- Beranda
- Stories from the Heart
#SFTHChallenge: MBOK LASMI, Legenda Tanah Jawa
...
TS
ndemun75
#SFTHChallenge: MBOK LASMI, Legenda Tanah Jawa
MBOK LASMI
Legenda Tanah Jawa
Legenda Tanah Jawa
Sebuah kisah legenda dari tanah Jawa, kisah yang memunculkan sebuah nama yang akan dikenang oleh semua pihak yang pernah bersinggungan langsung dengannya.
Quote:
Cerita ini diambil dari salah satu cerita yang ada di forum SFTH, lebih tepatnya cerita milik sist finahdy yang berjudul "WAYAH SURUP". Cerita ini akan berbeda dengan cerita yang original, cerita ini akan mengkisahkan tentang sosok yang dulunya sangat dicintai namun kemudian ia menjadi sangat dibenci & ditakuti, sosok itu bernama mbok lasmi.
Quote:
Diantara dua gunung yang tinggi menjulang, matahari mulai memanjat naik, mengusir kabut yang sebelumnya bergerombol. Sang surya dengan cahaya merahnya mulai mengambil alih kuasa di langit, langit yang sebelumnya menjadi panggung bagi bulan dan para bintang pengiringnya beserta malam yang hitam pekat kini berubah menjadi terang. Sejumlah gumpalan awan menghampar menyapa bumi dan semua penghuninya.
Tidak mau kalah mewartakan kehadirannya, para burung berlalu lalang berterbangan menyambut matahari yang kembali menampilkan kegagahannya. Jerit mereka yang lantang terdengar hingga sudut-sudut lereng gunung, beberapa dari mereka turun ke sawah memakan bulir-bulir padi.
Bentangan sawah yang menghijau membuat mata segar memandangnya, sawah yang dulunya adalah hutan itu kini menjadi lahan pertanian yang sangat subur, di sebelah barat sawah terdapat sungai yang mengalir deras, sungai itulah yang difungsikan oleh para warga untuk mengairi sawahnya. Adapula yang memancing di sungai itu, karena memang masih banyak ikannya.
Bergeser ke barat lagi ada sebuah jalan yang cukup lebar, dimana jalan itu adalah jalan utama menuju desa wonojati. Di beberapa bagian jalan terdapat lubang yang cukup dalam, entah kenapa pemerintah pusat tidak mau memperbaikinya. Bila terus menyusuri jalan ke arah selatan maka akan bertemu gapura batas desa. Lurus lagi maka akan dijumpai pemukiman warga.
Tepat di samping kebun pisang, seorang wanita muda sedang sibuk menyapu halaman rumahnya, sapu lidi yang ia genggam terus bergerak membersihkan daun-daun kering hingga terkumpul dan kemudian ia buang ke tong sampah.
Selesai menyapu, ia duduk di emperan teras dibelakang warung kopi yang memang letaknya ada di depan teras rumah.
"Selesai juga, pagi ini banyak sekali sampahnya" wanita itu nampak lelah, terlihat dari hembusan nafasnya yang tak beraturan.
Setelah beristirahat sebentar ia masuk kedalam rumah menyiapkan jamu dagangannya yang akan ia jual, lasmi menata botol-botol jamu itu lalu meletakkannya di gerobak dorong kecil miliknya.
Lasmi sebenarnya cukup repot menangani semua urusan rumah dan dagangannya, maklum ia tinggal sendiri. Suami bekerja menjadi sopir truk yang jarang pulang, jadi ia begitu sibuk dengan urusan rumah, belum lagi saat sore ia harus mempersiapkan warung kopinya. Jika suaminya sedang dirumah, ia tak akan sesibuk ini.
Wanita yang dijuluki bunga desa walaupun sudah bersuami itu dikejutkan oleh seorang lelaki paruh baya yang tiba-tiba mendatangi rumahnya.
"Lho, pak yanto koq pagi-pagi sudah ke rumah? jamunya masih tak buat belum jadi, mungkin sebentar lagi" kata lasmi, lasmi sendiripun sebenarnya kurang nyaman dengan sikap pak kades yanto akhir-akhir ini, lelaki tua itu beberapa kali menggodanya, tidak disangkanya orang itu malah datang ke rumah saat pagi sekali.
"Oh.. ini lho cah ayu, tak bawain nasi liwet buat sarapan" pak yanto memberikan bungkusan nasi liwet disertai dengan senyum dan tatapan mata penuh gairah.
"Terimakasih pak, repot-repot sekali sampai bawain saya sarapan"
"Wong ini tadi saya habis sarapan di warung pojokan situ, trus saya beli lagi tak bungkus mau tak makan dirumah, ehh pulangnya lewat depan rumah kamu, jadi keinget, belum sarapan juga to?" pak yanto memberikan sebuah alasan klasik, padahal itu sudah direncanakannya agar bisa ketemu dengan lasmi.
"kebetulan lasmi belum sarapan, terimakasih, tapi besok-besok sepertinya gak perlu, ngrepotin, emm... kalo begitu ini aku makan dulu pak sekalian mau menyiapkan dagangan" jawab lasmi, secara halus ia bermaksud mengusir pak kades yang membuatnya kurang nyaman itu, matanya yang terus jelalatan bagaikan anjing liar yang kelaparan membuatnya risih.
"Aahh.. tidak apa-apa, yasudah saya pulang dulu ya cah ayu"
"Iya pak..."
Pak kades masih sempat-sempatnya memperhatikan lasmi dari ujung rambut sampai ujung kaki sebelum meninggalkan rumah kembang desa, baginya lasmi adalah wanita yang sangat menggugah gairah jiwanya.
Lasmi hanya nyengir, tatap matanya yang liar membuatnya seakan daging mentah yang siap dilahap kapan saja.
