BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Dilema pendonor ginjal bermotif utang dari Malang

Ilustrasi ginjal manusia
Mendonorkan ginjal demi menutup utang sebesar Rp350 juta, warga Kota Batu, Malang, Jawa Timur, nasibnya kini tak jelas. Utang tak terbayar, kasusnya jadi dilema. Pasalnya jual beli organ tubuh terlarang di Indonesia, dan diancam penjara maksimal 10 tahun.

Adalah Ita Diana (41), yang terbelit utang lantaran bisnisnya terpuruk. Menurut pengakuan keluarganya, rumah mereka bahkan sudah dijual pada akhir 2016 lalu. Rumah keluarga di Temas, Kota Batu, itu laku seharga Rp125 juta, lalu dipakai untuk membayar utang sebesar Rp50 juta. Namun masalah utang tak kunjung selesai.

Ide mendonorkan ginjal muncul sekitar Februari silam. Awalnya Ita Diana menjenguk temannya yang sakit di Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Kota Malang. Setelah temannya sembuh, Ita malah bertahan di mushalla rumah sakit, merenungi utangnya. Di sanalah ia bertemu dengan asisten dokter di RSSA, yang menawarkan solusi.

Ita disarankan menemui dokter Atma Gunawan, Ketua Tim Transplantasi Ginjal di RSSA. Menurut Diana dalam Detikcom, setelah bertemu Atma, ia dipertemukan dengan dokter lain, Rifai, rekan Atma dalam tim transplantasi ginjal di RSSA Malang.

Dari kedua dokter itulah, klaim Diana, ia bertemu calon penerima donor ginjal bernama Erwin Susilo. Ibu tiga anak ini pun mengaku bertemu istri Erwin, Ninik. Pasangan ini, menurut Ita, menyampaikan akan menanggung semua utang Ita tersebut.

"Nanti semua tanggungan ibu akan saya lunasi. Itu ucapan Bu Ninik kepada saya," ungkap dia dalam pengakuannya kepada tokoh masyarakat Kota Malang, Nelly, yang juga Ketua DPD Perindo Kota Malang. Ia mengadukan nasibnya pada 19 Desember 2017 silam.

Dalam pengaduan itu ia menyinggung, "Tanda tangan di depan dokter Rifai". Ita juga menyebut kesepakatan lain di antara pendonor dan penerima, di luar tanggung jawab pihak rumah sakit. Ita pun sepakat mendonorkan ginjalnya di RSSA.

Untuk memudahkan pemeriksaan menjelang operasi transplantasi, Ita Diana diinapkan di dekat RSSA. Selama menginap Diana mengklaim diberi uang senilai Rp75 ribu rupiah per hari selama tujuh hari. Sejak sebelum operasi pada 17 hingga 24 Februari 2017.
Polemik janji lisan donor ginjal
Operasi transplantasi ginjal itu berlangsung pada 25 Februari 2017 di lantai tiga paviliun kelas satu RSSA Malang. Operasi yang dimulai pukul 07.00 sampai 11.00 WIB, sukses dieksekusi. Operasi transplantasi ginjal ke-16 yang pernah dilakukan di RSSA Malang.

Tapi janji tak tertulis yang bisa jadi masalah--karena jual beli organ tubuh dilarang di Indonesia--itu tak berjalan mulus. Belakangan Ita mengklaim janji pelunasan terhadap utangnya tak jelas.

Upaya menagih Erwin, warga Jalan Ahmad Yani, Kota Malang, itu malah mendapat perlakuan di luar perkiraan. Klaimnya ia diusir, bahkan dimaki-maki. Erwin disebutnya bahkan menantang untuk menempuh jalur hukum.

Mendapat perlakuan seperti itu dari Erwin, Ita mendatangi dokter Atma. Dikisahkannya kepada Detikcom, ia malah ditakuti akan meringkuk di sel penjara bila memaksa untuk meminta kekurangan uang.

