Setelah mengamati rotasi Bumi, dua ilmuwan asal Amerika Serikat menyimpulkan gempa bumi akan lebih banyak terjadi tahun depan. Enam gempa besar yang terjadi tahun ini, menurut mereka, hanya pemanasan menjelang bencana yang lebih hebat.

"Tahun 2017 menandai enam tahun setelah episode perlambatan rotasi Bumi yang dimulai pada tahun 2011, menunjukkan bahwa dunia sekarang telah memasuki masa peningkatan produktivitas seismik global dengan durasi minimal 5 tahun."

Demikian tertulis pada bagian abstrak laporan studi Roger Bilham, dari University of Colorado, Boulder, dan Rebecca Bendick, dari University of Montana, yang dipublikasikan di jurnal Geophysical Research Letters.

Meski kita tidak bisa merasakannya, menurut dua peneliti itu rotasi planet Bumi melambat. Hal ini hampir tidak terlihat, karena hanya terjadi penundaan beberapa detik atau menit. Namun ada konsekuensi besar dibaliknya.

Para ilmuwan mengatakan bahwa tahun depan setidaknya akan terjadi 20 gempa bumi yang serius. Yang besar akan terjadi di daerah tropis, rumah bagi sekitar satu miliar orang.

Bilham dan Bendick menjelaskan bahwa perubahan rotasi tersebut berkontribusi terhadap pelepasan energi bawah tanah.

Perubahan kecil dalam kecepatan rotasi bumi akan melepaskan sejumlah besar energi bawah tanah. Kapan pun rotasi planet kita melambat, jumlah gempa bumi meningkat.

Bilham mengatakan kepada Observer (h/t The Guardian, 18/11) bahwa, "Korelasi antara aktivitas rotasi dan gempa di Bumi sangat kuat dan menunjukkan akan terjadi peningkatan jumlah gempa bumi yang hebat tahun depan."

Dalam studinya, Bilham dan Bendick mempelajari gempa berkekuatan 7 skala ritcher ke atas yang terjadi sejak 1900. "Gempa bumi besar telah tercatat dengan baik selama lebih dari satu abad dan memberi kami catatan yang bagus untuk dipelajari," kata Bilham.

Mereka menemukan lima periode ketika terjadi gempa berskala besar secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan waktu lain. "Pada periode ini, ada antara 25 sampai 30 gempa bumi dalam setahun," kata Bilham. "Sisa periode lainnya rata-rata sekitar 15 gempa besar setahun."

Para peneliti melakukan pencarian korelasi antara periode aktivitas seismik intens dan faktor lainnya dan menemukan bahwa ketika rotasi Bumi sedikit menurun, akan diikuti dengan periode peningkatan jumlah gempa bumi yang intens.

"Perputaran Bumi sedikit berubah--kadang-kadang satu milidetik per hari--dan hal itu bisa diukur dengan sangat akurat menggunakan jam atom," lanjut Bilham.

Rotasi planet ini bisa melambat karena kekuatan pasang surut antara Bumi dan Bulan.

Sisi Bumi yang paling dekat dengan Bulan merasakan tarikan gravitasi terkuat, sedangkan sisi terjauh dari Bulan sebaliknya. Perbedaan tarikan gravitasi itu membentang di Bumi, yang menyebabkan tonjolan pasang surut.

Tonjolan ini menarik Bulan lebih dekat atau lebih jauh dari Bumi sekitar 4 cm per tahun.

Bulan turut memberikan kekuatan yang berlawanan, menariknya kembali ke arahnya, menciptakan gesekan dan memperlambat rotasi planet ini.

Waktu yang dibutuhkan Bumi untuk membuat rotasi penuh pada porosnya bervariasi sekitar sepersejuta detik per hari. Sementara tingkat rotasi tidak menurun secara merata, rata-rata hari telah tumbuh lebih lama antara 15 juta dan 25 juta perseribu detik setiap tahun.

Para ilmuwan tidak tahu persis mengapa hal ini terjadi tapi mereka percaya variasi rotasi yang sangat kecil menyebabkan pergeseran bentuk inti besi dan inti nikel Bumi.

Selama periode ini, mantel bumi sedikit lebih menempel pada kerak bumi, yang mengubah bagaimana arus inti terluar, menciptakan ketidakcocokan antara kecepatan kerak padat dan mantel.

Hal ini pada gilirannya mengubah inti luar cairan di mana lempeng tektonik bumi beristirahat.

"Mekanisme yang kami hadapi adalah karena Bumi melambat seperti skater yang berputar di atas es. Saat Bumi melambat, diameter khatulistiwanya berkurang, "kata Bilham kepada BBC Inside Science.

Sebagai perumpamaan, Bilham mengatakan bahwa ukuran pinggangnya Bumi menjadi lebih kecil, tapi bajunya, lempeng tektonik, tetap berukuran sama, yang berarti mereka menjadi pengerutan.

Peneliti menemukan produktivitas seismik global tertunda paling menonjol pada lintang khatulistiwa 10 derajat LU-30 derajat LS.

Banyak ahli geologi skeptis tentang temuan tersebut, dengan beberapa orang mengklaim korelasi antara fenomena gempa bumi dan rotasi bumi adalah kebetulan.

"Tampaknya ini adalah presentasi konferensi dan penelitian yang sangat awal daripada peer-review, jadi tidak ada detail untuk kami periksa," kata manajer komunikasi perusahaan penelitian dan konsultasi di bidang ilmu bumi dan teknologi isotop, GNS Science, John Callan, dilansir dari Stuff (20/11).

"Memang benar ada periode tingkat gempa Bumi besar yang meningkat dalam 100 tahun terakhir ini. Namun, jika Anda mencari korelasi dengan fenomena alam lainnya, Anda pasti akan menemukan beberapa kesamaan menarik."

Bendick sendiri mengingatkan bahwa studi terbaru ini adalah tentang probabilitas, bukan prediksi. Perlambatan Bumi tidak berarti bahwa sebuah gempa akan terjadi di tahun depan, hanya kemungkinan terjadinya itu naik.

Selain itu, pola kejadian gempa ini jelas bukan satu-satunya faktor yang memengaruhi tingkah laku Bumi. Jika benar memang begitu, para ilmuwan pasti telah memperhatikan polanya sejak lama.