"Lasmi.. kamu selalu bikin nafsuku naik, kalau aku bisa mendapatkanmu aku akan segera ceraikan istriku, aku tak peduli dengan suamimu yang cuma sopir itu, duit aja pas-pasan, mana bisa bahagia dengan duit segitu, pokoknya aku harus menikahimu" kata pak yanto dalam hati. Kepalanya menggeleng-geleng sambil tersenyum lebar. Nampaknya wajah & tubuh lasmi terus terngiang-ngiang dibenaknya, ia pun terus melangkahkan kakinya menuju rumah. "Aduh nduk... ayu tenan koe".
Sementara lasmi setelah selesai sarapan dengan nasi liwet bawaan pak yanto, ia lantas menyiapkan jamu dan segara menjajakannya. Penikmat jamu lasmi tidak hanya ibu-ibu dan bapak-bapak saja. Tapi juga semua tingkatan umur, bahkan yang sudah menjadi kakek pun terkadang juga ikut beli.
"Byuuhhh.. byuhh... lasmi soyo suwe koq soyo mundak ayu yo, bokonge ngeper jan mentul-mentul terus, wah nek aku jik enom ngono wis tak jak rabi kae" kata seorang kakek-kakek yang duduk di pos ronda.
(translate: wah wah, lasmi makin lama makin cantik ya, pantatnya mentul-mentul, kalau aku masih muda udah aku nikahin)
"Alah mbah-mbah... koe i wis tuo.. untu yo wis ora ono, ora usah neko-neko ndak malah pedot boyokmu, ngibadah wae sing okeh, wong wis loyo barang koq yo..." sahut seorang yang duduk disampingnya.
(translate: ya ampun mbah, kamu itu sudah tua, gigi juga sudah gak ada, gak usah macam-macam nanti malah patah punggungmu, ibadah aja, orang sudah loyo juga)
"Cangkemmu ngremehke!, lha bojoku umure wis 50thn, lha nek isoh tak ijolke ngono nak yo entuk sing umur 25 cacahe loro"
(translate: mulutmu ngremehin, istriku umurnya udah 50thn, kalo bisa tak tukar gitu ya aku bisa dapat yang umurnya 25 dapat dua)
"Wah parah koe ki mbah...." kata yang seorang lagi sembari tertawa lebar. Semua orang yang nongkrong di pos ronda juga tertawa. Bagaimana bisa kakek peot tua itu ingin wanita yang lebih muda, sementara dia sendiri saja sudah kepayahan, jalan beberapa meter saja sudah ngos-ngosan.
Hari semakin siang, lasmi terus menjajakan jamunya keliling desa, sampai di dekat pertigaan ia bertemu dengan pemuda yang selalu membuatnya gugup,
ia adalah joko, seorang buruh pabrik yang hanya tinggal sendiri setelah ditinggal mati kedua orang tuanya.
Sangat kebetulan sekali, lasmi yang memang ingin lewat di depan rumah joko, ehh malah ketemu orangnya dijalan.
"Lasmi..." sapa joko ramah.
"Eehh.. joko, kamu darimana?" tanya lasmi dengan senyum menggoda.
"Ooh ini aku dari bengkel, motorku tadi pagi gak mau hidup" jawab joko, ia lantas melirik ke gerobak dorong milik lasmi,
ia melihat kalau jamu perempuan cantik itu sedang laris hari ini, terlihat dari beberapa botolnya yang kosong "wah hari ini sepertinya kamu laris sekali", joko tersenyum.
"Iya, hari ini tumben banyak sekali yang beli, baru jam segini udah mau habis... kamu koq gak masuk kerja, bolos ya?"
"Aku dapat jadwal malam kemarin, jadi ya sekarang libur..." lagi-lagi joko memperlihatkan senyumnya, senyum yang selalu ia ingat bentuknya, senyum yang selalu ia dambakan bisa ia lihat setiap hari. Jika sudah bertemu dengan joko, lasmi lupa dengan suaminya, dan kali ini joko mendekat ke arah lasmi hingga pada jarak yang amat dekat, joko juga salah satu dari sekian banyak orang yang menaruh hati pada lasmi.
"Oh begitu, aku kira kamu bolos, emm... yasudah aku mau jalan dulu" lasmi gugup diajak ngobrol dengan joko pada jarak yang amat dekat, karena sudah tidak bisa menahan rasa malu dan gugupnya, lasmi berpamitan pada joko.
"Hati-hati ya lasmi" ucap joko, pandang matanya terus menggerayangi wajah lasmi, sorot mata tajam joko terus menusuk mata lasmi hingga tembus ke hati.
"Iya..." jawab lasmi sambil sedikit menundukkan kepalanya karena malu, jantungnya terasa berdetak lebih cepat.
Lasmi melangkahkan kakinya menjauhi joko dengan segala senyum manisnya, di sepanjang jalan tak henti-hentinya lasmi tersenyum mengingat wajah tampan milik joko.
"Andai saja joko yang jadi suamiku, pasti aku senang sekali, hihihi..."
gumam lasmi. Hatinya sangat berbunga-bunga, ia menjadi lebih semangat dalam jualan.
Sang waktu terus bergerak menapaki takdir, malam yang gelap, malam yang hitam kembali membungkus desa, suara jangkrik & garengpung menggema di sana-sini. Hawa dingin membuat beberapa warga desa memilih untuk berlindung dibalik sarung atau selimut dirumahnya, yang sebagian lagi pilih nongkrong di warung kopi.
"Buk, aku mau ngopi-ngopi dulu di warung" kata pak kades pada istrinya.
"Ngopi di rumah saja pak, mosok tiap hari ngopi di warung terus sih" istri pak kades menunjukkan wajah sebalnya, tangannya ia silangkan di depan dada.
"Ya gak papa kan buk, sambil ngobrol sama yang lain, sudah aku pergi dulu" pak kades pun berlalu.
"Iyaaa..." jawab bu surti sebal. "Dasar, ngopi di warung koq hampir tiap hari, apa sih enaknya? gak ada manfaatnya sama sekali, cuma ngobrol gak jelas."
