- Beranda
- Stories from the Heart
[#SFTHchallenge] SATU
...
TS
dudatamvan88
[#SFTHchallenge] SATU
SELAMAT DATANG
DI CERPEN SEDERHANA omduda
Quote:
Sabtu. 3 September 2016
Malam semakin larut saat Sutopo memasuki rumah baru itu, sebuah rumah impian yang sangat diidamkan bagi para perantau di tanah rantaunya. Sang suami yang bernama Sutopo bekerja di salah satu tambang yang cukup besar di Kalimantan Timur, sedangkan sang istri bernama Tuti. Walaupun memiliki tubuh yang mungil tapi tidak mengurangi pesona kecantikan khas wanita jawa di wajahnya. Sudah dua tahun mereka berdua hidup dengan mengontrak sebuah rumah petak kecil di salah satu sudut pusat kota Samarinda. Hari ini, bertepatan dengan kenaikan jabatan yang didapatkan oleh Sutopo, maka dia pun memberikan kejutan berupa sebuah rumah sederhana nan asri yang terletak di pinggiran kota samarinda.
“Mas ini bukan mimpi kan??” tanya Tuti pada suaminya sambil bergelayutan di tangan Sutopo.
“Kita akan mulai awal yang baru… disinilah kita dan anak – anak nanti akan memulainya” jawab sutopo dengan mantap.
Kebahagiaan mengiringi langkah Sutopo saat menata perabotan. Walaupun tidak terlalu banyak karena memang ia belum sempat membeli perabotan besar tapi cukup membuat malam itu terasa sangat melelahkan baginya. Waktu terus berjalan dan malampun semakin larut.
“Mas.. istirahat ya.. kita lanjut besok aja” ujar Tuti manja pada suaminya.
“Yaudah yuk.. aku masih punya cuti empat hari.. kita lanjutin besok ya” jawab Sutopo.
Minggu. 4 September 2016
Pagi yang cerah menyambut sutopo di kediaman barunya. Tak ada yang janggal, yang ada hanyalah kebahagiaan, senyum, dan canda tawa yang pasti akan membuat iri bagi siapapun yang melihat kemesraan pasangan ini. Setidaknya itu yang ada dibenak sutopo.
“Mas… hari pertama di rumah baru, kamu mau aku masakin apa??” Tanya Tuti pada suaminya yang sedang sibuk mengelap senapan angin kesayanganya.
“Apa aja dek… asal kamu yang masak mas makan kok” jawab Sutopo tanpa menoleh ke arah istrinya.
Mendengar jawaban suaminya, Tuti beranjak pergi meninggalkan suaminya. Memang benar jika segala yang dimasak oleh Tuti akan dimakan oleh sang Suami, Tapi akhirnya tuti memutuskan untuk memasak Sayur asem yang memang menjadi kesukaan Sutopo, sayur itu juga salah satu menu andalan bagi Tuti dalam memasak. iapun berjalan menyusuri jalan kecil menuju sebuah warung belanjaan yang terletak tak jauh dari rumah.
“Udah Bu.. jadi berapa semuanya??” ujarnya pada penjual sayuran.
“Semuanya jadi dua puluh ribu” jawab wanita paruh baya itu dengan sangat ramah.
“kamu baru ya disini?? Saya kok baru liat” lanjut wanita penjual sayur itu pada Tuti, wajar saja, karena memang Tuti baru pertama kali terlihat berbelanja di tempatnya. Sang penjual sayur benar benar tidak mampu menyembunyikan raut bingung diwajahnya.
“Iya bu.. saya baru pindah semalam.. saya tinggal di gang depan itu.. rumah yang ke empat dari belakang” jawabnya dengan menunjuk – nunjuk arah rumahnya sembari memberikan selembar uang lima puluh ribuan kepada si penjual sayuran itu.
“Rumah nomer 44??” tanya wanita penjual sayur itu dengan wajah yang tiba – tiba berubah pucat.
