Menuju Ruang Hampa (Fiksi,Action,Noir,Romance,Comedy)
TS
godaanpuasa
Menuju Ruang Hampa (Fiksi,Action,Noir,Romance,Comedy)
"Kau tahu apa yang lucu ? bisa kau bilang sekarang aku sudah memiliki semuanya. Semua yang dulu menjadi mimpi, kini sudah kuraih. Semua kerja keras itu, sudah berbuah hasil. Tetapi aku.... justru merasa lebih hampa dari sebelumnya."
-Rio-
Hai halo rekan-rekan kaskus
rasanya udah lama betul ane puasa ngaskus, eeeh tiba-tiba pagi ini ane rindu situs keren ini gan
ane disini mau iseng nulis-nulis cerita lagi gan, setelah sebelumnya ane menuntaskan cerita ane (yang berantakan, penuh typo, serta banyak kesalahan lainnya) yang berjudul When you're gone, i see you everywhere , eh ternyata ane baru paham, bahwa menulis itu menyenangkan . Semoga rekan-rekan pembaca ane sebelumnya bisa mampir disini ya, dan kalo tertarik monggo didirikan tendanya
Cerita kali ini berjudul "Menuju Ruang Hampa". Berkisah tentang 3 sahabat yang mencari arti kehidupan, mereka tak pernah menyangka bahwa hidup ini begitu rumit namun di saat yang bersamaan juga sangat sederhana. Simak cerita Rio, Genta, dan Farah yang pastinya seru dan tak terduga, cuma di threat agan godaanpuasa yoo
Spoiler for Prologue:
Hujan deras, dia hanya berdiri terdiam dipiinggir gedung tersebut. Dengan khidmat, menikmati suara rintik hujan yang dengan kompak berjatuhan, menciptakan irama menenangkan. Rambut Gondrong terurai menutupi wajahnya, menyisakan sedikit ruang untuk kedua matanya, Jas hitam yang tadinya sudah terasa lengket dengan keringat dan darah kini sedikit leluasa dipakai karna terbasahi hujan. Tangan kananya masih erat menggenggam kuro, pisau lipat kesayangnnya yang kini kembali terlihat hitam dengan tersapunya darah yang melekat oleh hujan. Dia menegok keatas, jauh kehamparan awan berwarna abu-abu.
"apakah aku telah melakukan hal yang benar ?".
Dia menggelengkan kepalanya, mengerti bahwa sudah bukan saatnya dia ragu, sudah terlalu jauh untuk memikirkan kembali perbuatannya, menimbang kembali dengan pilihan lain yang dapat diambi, menerka-nerka. Dia tersenyum,
"Sejak awal membuat rencana dan memperhitungkan resiko bukanlah gayaku".
Terdengar suara langkah berlalri dari tangga darurat, tak perlu waktu lama suara langkah tersebut makin mendekat. Dia berbalik badan, Pria itu akhirnya tiba. Pria tersebut melangkah mendekat, menatap matanya lekat-lekat, tangannya menggenggam revolver dengan erat, namun ekspresi wajahanya masih bercampur antara gusar dan serius, terlihat jelas pria itu masih belum membulatkan tekadnya. Dia tersenyum sedikit kesal "Bahkan dalam situasi seperti ini, jas putihmu terlihat lebih rapih dibandingkan ku, sialan kau".
"DIAM !" pria itu menjawab dengan lantang.
"Kau masih bisa bercanda ?, aku tak pernah bisa mengerti dirimu" Mereka berdua masih saling bertatapan, namun kini dia juga terlihat serius.
"Kau sudah memiliki semuanya,, kau punya kekusaan yang tak semua orang bisa capai, uang yang cukup untuk melakukan apapun, rumah besar yang nyaman untuk tinggal serta menaruh semua koleksi-koleksi yang selalu kau banggakan itu, kau bisa mendapatkan wanita manapun, hei bahkan mereka yang berebut untuk sekedar bisa dekat denganmu" Pria itu memalingkan wajahnya tak tahan dengan kenyataan bahwa sekarang mereka berada di sisi yang berlawanan, jarak mereka hanya beberapa meter tetapi entah kenapa meraka terasa sangat jauh.
"Tapi mengapa kau buang semua itu ?, kenapa kau melakukan hal yang tidak hanya membuatmu kehilangan semuanya, bahkan membuat semuanya menjadi musuhmu ?" Dia terdiam melihat wajah Pria itu, terlihat sekarang dia sudah lebih serius, sepertinya Pria itu mulai mengerti bahwa tidak ada jalan kembali untuk dirinya.
"AHAHAHAHA" Pria itu tertawa , tergelak dengan lepas.
"Kau tahu, aku sangat senang"
"Dibandingkan orang lain, sungguh aku berharap kau yang datang dihadapanku" Hujan semakin deras, angin berhembus dengan sangat kencang menerpa rambut dan pakaian mereka, namun mereka berdua tak ada yang gentar, badan mereka tetap kokoh berdiri, hati mereka tetap teguh memegang keyakinan masing-masing.
"Kau ingin tahu alasannya ?"
Pria itu membalik badannya berjalan perlahan mendekati pinggir gedung Tangan kirinya naik bergerak, mengusap lehernya dengan perlahan.
"Aku sangat membenci kalian semua"
Mendengar kalimat tersebut Pria itu terdiam, dia pikir hatinya sudah teguh, namun ia tak menyangka dirinya masih sedikit bergetar. Dia berbalik, meraih ikat rambut dan sakunya, mengikat rambut panjang tersebut. Kini wajahnya jelas terlihat, semua rambutnya dikuncir kebelakang, menyisakan beberapa helai rambut menutupi keningnya, bergoyang-goyang tertiup angin. Dia melemparkan Kuro, mengepalkan jarinya dan mengangkat kedua tinjunya, mengambil posisi siap bertarung.
"Tak perlu ragu kawan, aku harap kau akan maju dengan sekuat tenagamu, karna seperti biasa..... aku akan mengalahkanmu"
"Sepertinya apapun yang aku katakan sekarang, tak akan mampu mencapaimu lagi" Pria itu membuang pistolnya, mengambil posisi bertarung, menggoyangkan lehernya kekiri dan kekanan untuk melemaskan otot-ototnya.
Mereka berdua saling bertatapan. Petir besar menyambar mebuatnya semuanya menjadi silau. Saat silau cahaya petir mulai memudar, mereka berdua saling berlari menuju satu sama lain.