Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

qazee.authorAvatar border
TS
qazee.author
THE MAYAN - Prolog


"Ke- Kea ... lamau ... loa. " Seorang petugas imigrasi bandara berpakaian biru muda kaku dengan dasi hitam memicingkan mata untuk sekedar mengeja sebuah nama yang tertera di dalam passport berwarna biru tua mendekati hitam bertuliskan United State of America di tangannya. Kepalanya miring ke kanan, menjauhkan buku kecil itu. "Kealamauloa, is that right?" lanjutnya. Kealamauloa, benar ‘kan?

"Key- AHL- ah- mow- LAW- ah," ucap pemiliknya. "That's pronounciation of my name." Suaranya yang berat memberikan kesan mendalam sehingga menimbulkan keheningan antara keduanya selama beberapa saat. Begitulah cara bagaimana mengucapkan namaku.

Petugas paruh baya itu mendongak dan melirik Kealamauloa, mencocokan seseorang di hadapannya dengan foto di dalam passport, “Well,” lanjutnya, “you are the most handsome person I’ve ever meet if-” Anda adalah laki-laki tertampan yang pernah saya temui jika-

Don’t ask me to shape my beard right now because of that photo.” matanya menyeringai, “Anything else to talk, Sir?” Keamauloa sengaja menyembunyi wajah tampannya di balik tampang bengis karena rimbunan rambut yang tumbuh di hampir separuh wajahnya. Jangan memintaku untuk mencukur kumis dan janggutku saat ini hanya karena foto itu. Adakah hal lain yang ingin dikatakan, Pak?

Vacation?” ucapnya lagi.

Tatapan tajam Kealamauloa menusuk bola mata laki-laki pendek kurus di belakang meja, keengganannya menjawab menyadarkan si petugas cerewet. Terlebih bentuk alis Kealamauloa yang tebal, menukik tajam hampir bertemu, luka goresan dalam di alis kiri membuatnya terbagi dua, semakin membuat karisma dominasi dan ketampanannya bertambah. “O- Ok, Mr. Kealamauloa. Welcome to Indonesia.” ucap sang petugas diselingi senyum lebar di bawah kumis tipisnya. Sebuah stempel terbuat dari kayu berbunyi cukup keras ketika mendarat di lembaran terbuka passport Kealamauloa, “What a nice name, Sir. I’ll never forget it, forever.” Bahasa Inggris berlogat Indonesia kental mengakhiri percakapan kaku di antara keduanya. O- Ok, Tuan Kealamauloa. Selamat datang di Indonesia. Nama yang sangat bagus, Pak. Saya tidak akan pernah melupakannya, selamanya.

Little Rat! Wasting my time. Tikus kecil! Membuang waktuku.

Passport biru tua itu berpindah tangan dengan cepat.

Dengan mengenakan jaket levis berwarna biru pudar, Kealamauloa berjalan menuju pintu keluar dengan tergesa-gesa. Derap suara kaki dari sepatu hitam besarnya begitu nyaring, berpadu dengan bentuk tubuh atletis, tinggi besar dan berotot kekar, terlihat dari tegangnya jaket akibat tarikan di bagian punggung oleh dada bidang miliknya, membuat Kealamauloa menjadi pusat sorot ratusan pasang mata di Bandara Internasional Soekarno Hatta. Rambutnya hitam ikal panjang di bawah pundak berayun mengikuti gerak tubuhnya yang tegap.

Aku harus segera menemukannya.

Bibirnya datar, tidak tersungging tarikan senyum sedikit pun. Raut wajahnya lurus ke depan memikirkan sesuatu dengan sangat hebat, terlihat dari pancaran mata yang seakan pergi dari tempatnya. Terbang, menerawang ke tempat lain.

Ruang tunggu arrival di terminal 3 tampak ramai lengang karena hari ini memang bukan libur panjang. Kealamauloa duduk di atas kursi dingin berwarna hitam di barisan paling depan kanan, dengan tumit kaki kanan naik turun, pelan. Ransel besar berwarna hijau army bersandar di atas kursi sebelah kiri, bentuknya padat menggembung karena barang berjejal di dalamnya. Kedua tangannya menggenggam erat smartphone kotak tipis berwarna hitam, matanya lekat melihat layar yang mati. Menunggu.