“Lho kok ibu tau nomor rumah saya??” Ujarnya dengan menyerengitkan dahinya karena bingung.
“Engga kok.. lah wong cuma rumah itu aja yang ada tulisan dijualnya” jawab wanita itu sambil buru – buru memberikan kembalian kepada Tuti.
“Terima kasih bu.. saya akan jadi pelanggan tetap disini.. hehe” jawabnya ceria saat menerima uang kembalianya.
“Sama – sama..” jawab penjual itu dengan tangan sedikit bergetar.
“Ada – ada aja” lanjut penjual itu dengan suara yang pelan tanpa bisa didengar olehnya.
Dengan semangat 45 tuti memasak di dapur barunya. Dapur yang begitu nyaman, terang dan luas, sama sekali berbeda dengan dapurnya saat di rumah kontrakan sebelumya. Kali ini dia merasa sangat nyaman dengan segala fasilitas yang ia miliki.
TOK.. TOK..
DEG..
Tuti terkejut karena tiba – tiba ada suara ketukan yang berasal dari pintu belakang yang berada tepat disampingnya. Tuti heran mengapa ada yang mengetuk pintu belakang rumahnya. Akhirnya dengan memberanikan diri dia membuka pintu itu secara perlahan.
Whhuuuuuussss..
Angin sepoi yang lembut menerpa wajah Tuti saat pintu sudah terbuka sepenuhnya. Tuti pun semakin bingung karena yang ia lihat di belakang rumahnya hanyalah kebun yang dipenuhi oleh pepohonan lebat dengan iringan nyanyian burung – burung liar.
“Ga ada apa – apa.. perasaanku aja mungkin” gumam Tuti menyemangati dirinya dan kemudian kembali memasak.
Tuti sengaja membiarkan pintu belakang itu terbuka agar uap dari masakan yang ia masak bisa langsung keluar. Tak berselang lama, kemudian perasaan tuti menjadi tidak enak. Entah bagaimana dan siapa tapi tuti merasa jika ada sepasang mata yang memperhatikanya dibalik pepohonan lebat yang ada dibelakang rumah barunya itu. Sebenarnya tuti sudah sangat menahan agar tidak menengok ke arah pintu belakang yang terbuka, tetapi rasa penasaran benar – benar mengalahkan semua ketakutanya hingga ia pun menengok ke arah pintu itu.
DEG..
Dihadapan Tuti saat ini dengan jarak sekitar enam meter dari tempatnya, nampak berdiri sosok wanita dengan pakaian serba putih dengan noda tanah dan darah berambut lusuh yang terurai panjang menutupi seluruh wajah hingga menyentuh tanah. Tubuh Tuti sangat kaku, dia hampir tak dapat bergerak bahkan sekedar berteriakpun seakan suara tak mau keluar dari tenggorokanya. Perlahan sosok berpakaian putih itu melangkah mendekati Tuti. Sangat perlahan hingga Tuti dapat mendengar dengan jelas suara langkahnya. Ini semua sangat bertentangan dengan apa yang selama ini diketahui oleh Tuti. Karena dalam cerita yang ia dapat dari tanah kelahiranya jika mahluk tak kasat mata tidak akan pernah berjalan menapaki tanah. Dan yang kini ada di depanya adalah sosok yang sama persis seperti apa yang digambarkan selama ini tapi dengan kaki yang melangkah di tanah. Sekuat tenaga Tuti mencoba utuk bergerak dan tak henti merapalkan semua doa yang pernah ia pelajari. Perlahan aroma wangi khas bunga melati menyeruak disekitar tuti dan membuat bulu kuduknya merinding hebat ditengah kekakuan.
“MMAAAAAAAAAASSSSSSSSS”teriak Tuti sekencang – kencangnya saat segelintir tenaganya kembali dari kekakuan.
Seketika saat tuti berteriak sosok mengerikan itupun hilang bagaikan ditiup angin. Mata tuti tak hentinya menatap nanar ke arah kebun hingga ia jatuh dan terduduk. Tubuhnya bergetar hebat karena meyakini apa yang ia lihat bukan sekadar halusinasi. Semuanya tampak nyata dan bahkan sangat nyata.
