- Beranda
- Berita dan Politik
Survei: Potensi Intoleransi Muslim RI Meningkat, Projihad Keras 13%
...
TS
gamesbrowser
Survei: Potensi Intoleransi Muslim RI Meningkat, Projihad Keras 13%
Quote:
Jakarta - Lewat survei nasional dengan 1.500 responden, realitas toleransi yang ada pada muslim di Indonesia dicoba dipotret. Hasilnya, potensi intoleransi meningkat ketimbang tahun sebelumnya.
Ini adalah satu dari banyak laporan survei 'Tren Toleransi Sosial-Keagamaan di Kalangan Perempuan Muslim Indonesia' yang digelar pada Oktober 2017, dan hasilnya dipresentasikan di Hotel JS Luwansa, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (29/1/2018).
Pada presentasi yang dipaparkan Direktur The Wahid Foundation Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman (Yenny) Wahid, dipaparkan sepuluh kelompok yang paling tak disukai muslim Indonesia, yakni meliputi komunis, LGBT, Yahudi, Kristen, Ateis, Syiah, China, Wahhabi, Katolik, dan Buddha.Pada laporan berjudul 'potensi intoleransi terhadap kelompok yang tidak disukai', terlihat mayoritas muslimin dan muslimah bersikap intoleran terhadap kelompok yang tak disukai (57,1 persen). Jumlah ini meningkat dibanding survei pada 2016 dengan angka intoleran sebesar 51,0 persen.
Yang toleran terhadap kelompok yang tak disukai pada survei Oktober 2017 ini sebesar 0,8 persen, sedangkan saat survei 2016, yang bersikap toleran sebesar 0,7 persen. Yang bersikap netral ada 42,1 persen, dan yang netral pada 2016 ada 48,3 persen.
Intoleransi umum di sini dimaknai sebagai sikap dan tindakan yang bertujuan menghambat atau menentang pemenuhan hak kewarganegaraan yang dijamin oleh konstitusi. Tentu saja intoleransi di sini dipersempit maknanya sebatas intoleransi umat agama Islam terhadap kelompok lain.
Intoleransi yang dipaparkan lewat angka-angka di atas didapat lewat pertanyaan 'apakah sangat setuju (hingga) sangat tidak setuju bila anggota kelompok yang tak Anda sukai itu menjadi tetangga, mengajar di sekolah, atau menjadi pejabat pemerintah di negeri ini'.
Bila dibagi berdasarkan gender, dibanding perempuan, laki-laki cenderung lebih intoleran (laki-laki 59,2 persen dibanding perempuan 55,0 persen) dalam hal ini. Bila diukur dari skala 0 sampai 100 (menggambarkan dari toleran sampai intoleran), skor intoleransi laki-laki dibanding perempuan yakni 70,1 dibanding 68,5.
Namun, ketika dispesifikkan lewat pertanyaan 'apakah Anda bersedia bila anggota kelompok yang beda suku, agama, aliran agama, dan residivis?', mayoritas responden terpotret masih toleran. Sebesar 90,7 persen toleran, hanya 3,3 persen yang intoleran, sisanya netral.
13,2% Setuju Jihad Kekerasan!
Laporan survei 'sikap terhadap ide jihad kekerasan' menyingkap potret persentase pendukungnya. Meski mayoritas antijihad kekerasan, persentase pendukung kekerasan tetap ada.
Jihad kekerasan yakni dukungan terhadap penggunaan kekerasan dalam memperjuangkan agama. Jihad yang ini dimaknai sebagai pengorbanan nyawa, angkat senjata melawan kafir, dan balas dendam terhadap penyerang Islam.
Responden yang projihad kekerasan sebesar 13,2 persen, yang netral 49,3, persen, dan ang antijihad kekerasan sebesar 37,5 persen.
Muslimah projihad kekerasan ada 12,4 persen, muslimah yang netral 50,5%, dan muslimah yang antijihad kekerasan sebanyak 37,1 persen.
Muslimin projihad kekerasan ada 14,0 persen, muslimin netral 48,2 persen, dan, muslimin yang antijihad kekerasan 37,5 persen.
"Yang menjadi tantangan bagi kita adalah bukan radikalisme, melainkan intoleransi. Intoleransi masih cukup tinggi. Intoleransi menjadi pintu gerbang radikalisme," kata Yenny dalam sambutannya.
Survei dilakukan pada 6-27 Oktober 2017, melibatkan 1.500 responden laki-laki (50 persen) dan perempuan (50 persen) di 34 provinsi. Teknik yang digunakan adalah multistage random sampling. Margin of error kurang-lebih 2,6 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Survei dilakukan via wawancara.
Survei dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) didukung oleh UN Women dan Wahid Foundation. Ini adalah bagian dari program UN Women yang didukung pemerintah Jepang bertajuk 'Perempuan Berdaya, Komunitas Damai Indonesia 2017-2018'.
Sebanyak 54,7 persen survei dilakukan di Jawa. Survei juga dilakukan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Nusa Tenggara, dan Bali.
Mereka merekomendasikan agar pemerintah menguatkan koordinasi, meningkatkan deradikalisasi, dan dilakukannya kerja sama dengan sipil. Ormas keagamaan moderat perlu bersinergi, menyebarkan narasi positif, dan menangani medium penyebaran radikalisme. Dunia usaha direkomendasikan untuk mempromosikan toleransi serta mencegah penggunaan platform media sosial.
