Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

indahairaAvatar border
TS
indahaira
Bagaimana Cara Tepat Menangani Anak yang Melakukan Kejahatan?
Bagaimana Cara Tepat Menangani Anak yang Melakukan Kejahatan?
Penjara Bukan Solusinya. Foto: conceptnewscentral

Jaringan Youth Network on Violence Against Children (YNVAC) yang terdiri dari lima organisasi orang muda - Aliansi Remaja Independen, Action!, KOMPAK Jakarta, Sinergi Muda, dan Sudah Dong berkumpul dan menggelar sebuah kegiatan yang bernama #SudahSaatnya Orang Muda Bersuara pada Jumat lalu di Auditorium Abudrrahman Saleh RRI, Jl. Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. Gabungan organisasi ini semuanya mengusung misi untuk menghapuskan kekerasan terhadap anak di Indonesia.

Kegiatan pada sore hari itu mengangkat topik tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Pada acara tersebut, diputar juga Film Dokumenter tentang Sistem Peradilan Pidana Anak karya YNVAC. Mereka menekankan bahwa anak-anak yang ditetapkan tersangka perbuatan kriminal tidak seharusnya dipenjarakan, melainkan seharusnya dimasukkan ke panti rehabilitasi.

Bagaimana Cara Tepat Menangani Anak yang Melakukan Kejahatan?
Para panelis diskusi terbuka dari kiri ke kanan: Erasmus Napitupulu (Direktur Pelaksana dari Institute Criminal Justice Reform), Andi T Lolo (Komisi Kejaksaan Republik Indonesia), Ali Auliya Ramly (Child Protection Specialist UNICEF), Ali Hasan (Asisten Deputi Perlindungan Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH)), dan para orang muda terpilih.

Erasmus Napitupulu, Direktur Pelaksana dari Institute Criminal Justice Reform mengungkapkan hal itu dalam acara #Sudahsaatnya Orang Muda Bersuara oleh Youth Network on Violence Against Children (YNVAC) Jumat, (26/1/2018) di Jakarta Pusat.

“Anak-anak melakukan tindak kejahatan bisa berdasar dari berbagai faktor, pertama faktor kemiskinan, kedua lingkungan dimana dia bergaul dengan orang dewasa lalu coba-coba, ketiga dia ikut-ikutan,” ungkap Erasmus.

Penjara bukanlah tempat yang tepat bagi anak-anak. Justru akan membawa dampak negatif bagi mereka pasca bebas dari penjara. Melalui rehabilitasi, anak-anak akan mendapat pendidikan yang tepat dan ditangani oleh terapis ahli yang dapat memperbaiki mental mereka. Anak-anak adalah investasi masa depan. Dengan rehabilitasi, saat bebas anak-anak bisa menjadi warga negara yang baik dan berguna.

Lalu, pendekatan apa yang semestinya dilakukan kepada anak bermasalah? Jawabannya adalah mengendalikan anak kepada orang tuanya. Selain itu, saat dilihat di lapangan, kebanyakan aparat hukum ketika berhadapan dengan kasus anak-anak yang menjadi tersangka, kebanyakan para aparat hukum tersebut tidak melihat si tersangka adalah sebagai anak-anak. Sehingga dengan begini diperlukan adanya proses mediasi.

Pelaku diusahakan melalui proses-proses diversi. Kalau itu bisa lanjut, maka itu tidak perlu dimasukkan ke sistem peradilan pidana anak. Ketika anak sudah terlibat dengan kasus kriminalitas, si anak harus mendapat hukuman, tapi hukuman untuknya tak bisa disetarakan dengan hukum pidana bagi orang dewasa.

Akhirnya pemerintah membuat peraturan mengenai pidana hukum untuk anak. Pada Tahun 2012 pemerintah RI telah melakukan perubahan atas Undang-undang No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (PA) dengan Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sitem Peradilan Pidana Anak (SPPA).

Perbandingannya, Undang-undang No.11 Tahun 2012 (SPPA) lebih komprehensip dalam menempatkan posisi anak dalam hukum.

SPPA ini berlaku untuk anak dibawah 18 tahun.

Sedangkan Undang-undang No. 3 Tahun 1997 (PA) hanya melindungi anak sebagai korban dan tidak bagi pelaku, sebagai pelaku terkadang diposisikan sama dengan pelaku orang dewasa.

Bagaimana dalam praktiknya hingga saat ini?

“Implementasinya signifikan, artinya SPPA lebih baik daripada PA, mindset Undang-undang sebelumnya mengedepankan politik, pembalasan, keadilan restitutif, retributif, setelah SPPA diganti menjadi keadilan restoratif yaitu mengembalikan anak pada keadaan semula bukan malah pembalasan.

