Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

cahbagus02Avatar border
TS
cahbagus02
Tebas
Hi Gan/Sis, salam kenal.

Ini adalah Thread pertama ane, mungkin bahasanya agak kaku. Maklum ane gak biasa nulis. Biasanya cuman sekedar baca dari Thread yang lain. Jadi harap maklum.

Ane mau berbagi cerita mengenai sebuah kisah, anggap saja ini Fiksi, karena terlalu brutal untuk di bilang nyata. So tidak perlu terlalu berfikir keras akan latar dan seting dari seluruh kejadian yang ada di cerita ane.

Langsung Saja...

Prolog

Terkadang kita tidak pernah menyangka bahwa seseorang yang selama ini kita anggap lemah ternyata menyimpan sebuah keberanian yang besar. Dalam hal ini adalah keberanian untuk bertindak, berbuat, dan melakukan sebuah tindakan yang mungkin tidak pernah di rasa tepat untuk dilakukan. Hingga pada suatu kesempatan ketika situasi itu mendukung yang terjadi adalah sebuah tindakan yang luar biasa brutal, ganas, mengerikan, serta kelam yang tidak akan pernah bisa dilupakan seumur hidupnya.


SATU!
Maret 1991.

Pagi ini cukup berkabut, setelah hujan semalaman membuat ladang atau kebun di sekitar gubug kami terlihat gelap walaupun jam sudah menunjukkan pukul 9 pagi di mana seharusnya matahari cukup terang bersinar, tapi kali ini tak cukup kuat untuk menembus kabut yang pekat menyelimuti.

Aku adalah seorang bocah kecil anak petani kopi di salah satu perkebunan rakyat di Sumatra. Orang tuaku petani kopi yang memiliki tidak cukup luas lahan kopi yang saat ini sedang menjelang musim panen. Kami tinggal di sebuah gubug yang berukuran 36m persegi yang berbentunk panggrong (bertingkat dua) yang berlokasi tidak jauh dari ladang kopi kami. Di lokasi itu hanya ada 4 gubug yang masing-masing didiami oleh petani kopi lain yang juga sama-sama memiliki lahan di sekitar gubug tersebut.

Usiaku saat ini 5 tahun, di lingkungan dimana aku tinggal, aku tidak pernah memiliki teman atau tetangga yang sebaya seusiaku sejak aku lahir.

Tetangga yang gubugnya tepat di sebelah gubug kami atau gubug kedua adalah seorang lelaki paruh baya yang sudah lama meninggalkan sanak keluarganya di kampung (sebutan untuk perkampungan pada umum nya) dan memilih mengasingkan diri di ladang untuk mengurus kebun kopi milik orang lain hanya untuk sekedar menyambung hidup, namanya pak Joko.

Gubug ketiga di huni oleh seorang bujang (Lelaki yang belum menikah) yang aku sendiri tidak tau banyak akan latar belakangnya, yang aku tau dia adalah seorang yang sangat tekun bekerja. Kalau sedang sangat semangat untuk bekerja maka tidak pernah memandang waktu baik pagi, siang, malam, tengah malam. Walaupun sedang hujan, kabut ataupun panas, dia akan tetap pergi ke ladang untuk berkerja. Namanya Andi.

Gubug keempat adalah sebuah keluarga kecil yang baru menikah dan belum di karuniai anak. Sejak menikah mereka jarang sekali ke ladang dan lebih memilih tinggal dikampung di rumahnya yang baru saja dibeli setahun yang lalu. Untuk urusan ladang mereka lebih suka menitipkannya kepada pak Joko untuk mengurusnya dengan imbalan sekian persen dari hasil panen kopinya nanti. Nama mereka adalah Pak Rudi dan istrinya sebut saja Ibu Rudi.

Saat ini harga jual kopi cukup lumayan, orang tuaku berharap setelah panen kali ini mereka bisa memiliki uang yang cukup untuk bisa membeli rumah di kampung nanti dari hasil kumpul-kumpul beberapa tahun terakhir ini. Mereka sangat menginginkan agar aku bisa masuk sekolah dasar tahun depan saat usiaku masuk 6 tahun dan memiliki teman serta kehidupan sosial yang layak dan lebih baik.


