Prolog

Bahagia. Suatu keadaan ketika kamu merasa senang dan terharu saat kamu berhasil melaksanakannya. Bahagia itu relatif, tergantung hati kamu masing-masing. Namun, kepuasan diri atas pencapaian itu pasti ada saat kita berhasil. Misalnya, kamu menghibur orang lain saat dirinya bersedih. Dengan sekuat tenaga, kamu berusaha mendengar keluh kesahnya, memancingnya untuk tersenyum, dan menertawakan dirinya. Begitu kamu melihat dirinya tersenyum, kamu puas dengan pencapaianmu dan kamu merasa bahagia.
Bahagia, suatu perasaan yang menurutku, indah. Kamu akan menampakkan wajah riangmu dan tersenyum. Semua burukmu akan pudar saat kamu bahagia. Bahagia memiliki kekuatan yang hebat bagi yang memilikinya. Pengaruhnya dapat melewati ambang batas diri dan menular pada orang di sekitarmu.
Permasalahan utamanya : aku bukanlah orang seperti itu. Aku hanyalah penyendiri yang senang menikmati kesendirian. Tepatnya, aku mengalami introversi. Kesendirian itu memberiku kenyamanan yang tak ada duanya. Aku takkan diganggu dan mampu berpikir setinggi langit dan seluas samudera. Aku senang dengan kondisiku, jauh dari khalayak dan keramaian. Itulah arti kebahagiaan bagiku, dulunya. Lalu, aku bertemu denganmu dan persepsiku tentang bahagia, tergantikan.
Kamu. Bahagiaku adalah kamu. Mengobrol denganmu adalah hal yang paling kunantikan. Menyapamu membuatku siap melewati hari yang melelahkan di kampus. Semangat serta senyum darimu adalah harta yang tak ternilai harganya. Memikirkanmu selama di kelas menjadi kebiasaanku. Tertawa memikirkan wajah jahil dan lucumu. Namun, aku tahu bahwa tidak semua hal akan berjalan mulus. Apakah kamu memang diriku di tubuh yang lain? Atau kamu hanya menawarkan kebahagiaan yang kontemporer? Aku ingin mengetahuinya dan aku percaya..


Namaku Reza, inilah kisahku.

Kita di Antara Hujan yang Sama. Dimulai.