Sebenarnya ada yang mengganjal di hati Bu surti. Adalah gosip yang beredar dari ibu-ibu desa yang mengatakan kalau pak kades itu punya "demenan" baru, si lasmi tukang jamu. Kalau kabar itu benar, maka rumah tangganya dalam posisi terancam.
"Ada apa sih buk, koq sebel gitu?" tanya anak perempuan bu surti.
"Bapakmu itu lho nduk, sukanya ke warung kopinya mbak lasmi itu lho... pemborosan!" jawab bu surti yang masih dengan nada kesalnya.
"Oalah, iya tuh bapak pemborosan"
"Udah kamu belajar lagi sana"
"Iyaa..." gadis itupun kembali berlalu ke kamarnya.
Jika pagi hingga siang lasmi jualan jamu, malam harinya perempuan yang sudah memikat banyak hati laki-laki itu membuka warung kopinya, berbagai macam makanan kecil juga ia sediakan di warungnya.
Sebenarnya, kopi buatannya rasanya biasa saja, tapi karena pemilik warung cantik luar biasa maka warungnya juga laris luar biasa. Malam ini joko duduk di warung dekat dengan lasmi, membuat jantung lasmi terus berdegup kencang, sesekali mereka berdua bercanda kecil ditengah sibuknya lasmi melayani pelanggannya. Diantara pengunjung warung, ada beberapa orang yang iri dengan kedekatan mereka, terutama pak kades.
Semenjak datang di warung, mata pak kades terus melihat lekuk tubuh lasmi yang begitu indah di pandang, sedangkan lasmi sendiri malah menjadi risih. Ia lebih pilih kehilangan pelanggan yang satu itu daripada punya pelanggan yang membuat jijik jika ada di dekatnya.
Duduk di samping pak kades, pak arif terus memperhatikan pak kades. Ia merasa kades yang satu ini selalu mengamati lasmi.
"Dasar orang tua, mana mau lasmi sama dia, sudah tua, wajahnya pun begitu, yang bagus hanya jabatannya saja" cela pak arif dalam hati.
"Pak kades, sampean ngebet banget sama si lasmi ya?" celetuk pak arif datar. Arif adalah seorang petani kaya raya di desa, bahkan kekayaannya jauh melebihi pak kades.
"Kau juga?" tanya pak kades, wajahnya menunjukkan ketidaksukaan.
"Hahahaha... tentu saja tidak, lah untuk apa? istriku saja dua koq, cantik-cantik lagi. Lagipula aku tidak tertarik dengan lasmi" pak arif kembali menyeruput kopinya, kemudian ia tersenyum remeh.
"Aku tidak suka ada orang lain yang mendekatinya!" tegas pak kades, tatapan mata pak kades begitu tajam, tapi pak arif hanya senyum-senyum saja.
"Sampean ini kan sudah punya istri, kurang cantik ya? kalah montok dari lasmi? yaaa gimana ya, kalau dibandingkan dengan istri sampean ya jauuuhhh... ya silahkan kalau mau dengan lasmi, tapi kalau nanti dihajar sama suaminya ya tanggung sendiri" sungguh kurang ajar sekali kata-katanya, pak arif lantas berdiri dan mengakhiri obrolan singkatnya, setelah membayar jajanan ia pun beranjak pulang.
Pak kades pontang-panting menahan amarahnya.
"Duluan jok" kata pak arif.
"Siap pak, hati-hati!" balas joko.
Sebelum meninggalkan warung, terbesit ide untuk menggoda pak kades agar semakin panas hatinya, pak arif menepuk bahu pak kades lalu berkata setengah berbisik "tuh, saingan bapak, sampean pasti kalah hehehe". Senyum ejekan ia perlihatkan di depan pimpinan desa itu.
"Pergi sana! bikin emosi saja bisanya, kalau saja gak ada orang sudah tak hajar mukamu!" pak lurah berkata setengah membentak, ia makin tidak suka dengan ucapan petani kaya itu.
"Hehehehe...." Pak arif ketawa sambil melangkahkan kakinya keluar dari warung lasmi.
Rembulan terus memanjat naik, malam hampir menggapai puncaknya. Pengunjung warung sedikit demi sedikit mulai beranjak pulang, tinggal satu orang yang tersisa, joko.
"Koq kamu belum pulang, aku mau tutup lho joko" kata lasmi sembari merapikan warungnya.
"Ini juga mau pulang, sebentar lagi" jawab joko.
Joko kemudian ikut menyibukkan diri membantu lasmi mengurus perabotan warung.
"Eh ngapain? enggak usah... aku bisa sendiri"
cegah lasmi, sebuah wajan yang dipegang joko ia rebut agar joko tidak membantunya.
"Tidak apa-apa lah, sini aku bantu mencuci,
kamu urus yang lain saja" wajan besar itu kembali berpindah ke tangan joko.
"Yaudah deh, aku bersihin yang lain" Lasmi akhirnya mengalah.
Satu persatu perabotan dibersihkan dan dirapikan, sampai akhirnya semuanya selesai.
"Nah.. jadi cepat kan selesainya, coba tadi kalau sendirian, mau berapa lama?"
"Iya, makasih ya udah dibantu"
"Sama-sama, aku senang koq bisa bantu kamu" jawab joko.
Lasmi pun tersipu malu
"Aku pulang dulu ya" joko akhirnya berpamitan.
"Iya, hati-hati ya..." senyum manis kembali menghiasi wajah lasmi.
Malam itu terasa sangat indah bagi lasmi, ia bisa terus berdekatan dengan pria idamannya. Untaian bunga sedang menempel dihatinya kali ini, senang dan bahagia, itulah yang ia rasakan. Berbaring di atas kasur, kasur yang biasa ia gunakan bergumul dengan suaminya kini ia gunakan untuk membayangkan joko, pemuda tampan yang sudah mencuri hatinya.