Ayolah, aku tidak bisa menunggu lagi. Kau dimana?

Seorang laki-laki tua berkebangsaan Indonesia berjalan pelan, terangguk-angguk, melewati Kealamaula dan duduk setelah berjarak 4 kursi dengannya. Rambut putih tipisnya disisir rapi menyamping, travel bag yang ditariknya ditaruh di bawah. Perut buncitnya kembang kempis saat laki-laki yang berusia setengah abad itu menenggak minuman mineral dari botol dan menutupnya.

Mata tajam Kealamaula menaruh perhatian pada laki-laki itu. Napasnya mendengus pelan, tak lama tangannya mengangkat smartphone miliknya dan menekan tombol darurat untuk memanggil Ambulance Bandara yang didapat dari hasil mencari di ranah pencariangoogle. “Tolong kirimkan dokter medis dan ambulance ke ruang tunggu terminal 3, gerbang paling ujung di depan Saphire Lounge. Ada pasien sakit jantung membutuhkan perawatan, segera!” ucapnya.

Perempuan berambut coklat di belakangnya menguping dan menepuk pundak Kealamauloa sesaat setelah dia menutup saluran telepon, “Maaf, kau tidak apa-apa?”

“Aku tidak apa-apa,” kepalanya lurus kembali menatap layar smartphone tanpa menoleh sedikit pun.

“Saya dokter, kau bisa meminta bantuanku sebelum ambulan datang. Tidak perlu khawatir,” ujarnya mencoba menenangkan. “Tidak usah sungkan, katakan apa yang kau rasakan saat ini agar saya bisa lakukan tugasku.” Dokter wanita itu mengangkat bokongnya dan berjongkok di depan Kealamauloa, memegang lutut laki-laki di hadapannya, hendak memberikan pertolongan disertai senyumannya yang hangat.

Kaki panjang Kealamauloa menegang, dia berdiri mendadak dan meraih tas ransel besar miliknya. Meninggalkan dokter wanita itu.

“Hey! Jangan jalan-jalan, jika kau sakit nanti-”

Mendadak suasana ruang tunggu ricuh. Laki-laki tua berambut putih yang duduk di barisan kursi dimana Kealamauloa sebelumnya duduk, jatuh tersungkur dengan wajah terlebih dahulu mendarat di lantai. Terlihat darah mengucur dari hidungnya akibat benturan keras, mengalir mengotori lantai bandara. Wanita yang mengaku berprofesi sebagai dokter, yang semula mengejar Kealamauloa, mendadak teralihkan. Nalurinya mengatakan untuk menolong laki-laki itu dibandingkan Kealamauloa yang terlihat segar.

Beberapa detik kemudian petugas medis yang sebelumnya dihubungi datang dengan membawa tandu serta kotak emergency. Melihat mereka melakukan tugas yang semestinya, menolong si laki-laki tua, Kealamauloa melanjutkan langkahnya ke pintu Exit terminal 3 bandara.

Di luar pintu lobby, seorang perempuan muda berpakaian saggy bersandar pada mobil minibus berwarna silver yang terparkir. Dia tampak menunggu seseorang, sesekali menatap jam tangan yang terikat di lengan kirinya. Bibirnya yang kecil menyungging senyum ketika melihat seseorang keluar dari lobby. “Wow, Keala! Masih dengan rambut gondrong dan tidak kusangka kau akan tumbuh sebesar ini,” dia tertawa, “dan brewokan. Kau persis seperti kakek Hans.”

“Aku tumbuh besar, sedangkan seorang perempuan tomboy di depanku ini masih tampak kecil untukku. Kapan kau akan tumbuh?” Kealamauloa terkekeh dan memeluk erat perempuan itu. “I really missed you, Riana. Kau semakin pendek.”

“Aku juga tumbuh kau tahu, justru kaulah yang tumbuh terlalu tinggi dan besar. Aku bagai memeluk beruang grizzly saat ini.”

“Ya, memang benar. Semula berdada rata dan sekarang sudah terdapat undakan kenyal.”

“Kau!” Riana melepaskan pelukannya dengan dorongan, “kau masih sama seperti dulu, cara bicaramu tidak berubah. Dasar mesum!”