Ini adalah satu dari banyak laporan survei 'Tren Toleransi Sosial-Keagamaan di Kalangan Perempuan Muslim Indonesia' yang digelar pada Oktober 2017, dan hasilnya dipresentasikan di Hotel JS Luwansa, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (29/1/2018).
Pada presentasi yang dipaparkan Direktur The Wahid Foundation Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman (Yenny) Wahid, dipaparkan sepuluh kelompok yang paling tak disukai muslim Indonesia, yakni meliputi komunis, LGBT, Yahudi, Kristen, Ateis, Syiah, China, Wahhabi, Katolik, dan Buddha.Pada laporan berjudul 'potensi intoleransi terhadap kelompok yang tidak disukai', terlihat mayoritas muslimin dan muslimah bersikap intoleran terhadap kelompok yang tak disukai (57,1 persen). Jumlah ini meningkat dibanding survei pada 2016 dengan angka intoleran sebesar 51,0 persen.
Yang toleran terhadap kelompok yang tak disukai pada survei Oktober 2017 ini sebesar 0,8 persen, sedangkan saat survei 2016, yang bersikap toleran sebesar 0,7 persen. Yang bersikap netral ada 42,1 persen, dan yang netral pada 2016 ada 48,3 persen.
Intoleransi umum di sini dimaknai sebagai sikap dan tindakan yang bertujuan menghambat atau menentang pemenuhan hak kewarganegaraan yang dijamin oleh konstitusi. Tentu saja intoleransi di sini dipersempit maknanya sebatas intoleransi umat agama Islam terhadap kelompok lain.
Intoleransi yang dipaparkan lewat angka-angka di atas didapat lewat pertanyaan 'apakah sangat setuju (hingga) sangat tidak setuju bila anggota kelompok yang tak Anda sukai itu menjadi tetangga, mengajar di sekolah, atau menjadi pejabat pemerintah di negeri ini'.
Bila dibagi berdasarkan gender, dibanding perempuan, laki-laki cenderung lebih intoleran (laki-laki 59,2 persen dibanding perempuan 55,0 persen) dalam hal ini. Bila diukur dari skala 0 sampai 100 (menggambarkan dari toleran sampai intoleran), skor intoleransi laki-laki dibanding perempuan yakni 70,1 dibanding 68,5.
Namun, ketika dispesifikkan lewat pertanyaan 'apakah Anda bersedia bila anggota kelompok yang beda suku, agama, aliran agama, dan residivis?', mayoritas responden terpotret masih toleran. Sebesar 90,7 persen toleran, hanya 3,3 persen yang intoleran, sisanya netral.
13,2% Setuju Jihad Kekerasan!
Laporan survei 'sikap terhadap ide jihad kekerasan' menyingkap potret persentase pendukungnya. Meski mayoritas antijihad kekerasan, persentase pendukung kekerasan tetap ada.
Jihad kekerasan yakni dukungan terhadap penggunaan kekerasan dalam memperjuangkan agama. Jihad yang ini dimaknai sebagai pengorbanan nyawa, angkat senjata melawan kafir, dan balas dendam terhadap penyerang Islam.
Responden yang projihad kekerasan sebesar 13,2 persen, yang netral 49,3, persen, dan ang antijihad kekerasan sebesar 37,5 persen.
Muslimah projihad kekerasan ada 12,4 persen, muslimah yang netral 50,5%, dan muslimah yang antijihad kekerasan sebanyak 37,1 persen.
Muslimin projihad kekerasan ada 14,0 persen, muslimin netral 48,2 persen, dan, muslimin yang antijihad kekerasan 37,5 persen.
"Yang menjadi tantangan bagi kita adalah bukan radikalisme, melainkan intoleransi. Intoleransi masih cukup tinggi. Intoleransi menjadi pintu gerbang radikalisme," kata Yenny dalam sambutannya.
Survei dilakukan pada 6-27 Oktober 2017, melibatkan 1.500 responden laki-laki (50 persen) dan perempuan (50 persen) di 34 provinsi. Teknik yang digunakan adalah multistage random sampling. Margin of error kurang-lebih 2,6 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Survei dilakukan via wawancara.
Survei dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) didukung oleh UN Women dan Wahid Foundation. Ini adalah bagian dari program UN Women yang didukung pemerintah Jepang bertajuk 'Perempuan Berdaya, Komunitas Damai Indonesia 2017-2018'.
Sebanyak 54,7 persen survei dilakukan di Jawa. Survei juga dilakukan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Nusa Tenggara, dan Bali.
Mereka merekomendasikan agar pemerintah menguatkan koordinasi, meningkatkan deradikalisasi, dan dilakukannya kerja sama dengan sipil. Ormas keagamaan moderat perlu bersinergi, menyebarkan narasi positif, dan menangani medium penyebaran radikalisme. Dunia usaha direkomendasikan untuk mempromosikan toleransi serta mencegah penggunaan platform media sosial.
SUMBER
ya...
namanya juga ajaran SUPER DAMAI
note:
itupun karena ada polisi, brimbob, TNI atau aparat penegak hukum
seandainya ga ada
gw yakin mah indonesia da jadi kek ZAMAN DULU
dimana, ga ada duit tinggal JARAH dan BUNUH
anggap saja itu HASIL RAMPASAN PERANG
Diubah oleh gamesbrowser 01-02-2018 09:08
0
2.8K
Kutip
55
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
672.3KThread•41.9KAnggota
Urutkan
Terlama
Komentar yang asik ya