“Kenapa deeeek??” Tanya Sutopo setengah berteriak saat ketika istrinya sudah terduduk dengan menangis di lantai.
Tuti menceritakan semua yang ia lihat pada suaminya itu dengan berlinang air mata. Tapi sutopo hanya mengernyitkan alisnya saat mendengar apa yang di ceritakan oleh Tuti. Dalam benak Sutopo sangat bingung, bagaimana mungkin istrinya melihat sebuah penampakan di pagi yang cerah ini. Suasana asri di rumah baru ini benar – benar membuat Sutopo tidak bisa mempercayai apa yang diucapkan oleh Tuti.
“Kamu kecapean.. jadi kamu halusinasi” ucap Sutopo sambil membelai lembut punggung istrinya.
“Engga mas.. aku sadar.. semua ini nyata.. aku ga mau tinggal disini mas.. gimana kalo mas kerja nanti aku sendirian” ujar tuti sambil memeluk suaminya dan semakin larut dalam tangisanya.
Setelah apa yang dialaminya pagi ini, Tuti selalu mengikuti kemana suaminya melangkah. Bahkan untuk kekamar mandi sekalipun. Tuti benar – benar ketakutan untuk ditinggalkan sendiri. Bukanya rishi, Sutopo malah memperlakukan Tuti dengan sangat lembut dan penuh kasih sayang. Dalam benak Sutopo, istrinya saat ini sedang kelelahan dan dalam proses penyesuaian di kediaman baru mereka.
Malam telah sangat larut saat Sutopo tiba – tiba terbangun dari tidur, ia sangat terkejut karena mendapati sang istri tidak ada disampingnya. Beberapa kali Sutopo berteriak memanggil istrinya tapi ia sama sekali tidak mendapat jawaban hingga ia berinisiatif untuk mencarinya. Sutopo menyalakan lampu kamar, tak ada yang aneh dikamarnya. Semuanya tampak baik baik saja begitu juga ruang tamu yang nampak rapih dan masih terkunci dari dalam.
“Dapur??” ujar sutopo dalam hati.
Dengan jantung yang berdebar kencang Sutopo melangkah perlahan menuju ke arah dapur dengan harapan menemukan istrinya.
DEG...
“TUTI???” ujar sutopo mendapati sesosok hitam yang sedang berputar – putar di kegelapan tepat ditengah – tengah dapur.
CTAAAK
Dengan sangat kasar tangan Ssutopo menekan tombol sakelar lampu yang ada di dinding, tepat di samping tempatnya berdiri saat ini. Benar saja, sosok yang sedang berputar – putar itu adalah istrinya. Dengan panik Sutopo langsung memeluk tubuh istrinya itu. Dingin, teramat sangat dingin untuk ukuran manusia yang masih hidup. Tapi yang paling membuat Sutopo tidak percaya adalah wajah istrinya hancur dan hampir busuk dengan bau yang sangat menyengat, di tengah kebingungannya tiba – tiba sosok sang istri dalam pelukannya menghilang menjadi angin.
Kini semuanya terngiang kembali di ingatan Sutopo. Sebuah tragedi tentang kematian, saat Tuti terjatuh dari motor yang ia kendarai dan ditabrak oleh sebuah mobil yang melaju kencang. Semua kenangan yang selama ini coba ditutupi oleh Sutopo dengan mencoba menjalani hidup menjadi dua orang. Di satu sisi dia menjadi Tuti dengan segala perilaku yang diingat oleh Sutopo dan tepat sebelum hari kematiannya, sang istri juga sempat panik dan berteriak jika ia melihat sosok putih. Di satu sisi dia menjadi dirinya sendiri yang sangat mencintai istrinya. Semua takdir pahit itu kini ada tepat di depan mata Sutopo. Sebuah kekosongan yang tak berujung dipenuhi dengan semua penyesalan.
