap hariku. Lalu kau berlalu di balik pagar dengan senyum yang selalu aku ingat.
Ditiga hari yang ke 19, aku datang ke rumahmu. Menanyakan kemana kamu selama ini, keluargamu hanya memintaku tuk bersabar dan tabah, karena merekapun sudah ikhlas dan rela. Iya, kau memilih tuh meninggalkan duniamu, dunia yang begitu sempurna menurutmu. Dengan segala kesempurnaan, kau memilih pergi, mungkin kau sudah jengah dengan segala kesempurnaan itu. Aku tak percaya kesempurnaan itu ada, selalu ada celah.
Malam ini, aku hanya bisa berkeliling kota tanpa tujuan, karena itu tujuannya. Ribuan langkah telah aku lalui, menikmati alam, menjelajah hutan, mencapai belasan puncak gunung. Hanya untuk menemukan keindahan selain senyumanmu, walau ribuan senyum telah menyapaku. menemukan kesempurnaanmu, walau kebahagiaan lain telah datang. Kau tetap kebahagian yang sebenarnya.
Quote:
Apakah sekarang Kau lebih bahagia?