Kealamauloa memperlihatkan deretan giginya yang rapi, “selama itukah kita tidak bertemu? Rasa-rasanya tidak ada yang berubah kecuali jasad kita yang bertambah tua.”

“Lima belas tahun itu bukan waktu yang sedikit, Keala. Dan maaf ya.. yang bertambah tua itu kamu, tidak untuk saya.”

Tawa bahak keduanya terhenti oleh teriakan seorang wanita, “Mas!” Napasnya terengah-engah, “Bersyukur bapak itu selamat, jika terlambat sedikit saja dia akan meninggal karena gagal jantung. Terima kasih untuk panggilan petugas medis yang Anda lakukan.”

Keala mengangguk tanpa senyuman, “Riana, tolong nyalakan mobilnya. Kita pergi sekarang.”

Pancaran wajah keheranan ditunjukan Riana karena mencoba menerima informasi dari situasi yang sedang terjadi dengan cepat.

“Tunggu dulu,” ujar dokter itu. “Kumohon jangan pergi, ada yang ingin saya tanyakan pada Anda.” Langkah Riana dan Keala berhenti. “Bagaimana Anda bisa tahu akan ada kejadian tadi bahkan sebelum hal itu terjadi? Anda menelepon ambulan sebenarnya ditujukan untuk menolong laki-laki yang akan sakit jantung ya 'kan, bukan untuk Anda?”

Mereka bertiga terdiam.

“Cepat, Riana,” Keala membuka pintu mobil hendak memasukan tas ransel miliknya, namun urung karena tangannya ditahan oleh sang dokter.

“Kumohon, beri saya penjelasan logis bahwa semua itu hanya kebetulan. Atau … Benarkah itu?” Kedua bola matanya berkaca-kaca, berusaha memahami kejadian nyata yang tidak masuk ke dalam logika seorang dokter semacam dirinya.

“Sebenarnya Nyonya.. Ada hal yang tidak bisa saya ikut campuri dalam hal mengetahui apa yang akan terjadi. Saya akan mengatakan sejujurnya kali ini, saya tahu ini adalah pelanggaran untukku. Tetapi, karena saya tidak boleh ikut campur dengan takdir seseorang maka… saya hanya bisa mengatakan, seharusnya Nyonya jangan mengejarku dan berdiri di tempat yang sekarang Nyonya pijak.” Keala menghela napas dan mendorong Riana untuk merapatkan tubuhnya pada badan mobil.

Di kejauhan, sebuah motor RX King meluncur dengan kecepatan tinggi. Pengendara kehilangan kendali atas motornya dan oleng keluar jalur. Dengan sadar, si pengendara meloncat menyelamatkan diri. Sedangkan motor yang mempunyai bobot lebih dari 100kg menembus kerumunan, melesat dan menuju tempat dokter wanita itu berdiri. Seketika motor besi tersebut melahap tubuh ringkih si dokter, menyeret dan membanting tubuhnya sejauh belasan meter. Lengan kanan sang dokter terlepas dari tubuhnya, tampak tubuh dokter tersebut mengejang sedikit dengan tulang punggung patah, dan akhirnya tidak bergerak sama sekali.

Riana menjerit histeris menyaksikan kecelakaan yang terjadi di depan matanya, tubuhnya gemetar tidak terkendali disertai tangisan cukup keras, suasana mendadak mencekam. Seluruh manusia yang menyaksikan kejadian tersebut mematung beberapa saat dan geger, berhamburan. Sebagian berlari menjauh, sebagian lagi justru mengambil rekaman video pada smartphone mereka dan merelakan kuota hangus untuk sekedar menjadi yang pertama dalam menyebarkan kejadian tragis ke seluruh media sosial yang dimiliki, hanya segelintir orang yang berani mendekat dan menolong tubuh kaku si dokter.

Kealamauloa menyeret tangan lemas Riana untuk segera masuk ke dalam mobil dan mengambil alih kemudi, meninggalkan bandara dengan segera.

***

to be continue
Diubah oleh qazee.author 27-12-2017 11:33
anasabila
anasabila memberi reputasi
1
1.8K
16
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.6KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.