Malam semakin larut saat Sutopo memasuki rumah baru itu, sebuah rumah impian yang sangat diidamkan bagi para perantau di tanah rantaunya. Sang suami yang bernama Sutopo bekerja di salah satu tambang yang cukup besar di Kalimantan Timur, sedangkan sang istri bernama Tuti. Walaupun memiliki tubuh yang mungil tapi tidak mengurangi pesona kecantikan khas wanita jawa di wajahnya. Sudah dua tahun mereka berdua hidup dengan mengontrak sebuah rumah petak kecil di salah satu sudut pusat kota Samarinda. Hari ini, bertepatan dengan kenaikan jabatan yang didapatkan oleh Sutopo, maka dia pun memberikan kejutan berupa sebuah rumah sederhana nan asri yang terletak di pinggiran kota samarinda.
“Mas ini bukan mimpi kan??” tanya Tuti pada suaminya sambil bergelayutan di tangan Sutopo.
“Kita akan mulai awal yang baru… disinilah kita dan anak – anak nanti akan memulainya” jawab sutopo dengan mantap.
Kebahagiaan mengiringi langkah Sutopo saat menata perabotan. Walaupun tidak terlalu banyak karena memang ia belum sempat membeli perabotan besar tapi cukup membuat malam itu terasa sangat melelahkan baginya. Waktu terus berjalan dan malampun semakin larut.
“Mas.. istirahat ya.. kita lanjut besok aja” ujar Tuti manja pada suaminya.
“Yaudah yuk.. aku masih punya cuti empat hari.. kita lanjutin besok ya” jawab Sutopo.
*****
Minggu. 4 September 2016
Pagi yang cerah menyambut sutopo di kediaman barunya. Tak ada yang janggal, yang ada hanyalah kebahagiaan, senyum, dan canda tawa yang pasti akan membuat iri bagi siapapun yang melihat kemesraan pasangan ini. Setidaknya itu yang ada dibenak sutopo.
“Mas… hari pertama di rumah baru, kamu mau aku masakin apa??” Tanya Tuti pada suaminya yang sedang sibuk mengelap senapan angin kesayanganya.
“Apa aja dek… asal kamu yang masak mas makan kok” jawab Sutopo tanpa menoleh ke arah istrinya.
Mendengar jawaban suaminya, Tuti beranjak pergi meninggalkan suaminya. Memang benar jika segala yang dimasak oleh Tuti akan dimakan oleh sang Suami, Tapi akhirnya tuti memutuskan untuk memasak Sayur asem yang memang menjadi kesukaan Sutopo, sayur itu juga salah satu menu andalan bagi Tuti dalam memasak. iapun berjalan menyusuri jalan kecil menuju sebuah warung belanjaan yang terletak tak jauh dari rumah.
“Udah Bu.. jadi berapa semuanya??” ujarnya pada penjual sayuran.
“Semuanya jadi dua puluh ribu” jawab wanita paruh baya itu dengan sangat ramah.
“kamu baru ya disini?? Saya kok baru liat” lanjut wanita penjual sayur itu pada Tuti, wajar saja, karena memang Tuti baru pertama kali terlihat berbelanja di tempatnya. Sang penjual sayur benar benar tidak mampu menyembunyikan raut bingung diwajahnya.
“Iya bu.. saya baru pindah semalam.. saya tinggal di gang depan itu.. rumah yang ke empat dari belakang” jawabnya dengan menunjuk – nunjuk arah rumahnya sembari memberikan selembar uang lima puluh ribuan kepada si penjual sayuran itu.
“Rumah nomer 44??” tanya wanita penjual sayur itu dengan wajah yang tiba – tiba berubah pucat.
“Lho kok ibu tau nomor rumah saya??” Ujarnya dengan menyerengitkan dahinya karena bingung.
“Engga kok.. lah wong cuma rumah itu aja yang ada tulisan dijualnya” jawab wanita itu sambil buru – buru memberikan kembalian kepada Tuti.