Sejatinya, lasmi tidak terlalu cinta dengan suaminya. Ia menikah dengan suaminya karena dijodohkan oleh orang tuanya. Laki-laki yang ia cintai adalah joko, sudah lama sekali perasaan itu ia pendam, lasmi malu untuk mengungkapkan. Tentu saja, karena ia seorang perempuan. Sama dengan joko, buruh pabrik itu juga jatuh hati pada lasmi, hanya saja dulu ia belum bekerja, jadi ia malu untuk mengungkapkannya.
Kini, sepertinya apa yang diangankan akan tercapai, tetapi ada sebuah tembok besar yang menghalangi. Status menikah adalah tembok besar itu, lasmi merasa sulit untuk melompatinya. Mencintai pria lain selain suaminya sendiri.
Malam yang semakin larut mengantarkan lasmi memasuki gerbang mimpi, dimimpinya ia berada di taman bunga dengan memakai gaun berwarna putih. Bunga bermacam-macam warna ada disekitarnya, didepannya sesosok lelaki yang sangat ia kenal tersenyum lembut padanya. Entah mengapa lasmi tiba-tiba langsung memeluk tubuh lelaki itu, lelaki yang selama ini ia panggil joko.
Pagi menjelang, suara ayam jantan yang saling sahut-sahutan mampu membangunkan orang-orang yang terlelap tidur. Pagi ini agak sedikit berbeda dari biasanya, kabut turun begitu tebal menyelimuti desa. Jarak pandang jadi sangat terbatas. Ini terjadi karena semalam hujan turun dengan lebatnya.
Lasmi membuka jendela rumahnya, ia begitu heran, kabut turun sangat tebal.
"Waaahhh... tebal sekali kabutnya" lasmi takjub melihat pemandangan itu, seumur-umur baru kali ini ia lihat kabut yang begitu tebal.
Di samping rumah tepat di depan jendela, bunga mawar tumbuh subur, lasmi menyiraminya pada pagi & sore secara rutin, tak heran jika bunga itu tumbuh subur. Ia pandangi bunga itu dengan seksama. Sekilas, bunga mawar itu mirip dengan perasaan yang ada di hatinya saat ini, berbunga-bunga, mekar indah. Lasmi benar-benar jatuh cinta pada joko, pemuda tampan yang ingin ia jadikan suami.
tok.. tok tok...
Terdengar suara pintu diketuk, lasmi pun segera menuju pintu depan rumahnya.
"jangan-jangan pak kades lagi, mau apa sih, malas sekali aku dengan dia, suka godain gak jelas" gerutu lasmi.
Begitu pintu dibuka yang nampak adalah hadi suaminya yang baru pulang.
"Mas Hadi!", letup lasmi
"Halo sayangku..." kata hadi sambil tersenyum.
"Akhirnya pulang, yuk sini" lasmi mengajak suaminya duduk.
"Haus, bikinin teh dong sayang"
"Oiya lupa, sebentar ya, hehehe..." Ia pun lantas berlalu ke dapur untuk membuatkan minuman suaminya.
"Ini diminum dulu"
Segelas teh hangat langsung diteguk habis.
"Gimana mas kerjaan, lancar kan?" tanya lasmi yang menyenderkan kepala di dada suaminya.
"Lancar koq.. berkat doa kamu juga kan"
Lasmi mengangguk-angguk.
"Mas, masih haus gak?" lasmi menggigit bibir bawahnya, raut wajahnya tampak sangat menggoda.
Suaminya pun tersenyum karena tau maksud istrinya, "masih, haus sekali", jawab suaminya. Yang dimaksud haus disini adalah bukan haus yang sebenarnya, tetapi haus belaian istri.
"Yuk, mumpung masih pagi, hawanya dingin" lasmi kemudian memasuki kamar peraduannya disusul oleh suaminya.
Hari ini lasmi tidak jualan jamu, ia lebih memilih melayani suaminya yang baru saja pulang.
Hingga beranjak sore, ia baru keluar kamar menyiapkan barang dagangan warung kopinya. Dibantu suaminya, pekerjaannya menjadi lebih cepat.
Malam hadir lagi, dengan warna hitam yang sama, namun kali ini lebih terang karena bulan sedang purnama. "WARUNG KOPI LASMI", begitulah tulisan yang ada di depan warung lasmi. Begitu warung dibuka, pembeli langsung datang berebut kursi, tapi kali ini mereka sedikit kecewa, suami lasmi pulang.
"Yaelah, ada pengawalnya" celetuk salah seorang pelanggan.
"Wah iya, jadi tidak leluasa godain dia ya" sahut yang lain.
"Mengganggu kenikmatan saja ya, hahaha.." yang lain lagi menyahuti.
Sejenak, suara tawa memenuhi warung, lasmi dan suaminya senang banyak pembeli dan tampaknya mereka senang sekali ngopi di warung.
Makin malam makin banyak pengunjung, hingga akhirnya warung tutup karena sudah larut. Setelah beberes suami istri itupun naik ke kasur, istirahat.
"Sayang, warung kamu ramai, setiap hari juga begitu?" tanya hadi.
"Iya mas, syukurlah tiap hari selalu ada yang datang" jawab lasmi.
"Tapi gak ada yang godain kan, istriku kan cantik"
"Mas apaan deh, gak ada koq, kalaupun ada ya paling tak tanggapi biasa aja"
"Jangan kecantol sama yang lain lho, awas.."
"Enggak lah, mas ada-ada aja" Lasmi berbohong kali ini.
"Maaf, aku bohongin kamu" kata lasmi dalam hati.
"Bener...."
"Iyaaaa bener.."
"Jangan-jangan kamu mau lagi digodain sama mbah joyo, hayo ngaku" hadi melingkarkan tangannya di perut lasmi.
"Ya ampun mas, mbah joyo itu udah gak punya gigi masa iya masih mau sama perempuan sih, ada-ada aja" lasmi mencubit pipi suaminya.
"Ya sapa tau aja, hahaha..."
"Isshhh... apa deh..."
Obrolan mereka terus berlanjut hingga mereka terlelap.
Pagi datang....
"Sayang, bangun... mas mau berangkat nih" hadi membangunkan istrinya.
