Seperti yang kita tau, permasalahan sampah ini kian mengkhawatirkan di Indonesia maupun dunia.
Biar adil, hari ini ane bakal ngebahaas sampah dunia termasuk Indonesia juga. Jika sampah elektronik yang ada di dunia di satukan di satu tempat, sampah ini bisa membangun Sembilan Piramida Besar Giza dan 4.500 Menara Eifel
Tau ga gan? limbah elektronik dijadikan sebagai kategori limbah domestik dengan pertumbuhan tercepat di dunia ! .
Berdasarkan laporan terbaru, sepanjang 2016, dunia menghasilkan limbah elektronik-- mulai dari kulkas dan perangkat televisi usang hingga panel surya, telepon genggam dan komputer--yang hampir setara dengan sembilan Piramida Besar Giza, 4.500 Menara Eiffel, atau 1,23 juta truk berkapasitas 40 ton yang terisi penuh.
Gambaran lain, sampah tersebut, jika dijajarkan, cukup untuk membentuk garis sepanjang 28.160 km, jarak dari kota New York ke Bangkok dan kembali lagi ke New York.
Demikian disampaikan dalam laporan Global E-waste Monitor 2017 yang merupakan kolaborasi dari United Nations University (UNU), yang diwakili melalui Program Siklus Berkelanjutan (SCYCLE), International Telecommunication Union (ITU), dan International Solid Waste Association (ISWA).
"Kita hidup di masa transisi ke dunia yang lebih digital, di mana otomasi, sensor, dan kecerdasan buatan mengubah semua industri, kehidupan kita sehari-hari dan masyarakat kita. Limbah elektronik adalah hasil sampingan paling simbolis dari transisi ini dan semuanya menunjukkan bahwa ia akan terus tumbuh dengan laju yang belum pernah terjadi sebelumnya," kata Presiden ISWA, Antonis Mavropoulos.
"Menemukan solusi yang tepat untuk pengelolaan limbah elektronik adalah sebuah ukuran kemampuan kita untuk memanfaatkan kemajuan teknologi guna merangsang masa depan tanpa limbah dan membuat ekonomi melingkar menjadi kenyataan bagi aliran limbah kompleks ini yang mengandung sumber daya berharga," tambahnya.
Para ahli memperkirakan pada tahun 2021 akan terjadi kenaikan limbah elektronik sebesar 17 persen--menjadi 52,2 juta metrik ton (Mt)--dan menjadikan limbah elektronik sebagai kategori limbah domestik dengan pertumbuhan tercepat di dunia.
Perkiraan jumlah limbah elektronik hingga tahun 2021 menurut Global E-waste Monitor 2017
© International Telecommunication Union
Hanya 20 persen dari limbah elektronik yang dihasilkan tahun lalu yang tercatat berhasil dikumpulkan dan didaur ulang, meski banyak limbah elektronik yang mengandung emas, perak, tembaga, platinum, paladium dan bahan bernilai tinggi lainnya yang sebenarnya dapat dipulihkan.
Limbah elektronik yang tidak diketahui jumlahnya bisa saja berakhir dengan dikirim ke negara lain. Di sana limbah ini akan dikumpulkan di tempat pembuangan sampah yang luas seperti Agbogbloshie di Ghana dan Guiyu di Tiongkok, sebuah tempat pembuangan yang populer dan kondisinya kini telah membaik setelah masyarakat internasional melayangkan protes.
Umumnya saat ekstraksi material pada limbah elektronik para pekerja menuangkan zat asam ke limbah elektronik tersebut agar bisa mengambil logam mulia seperti emas, memasak papan sirkuit untuk melepaskan cip yang menempel, sekaligus melelehkan kemasannya yang berbahan plastik. Tindakan-tindakan tersebut memunculkan risiko kesehatan dan kerusakan lingkungan yang parah.
Nilai perkiraan material yang dapat dipulihkan dalam limbah elektronik tahun lalu adalah sebesar 55 miliar dolar AS (Rp745,36 triliun), lebih besar dari Produk Domestik Bruto tahun 2016 sebagian besar negara di dunia.
Sekitar 4 persen limbah elektronik 2016 diketahui telah dibuang ke tempat pembuangan akhir. Kemudian 76 persen atau 34,1 Mt kemungkinan berakhir diinsinerasi, di tempat pembuangan sampah, didaur ulang di tempat informal (di halaman rumah) atau tetap disimpan di dalam rumah tangga.
Kota Guiyu di Provinsi Guangdong, Tiongkok, terkenal sebagai salah satu tempat pembuangan limbah elektronik terbesar di dunia.
© Michael Reynolds /EPA
Secara per kapita, laporan tersebut juga menunjukkan tren yang meningkat. Makin terjangkaunya harga perangkat elektronik, menyebabkan makin banyak orang yang memilikinya. Dengan demikian, terjadi pembelian atau penggantian barang elektronik hanya dalam waktu singkat, terutama di negara-negara kaya.
Cepatnya penggantian barang membuat barang lama menjadi limbah yang tak terpakai. Akibatnya, rata-rata limbah per kapita di seluruh dunia naik 5 persen menjadi 6,1 kilogram, dibandingkan 5,8 kg per kapita pada tahun 2014.
Negara penghasil limbah elektronik per kapita tertinggi (17,3 kilogram per penduduk) adalah Australia, Selandia Baru, dan negara-negara Oceania lainnya. Hanya 6 persen dari limbah tersebut yang dikumpulkan dan didaur ulang secara resmi.
Eropa (termasuk Rusia) merupakan negara penghasil limbah elektronik terbesar kedua dengan rata-rata 16,6 kg per penduduk. Namun, Eropa memiliki tingkat koleksi tertinggi (35 persen).
Amerika menghasilkan 11,6 kg limbah elektronik per penduduk dan hanya mengumpulkan 17 persen, tak jauh beda dengan tingkat pengumpulan di Asia (15 persen). Namun, pada angka 4,2 kg per penduduk, Asia hanya menghasilkan sekitar sepertiga limbah elektronik dari Amerika.
Sementara itu, Afrika menghasilkan 1,9 kg limbah elektronik per penduduk, dengan sedikit informasi tersedia atas tingkat pengumpulannya.
Tingkat pertumbuhan limbah elektronik tersebut tentu saja mencemaskan. Oleh karena itu, banyak pihak yang mulai memperhatikan dan mempromosikan pengolahan limbah agar tak menjadi sekadar sampah.
Pada bulan Juni 2017, Greenpeace merilis sebuah panduan produk TI baru yang membahas para raksasa teknologi sesuai dengan skor perbaikan IFixit. Juga awal tahun ini Apple dan Dell telah mengumumkan komitmen untuk memperbaiki sisi daur ulang produk dan meningkatkan jumlah komponen daur ulang dalam produk mereka.
Karena cepatnya pertumbuhan teknologi dunia, membuat pertumbuhan limbah elektronik juga ikut meningkat dengan pesat.
Untungnya, perusahaan seperti Apple dan Dell mau mengevaluasi diri buat memperbaiki produk mereka agar bisa di daur ulang.
Bayangin aja gan, sampah tersebut, kalau dijajarkan, cukup untuk membentuk garis sepanjang 28.160 km, jarak dari kota New York ke Bangkok dan kembali lagi ke New York. Deyymm Son..Deyymmmm..