Meskipun pelaku mereka itu anak, tetap dikatakan korban, harus memikirkan kepentingan terbaik bagi anak,” Ali Hasan, SH.Msi. Asisten Deputi Perlindungan Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH), Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) RI.

Perlu diketahui bahwa hak anak dalam suatu proses peradilan pidana itu salah satunya adalah tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat sebagaimana disebut dalam Pasal 3 huruf g UU SPPA.

Jadi, sudah merupakan hak setiap anak yang berada dalam suatu proses peradilan pidana untuk tidak ditahan kecuali penahanan itu merupakan upaya terakhir.

Sedangkan pasal 32 ayat (2) UU SPPA memberikan syarat penangkapan terhadap anak sebagai berikut:

Penahanan terhadap anak hanya dapat dilakukan dengan syarat sebagai berikut:

- anak telah berumur 14 (empat belas) tahun atau lebih;

- diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih”

Meskipun diakui adanya perubahan pola pikir, pelaksanaannya sendiri belum dapat dikatakan sempurna karena masih adanya ketimpangan antara peraturan dalam Undang-undang dan pelaksanaannya.

"Ketika ditindak lanjuti seakan-akan semua kesalahan dibebankan padanya, kita harus paham terkadang orang yang melakukan kejahatan bukan berarti mereka jahat, kadang mereka tersesat perlu dibimbing terutama anak-anak," Erasmus.

Menurut Ali Auliya Ramly, selaku Children Protection Specialist, UNICEF Indonesia, Undang-undang sebaiknya tidak hanya berproses saat anak menjadi tersangkan terpidana, melainkan sebelum itu terjadi.

“UUD SPPA harusnya tidak dilihat sebagai undang-undang saja, standar internasional menekankan juga untuk mencegah anak berkonflik pada hukum artinya mencegah anak melakukan tindak pidana, sedangkan dalam UUD ketika anak sudah berkonflik dengan hukum.

Menurut standar internasional harus dicegah tindakannya, bukan hanya saat dibawa ke polisi tapi jangan sampai melakukan tindak pidana diversi.

Namun nyatanya hanya disepakati saja, si anak dikirim ke panti sosial tidak dipenjarakan, tapi di standar internasional ini ada pembatasan kemerdekaan yang harusnya hanya diputus oleh hakim,” kata Ali Auliya.

Jadi yang patut lihat pertama tahu dulu usia si anak saat itu.

Kemudian syarat diversi dan syarat penahanan terhadap anak, yaitu jika tindak pidana yang dilakukan oleh si anak diancam dengan pidana penjara di bawah tujuh tahun, sedangkan penahanan hanya dapat dilakukan jika ancaman pidana penjaranya tujuh tahun atau lebih.

Ini artinya, secara logika, bagi anak yang terhadapnya dilakukan diversi (ancaman pidananya di bawah 7 tahun), terhadapnya tidak mungkin ditahan dan tentu tidak boleh ditahan (penahanan hanya untuk ancaman pidana di atas 7 tahun).

Faktanya lagi saat ini, UU SPPA masih dibatasi diversi dibawah 7 tahun, sanksi-sanksi dibawah 7 tahun, sedangkan komite hak anak PBB tidak boleh ada batasan untuk diversi, di Indonesia memilih untuk diversasi 7 tahun sedangkan banyak kasus yang tidak bisa didirvesikan 7 tahun.

"Dengan adanya SPPA sejak tahun 2014 sangat berharap tidak ada lagi anak-anak yang menghabiskan waktunya di pidana,” sambung Erasmus Napitupulu menutup diskusi mengenai UU SPPA.

Ini menjadi 'PR' kita bersama untuk mengarahkan anak tidak melakukan tindak pidana.

Kalau anak atau remaja memahami tentang mencegah kekerasan dan tidak melakukan kekerasan, otomatis dia tidak akan terlibat kasus hukum dan menjadi tersangka.

Sebanyak 24 juta anak hidup di keluarga miskin. 20% anak dikimpoikan di saat mereka masih dalam usia anak. Sedangkan, pemerintah memiliki masalah yang sangat banyak dan kompleks. Jadi alangkah baiknya jika ada yang memberi masukan kepada pemerintah dari orang-orang yang baru saja melewati masa kanak-kanak. Karena orang muda baru saja melewati masa kanak-kanak sehingga belum lupa bagaimana rasanya menjadi anak-anak, keluguannya, dan butuhnya mereka akan bimbingan orang dewasa untuk menjadikan mereka tumbuh dengan baik termasuk secara mental.

Kita sebagai orang muda bisa bertindak, dengarkan keluhan mereka, ajak mereka bermain dan melakukan kegiatan bersama-sama.

Bagaimana Cara Tepat Menangani Anak yang Melakukan Kejahatan?
YNVAC beserta para orang muda di #SudahSaatnya Orang Muda Bersuara.

Quote:



0
6.6K
51
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
672KThread41.8KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.