Lasmi terlihat masih malas untuk bangun, ia masih ingin bermalas-malasan.
"Mau kemana sih?"
"Mas mau berangkat, maaf ya dirumah cuma sebentar, teman mas ada yang gak masuk soalnya jadi harus ada yang gantiin"
"Hah? baru juga sehari... gimana sih bos kamu mas! mbok yang gantiin yang lain aja" lasmi sebal mendengar perkataan suaminya, baru sehari sudah mau pergi lagi.
"Gak ada, ya mau gimana lagi, ayo bangun dulu"
Tidak mau kalah mewartakan kehadirannya, para burung berlalu lalang berterbangan menyambut matahari yang kembali menampilkan kegagahannya. Jerit mereka yang lantang terdengar hingga sudut-sudut lereng gunung, beberapa dari mereka turun ke sawah memakan bulir-bulir padi.
Bentangan sawah yang menghijau membuat mata segar memandangnya, sawah yang dulunya adalah hutan itu kini menjadi lahan pertanian yang sangat subur, di sebelah barat sawah terdapat sungai yang mengalir deras, sungai itulah yang difungsikan oleh para warga untuk mengairi sawahnya. Adapula yang memancing di sungai itu, karena memang masih banyak ikannya.
Bergeser ke barat lagi ada sebuah jalan yang cukup lebar, dimana jalan itu adalah jalan utama menuju desa wonojati. Di beberapa bagian jalan terdapat lubang yang cukup dalam, entah kenapa pemerintah pusat tidak mau memperbaikinya. Bila terus menyusuri jalan ke arah selatan maka akan bertemu gapura batas desa. Lurus lagi maka akan dijumpai pemukiman warga.
Tepat di samping kebun pisang, seorang wanita muda sedang sibuk menyapu halaman rumahnya, sapu lidi yang ia genggam terus bergerak membersihkan daun-daun kering hingga terkumpul dan kemudian ia buang ke tong sampah.
Selesai menyapu, ia duduk di emperan teras dibelakang warung kopi yang memang letaknya ada di depan teras rumah.
"Selesai juga, pagi ini banyak sekali sampahnya" wanita itu nampak lelah, terlihat dari hembusan nafasnya yang tak beraturan.
Setelah beristirahat sebentar ia masuk kedalam rumah menyiapkan jamu dagangannya yang akan ia jual, lasmi menata botol-botol jamu itu lalu meletakkannya di gerobak dorong kecil miliknya.
Lasmi sebenarnya cukup repot menangani semua urusan rumah dan dagangannya, maklum ia tinggal sendiri. Suami bekerja menjadi sopir truk yang jarang pulang, jadi ia begitu sibuk dengan urusan rumah, belum lagi saat sore ia harus mempersiapkan warung kopinya. Jika suaminya sedang dirumah, ia tak akan sesibuk ini.
Wanita yang dijuluki bunga desa walaupun sudah bersuami itu dikejutkan oleh seorang lelaki paruh baya yang tiba-tiba mendatangi rumahnya.
"Lho, pak yanto koq pagi-pagi sudah ke rumah? jamunya masih tak buat belum jadi, mungkin sebentar lagi" kata lasmi, lasmi sendiripun sebenarnya kurang nyaman dengan sikap pak kades yanto akhir-akhir ini, lelaki tua itu beberapa kali menggodanya, tidak disangkanya orang itu malah datang ke rumah saat pagi sekali.
"Oh.. ini lho cah ayu, tak bawain nasi liwet buat sarapan" pak yanto memberikan bungkusan nasi liwet disertai dengan senyum dan tatapan mata penuh gairah.
"Terimakasih pak, repot-repot sekali sampai bawain saya sarapan"
"Wong ini tadi saya habis sarapan di warung pojokan situ, trus saya beli lagi tak bungkus mau tak makan dirumah, ehh pulangnya lewat depan rumah kamu, jadi keinget, belum sarapan juga to?" pak yanto memberikan sebuah alasan klasik, padahal itu sudah direncanakannya agar bisa ketemu dengan lasmi.
"kebetulan lasmi belum sarapan, terimakasih, tapi besok-besok sepertinya gak perlu, ngrepotin, emm... kalo begitu ini aku makan dulu pak sekalian mau menyiapkan dagangan" jawab lasmi, secara halus ia bermaksud mengusir pak kades yang membuatnya kurang nyaman itu, matanya yang terus jelalatan bagaikan anjing liar yang kelaparan membuatnya risih.
"Aahh.. tidak apa-apa, yasudah saya pulang dulu ya cah ayu"
"Iya pak..."
Pak kades masih sempat-sempatnya memperhatikan lasmi dari ujung rambut sampai ujung kaki sebelum meninggalkan rumah kembang desa, baginya lasmi adalah wanita yang sangat menggugah gairah jiwanya.
Lasmi hanya nyengir, tatap matanya yang liar membuatnya seakan daging mentah yang siap dilahap kapan saja.
"Lasmi.. kamu selalu bikin nafsuku naik, kalau aku bisa mendapatkanmu aku akan segera ceraikan istriku, aku tak peduli dengan suamimu yang cuma sopir itu, duit aja pas-pasan, mana bisa bahagia dengan duit segitu, pokoknya aku harus menikahimu" kata pak yanto dalam hati. Kepalanya menggeleng-geleng sambil tersenyum lebar. Nampaknya wajah & tubuh lasmi terus terngiang-ngiang dibenaknya, ia pun terus melangkahkan kakinya menuju rumah. "Aduh nduk... ayu tenan koe".
Sementara lasmi setelah selesai sarapan dengan nasi liwet bawaan pak yanto, ia lantas menyiapkan jamu dan segara menjajakannya. Penikmat jamu lasmi tidak hanya ibu-ibu dan bapak-bapak saja. Tapi juga semua tingkatan umur, bahkan yang sudah menjadi kakek pun terkadang juga ikut beli.