“Terima kasih bu.. saya akan jadi pelanggan tetap disini.. hehe” jawabnya ceria saat menerima uang kembalianya.
“Sama – sama..” jawab penjual itu dengan tangan sedikit bergetar.
“Ada – ada aja” lanjut penjual itu dengan suara yang pelan tanpa bisa didengar olehnya.
Dengan semangat 45 tuti memasak di dapur barunya. Dapur yang begitu nyaman, terang dan luas, sama sekali berbeda dengan dapurnya saat di rumah kontrakan sebelumya. Kali ini dia merasa sangat nyaman dengan segala fasilitas yang ia miliki.
TOK.. TOK..
DEG..
Tuti terkejut karena tiba – tiba ada suara ketukan yang berasal dari pintu belakang yang berada tepat disampingnya. Tuti heran mengapa ada yang mengetuk pintu belakang rumahnya. Akhirnya dengan memberanikan diri dia membuka pintu itu secara perlahan.
Whhuuuuuussss..
Angin sepoi yang lembut menerpa wajah Tuti saat pintu sudah terbuka sepenuhnya. Tuti pun semakin bingung karena yang ia lihat di belakang rumahnya hanyalah kebun yang dipenuhi oleh pepohonan lebat dengan iringan nyanyian burung – burung liar.
“Ga ada apa – apa.. perasaanku aja mungkin” gumam Tuti menyemangati dirinya dan kemudian kembali memasak.
Tuti sengaja membiarkan pintu belakang itu terbuka agar uap dari masakan yang ia masak bisa langsung keluar. Tak berselang lama, kemudian perasaan tuti menjadi tidak enak. Entah bagaimana dan siapa tapi tuti merasa jika ada sepasang mata yang memperhatikanya dibalik pepohonan lebat yang ada dibelakang rumah barunya itu. Sebenarnya tuti sudah sangat menahan agar tidak menengok ke arah pintu belakang yang terbuka, tetapi rasa penasaran benar – benar mengalahkan semua ketakutanya hingga ia pun menengok ke arah pintu itu.
DEG..
Dihadapan Tuti saat ini dengan jarak sekitar enam meter dari tempatnya, nampak berdiri sosok wanita dengan pakaian serba putih dengan noda tanah dan darah berambut lusuh yang terurai panjang menutupi seluruh wajah hingga menyentuh tanah. Tubuh Tuti sangat kaku, dia hampir tak dapat bergerak bahkan sekedar berteriakpun seakan suara tak mau keluar dari tenggorokanya. Perlahan sosok berpakaian putih itu melangkah mendekati Tuti. Sangat perlahan hingga Tuti dapat mendengar dengan jelas suara langkahnya. Ini semua sangat bertentangan dengan apa yang selama ini diketahui oleh Tuti. Karena dalam cerita yang ia dapat dari tanah kelahiranya jika mahluk tak kasat mata tidak akan pernah berjalan menapaki tanah. Dan yang kini ada di depanya adalah sosok yang sama persis seperti apa yang digambarkan selama ini tapi dengan kaki yang melangkah di tanah. Sekuat tenaga Tuti mencoba utuk bergerak dan tak henti merapalkan semua doa yang pernah ia pelajari. Perlahan aroma wangi khas bunga melati menyeruak disekitar tuti dan membuat bulu kuduknya merinding hebat ditengah kekakuan.
“MMAAAAAAAAAASSSSSSSSS”teriak Tuti sekencang – kencangnya saat segelintir tenaganya kembali dari kekakuan.
Seketika saat tuti berteriak sosok mengerikan itupun hilang bagaikan ditiup angin. Mata tuti tak hentinya menatap nanar ke arah kebun hingga ia jatuh dan terduduk. Tubuhnya bergetar hebat karena meyakini apa yang ia lihat bukan sekadar halusinasi. Semuanya tampak nyata dan bahkan sangat nyata.