Menjelang siang kabut sudah mulai memudar. Orang tuaku pun bersiap-siap untuk mulai pergi ke kebun. Mereka sudah mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan. Hari ini mereka akan membersihkan rumput-rumput yang sudah mulai tinggi di kebun kopi kami. Untuk itu alat yang perlu di siapkan adalah semacam sabit, golok, dan juga tidak lupa bagor (karung) kecil yang sudah di bentuk seperti tas yang di jahit sendiri oleh ibuku. Fungsinya untuk membawa air minum dan bekal makanan serta membawa pulang rempah-rempah yang nantinya kami bisa temukan di ladang kami seperti lada, cabe rawit hijau, dan mungkin juga jamur yang semuanya tumbuh liar di sela-sela pohon kopi yang memang sengaja dibiarkan hidup oleh Ayah karena manjadi sumber pasokan bumbu dapur untuk kebutuhan masak sehari-hari.

Ladang atau kebun kopi kami luasnya sekitar 2,5 hektar dengan kemiringan lahan hampir 45 derajat, jadi agak sulit buat kami untuk menyisir seluruh kawasan kebun yang bentuknya tidak datar itu. Hari ini kami akan membersihkan rumput untuk bagian ladang yang lokasinya paling bawah ujung yang berbatasan dengan jalan setapak yang biasa digunakan oleh komplek gubug sebelah untuk mengambil air yang lokasinya sekitar 300 meter dari ladang kami.

Siang itu kami sedang di sibukkan dengan kegiatan kami masing-masing di ladang. Ayahku membersihkan rumput liar yang tumbuh di sekitar pohon kopi dengan menebasnya menggunakan sabit. Tak jauh dari lokasi ayahku bekerja, aku dan ibuku sibuk memetik cabe rawit hijau yang sedang lebat-lebatnya. Karena jarak kami yang tidak terlalu jauh satu sama lain maka aku putuskan untuk meninggalkan golog serta bekal makanan kami di bawah salah satu pohon kopi yang lokasinya di antara tempat di mana kami bekerja.

Saat kami sedang sibuk-sibuknya bekerja tiba-tiba dari kejauhan muncul seorang perempuan yang lari tergopoh-gopoh dengan wajah yang terlihat sangat ketakutan. Dengan pakaian yang terlihat sedikit sobek di bagian pundaknya serta keadaan rambut yang acak-acakan aku bisa menilai kalau ada yang tidak beres. Dari postur tubuhnya perempuan itu terlihat masih muda, mungkin sekitar 21 tahun, postur tubuhnya ideal, rambutnya lurus, wajahnya manis dengan kulit sawo matang yang terlihat mengkilat karena keringat.

Perempuan itu berlari kearah kami yang sedang bekerja.

“Pak, tolong pak---tolong saya---saya sedang di kejar oleh bapak tiri saya---saya tadi mau di rudapaksa sama bapak tiri saya…” Ucap perempuan itu dengan suara lirih.

Kami pun tercengang saat mendengar apa yang diucapkan oleh perempuan itu.

“Mbak tenang dulu---duduk dulu” Ayah ku mencoba menenangkan perempuan itu.
“Mak tolong ambilkan air putih buat mbak nya…” Sambung ayahku.

“Pak tolong jangan bilang sama bapak saya kalau bapak telah melihat saya” Sambil terengah-engah perempuan memohon dan tanpa menunggu respon atau jawaban dari bapak saya perempuan itu langsung lari dan masuk kedalam semak-semak rumput yang belum sempat di tebas oleh ayah saya.

Tak lama kemudian, selang dua menit mucul seorang laki-laki bertubuh gempal, berkumis, rambut keriting, kulit sawo matang, mengenakan kaos oblong berwarna coklat dan celana kolor warna abu abu. Lelaki itu terlihat beringas saat mendekati kami.

“Heh!! kalian lihat perempuan lewat sini gak!?” Tanya lelaki itu sambil melotot kearah kami.

“Maaf pak, tidak ada yang lewat sini pak…” Jawab ayah ku spontan sambil menatap kearah aku dan ibuku.

“Jangan bohong kamu ya!!!” teriak laki laki itu dengan wajah yang semakin garam seperti sedang membendung rasa kesal dan angkara murka.

“Kalau kamu gak ngasih tau di mana cewek itu, tak patahin tangan anakmu!!!” teriak lelaki itu sambil menarik tanganku secara paksa dan menyekap badanku dengan kedua tangan kekarnya.

Aku takut luar biasa. Sejak awal kemunculan si perempuan itu secara tiba-tiba yang kemudian di ikuti dengan lelaki beringas yang saat ini sedang menyekap ku dan mengancam akan mematahkan tanganku membuat seluruh badanku bergetar. Kakiku terasa lemas dan seperti mati rasa. Kalau tidak dalam posisi tersekap dan ditopang oleh lengan lelaki itu mungkin aku sudah jatuh tersungkur di tanah karena ketakutan yang luar biasa.