"Byuuhhh.. byuhh... lasmi soyo suwe koq soyo mundak ayu yo, bokonge ngeper jan mentul-mentul terus, wah nek aku jik enom ngono wis tak jak rabi kae" kata seorang kakek-kakek yang duduk di pos ronda.
(translate: wah wah, lasmi makin lama makin cantik ya, pantatnya mentul-mentul, kalau aku masih muda udah aku nikahin)
"Alah mbah-mbah... koe i wis tuo.. untu yo wis ora ono, ora usah neko-neko ndak malah pedot boyokmu, ngibadah wae sing okeh, wong wis loyo barang koq yo..." sahut seorang yang duduk disampingnya.
(translate: ya ampun mbah, kamu itu sudah tua, gigi juga sudah gak ada, gak usah macam-macam nanti malah patah punggungmu, ibadah aja, orang sudah loyo juga)
"Cangkemmu ngremehke!, lha bojoku umure wis 50thn, lha nek isoh tak ijolke ngono nak yo entuk sing umur 25 cacahe loro"
(translate: mulutmu ngremehin, istriku umurnya udah 50thn, kalo bisa tak tukar gitu ya aku bisa dapat yang umurnya 25 dapat dua)
"Wah parah koe ki mbah...." kata yang seorang lagi sembari tertawa lebar. Semua orang yang nongkrong di pos ronda juga tertawa. Bagaimana bisa kakek peot tua itu ingin wanita yang lebih muda, sementara dia sendiri saja sudah kepayahan, jalan beberapa meter saja sudah ngos-ngosan.
Hari semakin siang, lasmi terus menjajakan jamunya keliling desa, sampai di dekat pertigaan ia bertemu dengan pemuda yang selalu membuatnya gugup,
ia adalah joko, seorang buruh pabrik yang hanya tinggal sendiri setelah ditinggal mati kedua orang tuanya.
Sangat kebetulan sekali, lasmi yang memang ingin lewat di depan rumah joko, ehh malah ketemu orangnya dijalan.
"Lasmi..." sapa joko ramah.
"Eehh.. joko, kamu darimana?" tanya lasmi dengan senyum menggoda.
"Ooh ini aku dari bengkel, motorku tadi pagi gak mau hidup" jawab joko, ia lantas melirik ke gerobak dorong milik lasmi,
ia melihat kalau jamu perempuan cantik itu sedang laris hari ini, terlihat dari beberapa botolnya yang kosong "wah hari ini sepertinya kamu laris sekali", joko tersenyum.
"Iya, hari ini tumben banyak sekali yang beli, baru jam segini udah mau habis... kamu koq gak masuk kerja, bolos ya?"
"Aku dapat jadwal malam kemarin, jadi ya sekarang libur..." lagi-lagi joko memperlihatkan senyumnya, senyum yang selalu ia ingat bentuknya, senyum yang selalu ia dambakan bisa ia lihat setiap hari. Jika sudah bertemu dengan joko, lasmi lupa dengan suaminya, dan kali ini joko mendekat ke arah lasmi hingga pada jarak yang amat dekat, joko juga salah satu dari sekian banyak orang yang menaruh hati pada lasmi.
"Oh begitu, aku kira kamu bolos, emm... yasudah aku mau jalan dulu" lasmi gugup diajak ngobrol dengan joko pada jarak yang amat dekat, karena sudah tidak bisa menahan rasa malu dan gugupnya, lasmi berpamitan pada joko.
"Hati-hati ya lasmi" ucap joko, pandang matanya terus menggerayangi wajah lasmi, sorot mata tajam joko terus menusuk mata lasmi hingga tembus ke hati.
"Iya..." jawab lasmi sambil sedikit menundukkan kepalanya karena malu, jantungnya terasa berdetak lebih cepat.
Lasmi melangkahkan kakinya menjauhi joko dengan segala senyum manisnya, di sepanjang jalan tak henti-hentinya lasmi tersenyum mengingat wajah tampan milik joko.
"Andai saja joko yang jadi suamiku, pasti aku senang sekali, hihihi..."
gumam lasmi. Hatinya sangat berbunga-bunga, ia menjadi lebih semangat dalam jualan.
Sang waktu terus bergerak menapaki takdir, malam yang gelap, malam yang hitam kembali membungkus desa, suara jangkrik & garengpung menggema di sana-sini. Hawa dingin membuat beberapa warga desa memilih untuk berlindung dibalik sarung atau selimut dirumahnya, yang sebagian lagi pilih nongkrong di warung kopi.
"Buk, aku mau ngopi-ngopi dulu di warung" kata pak kades pada istrinya.
"Ngopi di rumah saja pak, mosok tiap hari ngopi di warung terus sih" istri pak kades menunjukkan wajah sebalnya, tangannya ia silangkan di depan dada.
"Ya gak papa kan buk, sambil ngobrol sama yang lain, sudah aku pergi dulu" pak kades pun berlalu.
"Iyaaa..." jawab bu surti sebal. "Dasar, ngopi di warung koq hampir tiap hari, apa sih enaknya? gak ada manfaatnya sama sekali, cuma ngobrol gak jelas."
Sebenarnya ada yang mengganjal di hati Bu surti. Adalah gosip yang beredar dari ibu-ibu desa yang mengatakan kalau pak kades itu punya "demenan" baru, si lasmi tukang jamu. Kalau kabar itu benar, maka rumah tangganya dalam posisi terancam.
"Ada apa sih buk, koq sebel gitu?" tanya anak perempuan bu surti.
"Bapakmu itu lho nduk, sukanya ke warung kopinya mbak lasmi itu lho... pemborosan!" jawab bu surti yang masih dengan nada kesalnya.
"Oalah, iya tuh bapak pemborosan"
"Udah kamu belajar lagi sana"
"Iyaa..." gadis itupun kembali berlalu ke kamarnya.
Jika pagi hingga siang lasmi jualan jamu, malam harinya perempuan yang sudah memikat banyak hati laki-laki itu membuka warung kopinya, berbagai macam makanan kecil juga ia sediakan di warungnya.
