Peneliti Inggris dan Indonesia di Pulau Jawa dengan bangga mengumumkan cuplikan video tangkapan babi berkutil yang merupakan spesies paling langka dan hampir punah. Babi ini juga dikenal dengan sebutan "Babi Paling Buruk Rupa di Dunia".

Keberadaan spesies bernama ilmiah Sus verrucosus yang sebelumnya diperkirakan telah punah tersebut, tertangkap di alam liar melalui kamera pengintai yang disiapkan oleh para peneliti.

Mereka menyiapkan serangkaian kamera untuk studi yang dirancang oleh Dr. Johanna Rode-Margono, koordinator program lapangan Asia Tenggara dari Kebun Binatang Chester, Inggris, bersama peneliti dan Manajer Proyek Indonesia, Shafia Zahra, dilansir dari Fox News (3/1).

"Babi berkutil jantan memiliki ukuran tubuh yang sama dengan babi hutan Eropa namun sedikit lebih ramping dan memiliki kepala yang lebih panjang. Jantan memiliki tiga pasang kutil besar di wajah mereka," katanya dalam sebuah pernyataan di Act for Wildlife.

"Karakteristik inilah yang menyebabkan mereka dianugerahi label sebagai 'babi paling buruk rupa di dunia' tapi, yang pasti bagi kita dan peneliti kita, mereka terlihat cantik dan mengesankan."

Babi ini memiliki penampilan yang cukup mencolok dengan warna gelap secara keseluruhan, ditutupi dengan mantel berbulu tipis yang kaku, berwarna gradasi kecokelatan sampai hitam. Bagian tengkuk memiliki bulu yang lebih panjang sampai pantat.

Jantan memiliki tiga pasang benjolan, atau "kutil", dengan posisi satu pasang di bawah mata, yang lain di bawah telinga dan sepasang terakhir yang baru muncul di masa dewasa dari jambul rambut di sepanjang sudut mulutnya.

Pada bulan April 2016, sebuah tim peneliti internasional menggunakan kamera pengintai untuk memperkirakan populasi babi dari subspesies babi berkutil jawa, yaitu babi berkutil bawean.

Tim tersebut menemukan kurang dari 250 ekor babi berkutil dewasa masih hidup di alam bebas Pulau Bawean, Jawa Timur. Peneliti sudah yakin babi tersebut telah punah di Pulau Madura.

Para peneliti kemudian mensurvei tujuh lokasi di Jawa untuk studi yang dilakukan antara Juni 2016 dan Mei 2017. Namun, babi tersebut hanya ditemukan di empat lokasi yang disurvei, yang membuat para peneliti percaya bahwa spesies tersebut kemungkinan punah di ketiga area lain.

Sejak tahap pertama misi untuk menemukan babi berkutil di Jawa itu berhasil. Fase kedua pun dilangsungkan saat ini. Para peneliti kini mencoba memperkirakan jumlah pasti populasi babi berkutil di Jawa dan mengevaluasi jenis dampak yang ditimbulkan perburuan terhadap spesies tersebut.

"Memang babi berkutil jawa adalah hewan istimewa. Mereka unik dan hanya bisa ditemukan di Jawa. Sedikit yang diketahui tentang mereka dan fakta itu berarti kita perlu melestarikannya. Kami tidak tahu apa malapetaka yang bisa terjadi untuk satwa liar lainnya jika mereka punah," kata Rode-Margono.

Babi juga sering dianggap sebagai perusak panen, itulah sebabnya sejumlah petani memburu mereka, menurut Shafia. Mereka juga diburu untuk daging mereka, dan tragisnya, beberapa pemburu melakukan ini untuk permainan.

Padahal babi secara ekologis juga bermanfaat dalam menjaga kesehatan tanah. Mereka menjaga agar tanah tetap dapat dimanfaatkan dengan menggali dan mengolahnya. Mereka juga menyebarkan benih dari makanan yang dikonsumsi.

"Dan segala sesuatu yang ada di ekosistem kita terhubung--setiap pohon, setiap tanaman, setiap hewan. Mereka saling bergantung satu sama lain," kata Rode-Margono, melalui BBC. "Jika ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang lain bisa dilepaskan, dan itu adalah reaksi berantai di mana kita tidak bisa memperkirakan apa yang akan terjadi."

Babi berkutil jawa telah terdaftar sebagai spesies yang terancam punah oleh Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN). Diperkirakan populasi spesies tersebut menurun drastis hingga 53 persen sejak 1982.

Sayangnya, dari statistik kepulauan yang tersedia, belum diketahui berapa jumlah "Babi Paling Buruk Rupa di Dunia" yang masih ada di Pulau Jawa.

"Itu berarti ancaman terus berlanjut dan jika kita tidak melakukan apapun, semakin banyak populasi akan lenyap," ujar Rode-Margono. "Ini bendera merah besar."