“Kenapa deeeek??” Tanya Sutopo setengah berteriak saat ketika istrinya sudah terduduk dengan menangis di lantai.
Tuti menceritakan semua yang ia lihat pada suaminya itu dengan berlinang air mata. Tapi sutopo hanya mengernyitkan alisnya saat mendengar apa yang di ceritakan oleh Tuti. Dalam benak Sutopo sangat bingung, bagaimana mungkin istrinya melihat sebuah penampakan di pagi yang cerah ini. Suasana asri di rumah baru ini benar – benar membuat Sutopo tidak bisa mempercayai apa yang diucapkan oleh Tuti.
“Kamu kecapean.. jadi kamu halusinasi” ucap Sutopo sambil membelai lembut punggung istrinya.
“Engga mas.. aku sadar.. semua ini nyata.. aku ga mau tinggal disini mas.. gimana kalo mas kerja nanti aku sendirian” ujar tuti sambil memeluk suaminya dan semakin larut dalam tangisanya.
Setelah apa yang dialaminya pagi ini, Tuti selalu mengikuti kemana suaminya melangkah. Bahkan untuk kekamar mandi sekalipun. Tuti benar – benar ketakutan untuk ditinggalkan sendiri. Bukanya rishi, Sutopo malah memperlakukan Tuti dengan sangat lembut dan penuh kasih sayang. Dalam benak Sutopo, istrinya saat ini sedang kelelahan dan dalam proses penyesuaian di kediaman baru mereka.
Malam telah sangat larut saat Sutopo tiba – tiba terbangun dari tidur, ia sangat terkejut karena mendapati sang istri tidak ada disampingnya. Beberapa kali Sutopo berteriak memanggil istrinya tapi ia sama sekali tidak mendapat jawaban hingga ia berinisiatif untuk mencarinya. Sutopo menyalakan lampu kamar, tak ada yang aneh dikamarnya. Semuanya tampak baik baik saja begitu juga ruang tamu yang nampak rapih dan masih terkunci dari dalam.
“Dapur??” ujar sutopo dalam hati.
Dengan jantung yang berdebar kencang Sutopo melangkah perlahan menuju ke arah dapur dengan harapan menemukan istrinya.
DEG...
“TUTI???” ujar sutopo mendapati sesosok hitam yang sedang berputar – putar di kegelapan tepat ditengah – tengah dapur.
CTAAAK
Dengan sangat kasar tangan Ssutopo menekan tombol sakelar lampu yang ada di dinding, tepat di samping tempatnya berdiri saat ini. Benar saja, sosok yang sedang berputar – putar itu adalah istrinya. Dengan panik Sutopo langsung memeluk tubuh istrinya itu. Dingin, teramat sangat dingin untuk ukuran manusia yang masih hidup. Tapi yang paling membuat Sutopo tidak percaya adalah wajah istrinya hancur dan hampir busuk dengan bau yang sangat menyengat, di tengah kebingungannya tiba – tiba sosok sang istri dalam pelukannya menghilang menjadi angin.
Kini semuanya terngiang kembali di ingatan Sutopo. Sebuah tragedi tentang kematian, saat Tuti terjatuh dari motor yang ia kendarai dan ditabrak oleh sebuah mobil yang melaju kencang. Semua kenangan yang selama ini coba ditutupi oleh Sutopo dengan mencoba menjalani hidup menjadi dua orang. Di satu sisi dia menjadi Tuti dengan segala perilaku yang diingat oleh Sutopo dan tepat sebelum hari kematiannya, sang istri juga sempat panik dan berteriak jika ia melihat sosok putih. Di satu sisi dia menjadi dirinya sendiri yang sangat mencintai istrinya. Semua takdir pahit itu kini ada tepat di depan mata Sutopo. Sebuah kekosongan yang tak berujung dipenuhi dengan semua penyesalan.
JabLai cOY dan 3 lainnya memberi reputasi
4
15.3K
Kutip
87
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.2KThread•46.4KAnggota
Urutkan
Terlama
Komentar yang asik ya