Sebenarnya, kopi buatannya rasanya biasa saja, tapi karena pemilik warung cantik luar biasa maka warungnya juga laris luar biasa. Malam ini joko duduk di warung dekat dengan lasmi, membuat jantung lasmi terus berdegup kencang, sesekali mereka berdua bercanda kecil ditengah sibuknya lasmi melayani pelanggannya. Diantara pengunjung warung, ada beberapa orang yang iri dengan kedekatan mereka, terutama pak kades.
Semenjak datang di warung, mata pak kades terus melihat lekuk tubuh lasmi yang begitu indah di pandang, sedangkan lasmi sendiri malah menjadi risih. Ia lebih pilih kehilangan pelanggan yang satu itu daripada punya pelanggan yang membuat jijik jika ada di dekatnya.
Duduk di samping pak kades, pak arif terus memperhatikan pak kades. Ia merasa kades yang satu ini selalu mengamati lasmi.
"Dasar orang tua, mana mau lasmi sama dia, sudah tua, wajahnya pun begitu, yang bagus hanya jabatannya saja" cela pak arif dalam hati.
"Pak kades, sampean ngebet banget sama si lasmi ya?" celetuk pak arif datar. Arif adalah seorang petani kaya raya di desa, bahkan kekayaannya jauh melebihi pak kades.
"Kau juga?" tanya pak kades, wajahnya menunjukkan ketidaksukaan.
"Hahahaha... tentu saja tidak, lah untuk apa? istriku saja dua koq, cantik-cantik lagi. Lagipula aku tidak tertarik dengan lasmi" pak arif kembali menyeruput kopinya, kemudian ia tersenyum remeh.
"Aku tidak suka ada orang lain yang mendekatinya!" tegas pak kades, tatapan mata pak kades begitu tajam, tapi pak arif hanya senyum-senyum saja.
"Sampean ini kan sudah punya istri, kurang cantik ya? kalah montok dari lasmi? yaaa gimana ya, kalau dibandingkan dengan istri sampean ya jauuuhhh... ya silahkan kalau mau dengan lasmi, tapi kalau nanti dihajar sama suaminya ya tanggung sendiri" sungguh kurang ajar sekali kata-katanya, pak arif lantas berdiri dan mengakhiri obrolan singkatnya, setelah membayar jajanan ia pun beranjak pulang.
Pak kades pontang-panting menahan amarahnya.
"Duluan jok" kata pak arif.
"Siap pak, hati-hati!" balas joko.
Sebelum meninggalkan warung, terbesit ide untuk menggoda pak kades agar semakin panas hatinya, pak arif menepuk bahu pak kades lalu berkata setengah berbisik "tuh, saingan bapak, sampean pasti kalah hehehe". Senyum ejekan ia perlihatkan di depan pimpinan desa itu.
"Pergi sana! bikin emosi saja bisanya, kalau saja gak ada orang sudah tak hajar mukamu!" pak lurah berkata setengah membentak, ia makin tidak suka dengan ucapan petani kaya itu.
"Hehehehe...." Pak arif ketawa sambil melangkahkan kakinya keluar dari warung lasmi.
Rembulan terus memanjat naik, malam hampir menggapai puncaknya. Pengunjung warung sedikit demi sedikit mulai beranjak pulang, tinggal satu orang yang tersisa, joko.
"Koq kamu belum pulang, aku mau tutup lho joko" kata lasmi sembari merapikan warungnya.
"Ini juga mau pulang, sebentar lagi" jawab joko.
Joko kemudian ikut menyibukkan diri membantu lasmi mengurus perabotan warung.
"Eh ngapain? enggak usah... aku bisa sendiri"
cegah lasmi, sebuah wajan yang dipegang joko ia rebut agar joko tidak membantunya.
"Tidak apa-apa lah, sini aku bantu mencuci,
kamu urus yang lain saja" wajan besar itu kembali berpindah ke tangan joko.
"Yaudah deh, aku bersihin yang lain" Lasmi akhirnya mengalah.
Satu persatu perabotan dibersihkan dan dirapikan, sampai akhirnya semuanya selesai.
"Nah.. jadi cepat kan selesainya, coba tadi kalau sendirian, mau berapa lama?"
"Iya, makasih ya udah dibantu"
"Sama-sama, aku senang koq bisa bantu kamu" jawab joko.
Lasmi pun tersipu malu
"Aku pulang dulu ya" joko akhirnya berpamitan.
"Iya, hati-hati ya..." senyum manis kembali menghiasi wajah lasmi.
Malam itu terasa sangat indah bagi lasmi, ia bisa terus berdekatan dengan pria idamannya. Untaian bunga sedang menempel dihatinya kali ini, senang dan bahagia, itulah yang ia rasakan. Berbaring di atas kasur, kasur yang biasa ia gunakan bergumul dengan suaminya kini ia gunakan untuk membayangkan joko, pemuda tampan yang sudah mencuri hatinya.
Sejatinya, lasmi tidak terlalu cinta dengan suaminya. Ia menikah dengan suaminya karena dijodohkan oleh orang tuanya. Laki-laki yang ia cintai adalah joko, sudah lama sekali perasaan itu ia pendam, lasmi malu untuk mengungkapkan. Tentu saja, karena ia seorang perempuan. Sama dengan joko, buruh pabrik itu juga jatuh hati pada lasmi, hanya saja dulu ia belum bekerja, jadi ia malu untuk mengungkapkannya.
Kini, sepertinya apa yang diangankan akan tercapai, tetapi ada sebuah tembok besar yang menghalangi. Status menikah adalah tembok besar itu, lasmi merasa sulit untuk melompatinya. Mencintai pria lain selain suaminya sendiri.
Malam yang semakin larut mengantarkan lasmi memasuki gerbang mimpi, dimimpinya ia berada di taman bunga dengan memakai gaun berwarna putih. Bunga bermacam-macam warna ada disekitarnya, didepannya sesosok lelaki yang sangat ia kenal tersenyum lembut padanya. Entah mengapa lasmi tiba-tiba langsung memeluk tubuh lelaki itu, lelaki yang selama ini ia panggil joko.