Ayahku mulai menunjukkan rasa khawatirnya, apalagi dengan ancaman si lelaki itu yang akan melukaiku.

Ibuku hanya bisa berteriak histeris sambil menangis dan terus-terusan berucap “Jangan pak, lepaskan anak kami pak…” Kepada lelaki itu.

“Bapak sabar dulu pak---tolong lepaskan anak saya---kasihan dia masih kecil” Teriak ayahku mencoba mebujuk lelaki itu.

“Tai!!!---tai kamu ya!!!---dasar bodoh!!!---kemana perempuan tadi??? Ha!!!???” Lelaki itu membalas bujukan ayahku dengan kata-kata kasarnya dan masih terus yakin bahwa kami telah menyembunyikan perempuan itu.

Belum sempat ayahku bilang sesuatu tiba-tiba muncul teriakan dari arah semak-semak.

“Heh, lepaskan anak itu!!!---gak ada urusannya sama mereka!!!---” Dengan suara yang agak bergetar perempuan itu berteriak sembari keluar dari semak-semak di mana dia bersembunyi. Dia hanya keluar beberapa langkah dari semak-semak kemudian tetap berdiri dengan salah satu tangan di menyilang kebelakang seakan ada sesuatu yang dia sembunyikan di balik tubuhnya. Perempuan itu tetap berdiri di tempat seolah membiarkan agar lelaki itu yang mendekatinya.

“Dasar anjing!!!---anak kurang ajar!!!---gak tau diuntung!!!” Teriak lelaki itu kearah perempuan tadi sambil melepaskan sekapannya kepadaku dan mendorongku ke arah ibuku.

Dengan langkah ringan dan penuh amarah lelaki itu berjalan menuju perempuan itu yang jaraknya sekitar 8 meter. Saat tiba-tiba ketika lelaki itu semakin mendekat kearah perempuan itu sampai hingga jarak dua jengkal tangan, dan ketika lelaki itu sudah hampir mencengkram leher perempuan itu. Tiba tiba…

Crak!!! Bunyi tebasan di sertai muncratan darah ke segala arah…
Selang satu detik kepala lelaki itu terlepas dari lehernya dan terjatuh ke tanah tak jauh dari posisi di mana dia berdiri.

Perempuan itu telah mengayunkan golok yang dia pegang tepat ke leher lelaki itu, dengan satu tebasan yang terlihat sangat kuat itu hingga mampu memutuskan leher lelaki itu dengan seketika.

Darah bersimbah di seluruh tubuh perempuan itu; di wajah, badan dan tangan. Kemudian selang 2 detik dari tebasan itu tubuh lelaki yang sudah tidak berkepala itu roboh dan terjatuh kesamping tepat di depan perempuan itu.

Tidak cukup sampai disitu. Dengan nafas yang masih terengah-engah, perempuan itu menginjakkan kakinya di atas kepala lelaki yang sudah menjadi mayat itu. Tak henti-hentinya perempuan itu menghentak-hentakkan kaki nya di atas kepala itu seakan melampiaskan kekesalan dan amarahnya terhadap lelaki itu. Saat energinya semakin menipis perempuan itu menutup tindakannya dengan meludahi wajah mayat lelaki itu.

Mata kami bertiga terbelalak melihat kejadian itu. Ibuku pun berteriak histeris. Ayahku hanya ternganga dengan mata melotot dan seketika menyadari bahwa golok milik kami sudah tidak ada di tempat di mana kami meletakkannya. Dan aku yang saat itu masih tersungkur di dalam dekapan ibuku dan dengan kaki yang masih terasa lemas hanya bisa terdiam seolah waktu terhenti sekian detik dengan kejadian yang sama sekali tidak bisa aku percaya terjadi di depan mataku.

Aku yang masih dalam dekapan ibuku pun bisa merasakan getaran ketakutan yang di rasakan oleh ibuku. Sembil berteriak histeris ibuku mencoba menutup mataku dengan telapak tangannya agar aku tidak melihat kejadian yang super mengerikan itu. Namun terlambat, karena apa yang terjadi saat itu sudah terlanjur terekam di dalam benakku, hingga saat ini…

Diubah oleh cahbagus02 19-01-2018 08:57
anasabila
anasabila memberi reputasi
1
1.5K
7
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread43KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.