Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

vidya08Avatar border
TS
vidya08
Sejarah Pengkhianatan Sudrajat kepada Gus Dur

Momen pemilihan kepala daerah, merupakan ajang memilih seorang pemimpin yang terbaik untuk masa depan daerah itu sendiri. Termasuk di Provinsi Jawa Barat.

Kita ingat, kontestasi kekuatan politik menjadi sangat dinamis dalam proses penentuan calon gubernur di wilayah tersebut. Bongkar pasang pasangan calon menjadi pemandangan yang cukup wajar.

Misalnya, koalisi partai Gerindra, PKS, dan PAN pads awalnya dikabarkan akan mendukung Dedi Mizwar sebagai calon gubernur. Namun dukungan itu tiba-tiba berbelok kepada Sudrajat, yang kemudian dipasangkan dengan Ahmad Syaikhu.

Pembelokan dukungan itu dikabarkan karena titah pemimpin tertinggi partai Gerindra, Prabowo Subiyanto. Menariknya, dukungan kepada Sudrajat itu pun diyakini akan bisa merebut kantong suara pemilih Islam di tanah Sunda.

Namun, pilihan Partai Gerindra kepada Sudrajat itu sebetulnya tidak begitu strategis untuk mendulang suara dari warga NU. Karena calon tersebut dianggap "cacat" di hadapan mereka.

Pasalnya, kita tentu masih ingat saat Sudrajat pernah "melawan" Gus Dur ketika masih menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia. Saat itu, posisi Sudrajat adalah sebagai Kepala Pusat Penerangan TNI.

Itu bermula saat Presiden Abdurrahman Wahid mencopot Sudrajat dari Kapuspen TNI, dan digantikan oleh Marsekal Muda Graito Usodo. Ternyata pergantian Kapuspen TNI itu membuat Sudrajat kesal, lantas ia pun mengkritik Presiden Gus Dur.

Dalam kritikannya itu, ia menolak pernyataan Gus Dur yang menyebutkan bahwa Presiden adalah penguasa tertinggi atas AD, AL, AU, dan Kepolisian. Ia tidak sepakat dengan itu dan menyebutkan bahwa presiden bukan panglima tertinggi TNI.

Parahnya, kritikan Sudrajat itu dinyatakan di hadapan publik. Dengan demikian, pada saat itu posisinya adalah seorang prajurit TNI yang menghina panglima tertinggi di hadapan publik.

Anggapan itu dibantah keras oleh Pangdam Wirabuana Mayjen TNI Agus Wirahadikusuma yang mengatakan TNI bukan hulubalang penguasa atau jenderal yang berkuasa. Ia menyebutkan bahwa Sudrajat tidam memahami rambu-rambu profesionalitas tentara.

Tentu saja itu merupakan tindakan yang tercela dan haram di lingkungan TNI. Hal tersebut menggambarkan bahwa ia sebagai prajurit tidak dapat menempatkan dirinya dan cenderung tidak dewasa.

Dalam negara demokrasi, seorang tentara memang tidak layak berbicara politik. Begitu juga ia tak bisa mengkritik dan menyalahkan presidennya.

Seharusnya bila itu ada pendapat yang kurang 'sreg' sebagai seorang Kapuspen, Sudrajat bisa menyampaikannya kepada panglima melalui jalur semestinya, bukan dihadapan publik.

Selain kritikannya pada presiden itu, Sudrajat ternyata sebelumnya memang dikenal sebagai perwira yang agak bandel selama berdinas aktif. Ia sering menentang dan berkonflik dengan para petinggi militer lainnya.

Mengingat kejadian di atas, maka akan sangat susah untuk warga NU melupakan kejadian pengkhianatan tersebut. Karena bagi mereka Gus Dur adalah pemimlin yang kharismatik dan dihormati. Pengkhianatan pada seorang Gus Dur maka sama saja, penghinaan pada warga NU.

Dalam pesta demokrasi lima tahunan itu, kita dituntut untuk cerdik dan menentukan pilihan yang tepat. Untuk bisa memilih yang terbaik, kita harus mengetahui latar belakang dan rekam jejak para calon. Itu agar menghindarkan kita dari politik beli kucing dalam karung.

Semoga kita bisa melihat dengan mata jernih, tanpa terpengaruh politik yang berdasarkan uang dan kekayaan.
0
8.1K
36
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.3KThread41.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.