Pagi menjelang, suara ayam jantan yang saling sahut-sahutan mampu membangunkan orang-orang yang terlelap tidur. Pagi ini agak sedikit berbeda dari biasanya, kabut turun begitu tebal menyelimuti desa. Jarak pandang jadi sangat terbatas. Ini terjadi karena semalam hujan turun dengan lebatnya.
Lasmi membuka jendela rumahnya, ia begitu heran, kabut turun sangat tebal.
"Waaahhh... tebal sekali kabutnya" lasmi takjub melihat pemandangan itu, seumur-umur baru kali ini ia lihat kabut yang begitu tebal.
Di samping rumah tepat di depan jendela, bunga mawar tumbuh subur, lasmi menyiraminya pada pagi & sore secara rutin, tak heran jika bunga itu tumbuh subur. Ia pandangi bunga itu dengan seksama. Sekilas, bunga mawar itu mirip dengan perasaan yang ada di hatinya saat ini, berbunga-bunga, mekar indah. Lasmi benar-benar jatuh cinta pada joko, pemuda tampan yang ingin ia jadikan suami.
tok.. tok tok...
Terdengar suara pintu diketuk, lasmi pun segera menuju pintu depan rumahnya.
"jangan-jangan pak kades lagi, mau apa sih, malas sekali aku dengan dia, suka godain gak jelas" gerutu lasmi.
Begitu pintu dibuka yang nampak adalah hadi suaminya yang baru pulang.
"Mas Hadi!", letup lasmi
"Halo sayangku..." kata hadi sambil tersenyum.
"Akhirnya pulang, yuk sini" lasmi mengajak suaminya duduk.
"Haus, bikinin teh dong sayang"
"Oiya lupa, sebentar ya, hehehe..." Ia pun lantas berlalu ke dapur untuk membuatkan minuman suaminya.
"Ini diminum dulu"
Segelas teh hangat langsung diteguk habis.
"Gimana mas kerjaan, lancar kan?" tanya lasmi yang menyenderkan kepala di dada suaminya.
"Lancar koq.. berkat doa kamu juga kan"
Lasmi mengangguk-angguk.
"Mas, masih haus gak?" lasmi menggigit bibir bawahnya, raut wajahnya tampak sangat menggoda.
Suaminya pun tersenyum karena tau maksud istrinya, "masih, haus sekali", jawab suaminya. Yang dimaksud haus disini adalah bukan haus yang sebenarnya, tetapi haus belaian istri.
"Yuk, mumpung masih pagi, hawanya dingin" lasmi kemudian memasuki kamar peraduannya disusul oleh suaminya.
Hari ini lasmi tidak jualan jamu, ia lebih memilih melayani suaminya yang baru saja pulang.
Hingga beranjak sore, ia baru keluar kamar menyiapkan barang dagangan warung kopinya. Dibantu suaminya, pekerjaannya menjadi lebih cepat.
Malam hadir lagi, dengan warna hitam yang sama, namun kali ini lebih terang karena bulan sedang purnama. "WARUNG KOPI LASMI", begitulah tulisan yang ada di depan warung lasmi. Begitu warung dibuka, pembeli langsung datang berebut kursi, tapi kali ini mereka sedikit kecewa, suami lasmi pulang.
"Yaelah, ada pengawalnya" celetuk salah seorang pelanggan.
"Wah iya, jadi tidak leluasa godain dia ya" sahut yang lain.
"Mengganggu kenikmatan saja ya, hahaha.." yang lain lagi menyahuti.
Sejenak, suara tawa memenuhi warung, lasmi dan suaminya senang banyak pembeli dan tampaknya mereka senang sekali ngopi di warung.
Makin malam makin banyak pengunjung, hingga akhirnya warung tutup karena sudah larut. Setelah beberes suami istri itupun naik ke kasur, istirahat.
"Sayang, warung kamu ramai, setiap hari juga begitu?" tanya hadi.
"Iya mas, syukurlah tiap hari selalu ada yang datang" jawab lasmi.
"Tapi gak ada yang godain kan, istriku kan cantik"
"Mas apaan deh, gak ada koq, kalaupun ada ya paling tak tanggapi biasa aja"
"Jangan kecantol sama yang lain lho, awas.."
"Enggak lah, mas ada-ada aja" Lasmi berbohong kali ini.
"Maaf, aku bohongin kamu" kata lasmi dalam hati.
"Bener...."
"Iyaaaa bener.."
"Jangan-jangan kamu mau lagi digodain sama mbah joyo, hayo ngaku" hadi melingkarkan tangannya di perut lasmi.
"Ya ampun mas, mbah joyo itu udah gak punya gigi masa iya masih mau sama perempuan sih, ada-ada aja" lasmi mencubit pipi suaminya.
"Ya sapa tau aja, hahaha..."
"Isshhh... apa deh..."
Obrolan mereka terus berlanjut hingga mereka terlelap.
Pagi datang....
"Sayang, bangun... mas mau berangkat nih" hadi membangunkan istrinya.
Lasmi terlihat masih malas untuk bangun, ia masih ingin bermalas-malasan.
"Mau kemana sih?"
"Mas mau berangkat, maaf ya dirumah cuma sebentar, teman mas ada yang gak masuk soalnya jadi harus ada yang gantiin"
"Hah? baru juga sehari... gimana sih bos kamu mas! mbok yang gantiin yang lain aja" lasmi sebal mendengar perkataan suaminya, baru sehari sudah mau pergi lagi.
"Gak ada, ya mau gimana lagi, ayo bangun dulu"
Diubah oleh ndemun75 29-05-2018 16:05
nona212 dan 2 lainnya memberi reputasi
1
40.3K
Kutip
262
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.1KThread•45.8KAnggota
Urutkan
Terlama
Komentar yang asik ya