Menurut istri Kasiadi itu, salah satu staf Atma kemudian memberikan bantuan pendidikan kepada anaknya melalui transfer rekening selama enam bulan dengan nilai Rp500.000 per bulan. Tapi kiriman itu sudah tak berlanjut bulan ini.

Sang suami, Kasiadi, pasrah dengan situasi istrinya. Dia mengaku tidak tahu apa-apa terkait transplantasi yang dilakukan Ita. Sebelum istrinya transplantasi ginjal, dia mengaku didatangi orang dari berbagai perusahaan dan menagih utang beberapa kali.

"Saya tidak tahu apa-apa," ujarnya kepada Surya Malang, Jumat (22/12). "Istri saya tidak pernah mengatakan apapun kepada saya," imbuhnya. Dia malah mengaku mengetahui masalah yang membelit istrinya dari tetangga, ketika berita tersebut mulai merebak.
Bantahan pihak RSSA Malang
Pihak RSSA Malang, belakangan membantah sebagian besar klaim Diana. Dalam konferensi pers pada Jumat (22/12), salah satu dokter RSSA, Rifai, mengaku hanya membuat kesepakatan sebelum operasi sesuai Permenkes Nomor 38 Tahun 2016.

Kesepakatan itu meliputi empat tahapan cek kesehatan sebelum dilakukan operasi transplantasi ginjal. Hasil pemeriksaan itu menentukan apakah operasi akan bisa dilanjutkan atau batal.

Empat tahapannya adalah pemeriksaan bersifat general, serologi, radiologi anatomi, serta tingkat kecocokan sel. "Itu yang jadi rekomendasi. Apakah dilanjutkan atau tidak. Yang melakukan pun tidak satu dokter, tapi tim," jelas Rifai seperti dilansir Jawa Pos.

Di luar kesekapatan administratif, pihak rumah sakit mengklaim tidak mengetahuinya. Nama Rifai dan Atma Gunawan yang disebut Ita sebagai orang yang mempertemukannya dengan penerima ginjal, membantah mengenal Ita sebelum operasi.

"Saya dan ketua tim transplantasi dokter Atma Gunawan tidak kenal dengan Ita. Tidak serta merta kami proses tapi melalui tahapan sesuai SOP rumah sakit. Bahkan bu Ita yang aktif, memperkenalkan diri dengan secara ikhlas dan kemanusiaan," ujar Rifai dalam kesempatan yang sama, seperti dikutip Viva.

Senada dengan Rifai, Atma Gunawan membantah tudingan menjadi makelar atau mencari-cari donor ginjal. Menurut dia, Ita Diana yang datang untuk mendonorkan ginjalnya. Bahwa ada kesepakatan di luar itu, pihaknya menyatakan tidak tahu menahu.

Atma mengatakan telah ada kesepakatan dalam hal transplantasi ginjal di antara kedua belah pihak. Pihak pendonor, Ita Diana, telah membubuhkan tanda tangan sebagai bentuk persetujuan. Pernyataan ini diperkuat oleh tanda tangan adik Ita dari pihak keluarga.
Berlanjut ke ranah hukum?
Penerima donor ginjal, Erwin Susilo, dalam Antaranews juga membantah tuduhan terhadapnya. Dia mengatakan transplantasi ginjal yang ia lakukan sepenuhnya karena rasa kemanusiaan.

Ia pun membantah telah menjanjikan sesuatu kepada Ita. "Saya merasa sangat diteror dan akan menempuh jalur hukum jika ini terjadi terus," ujarnya.

Ita yang kebingungan pun meminta bantuan hukum. Konsultan hukum Yassiro Ardhana Rahman mendampingi Ita Diana dalam kasus ini. Menurut kuasa hukumnya, ada dugaan transplantasi ginjal dilakukan secara ilegal dan merugikan pendonor.

"Ada janji memberikan uang untuk donor ginjal itu, serta tak ada surat persetujuan keluarga pihak pendonor," kata Yassiro dikutip Liputan6.com (22/12).

Menurut Yassiro, ada indikasi pelanggaran Pasal 64 UU No. 36/2009 tentang Kesehatan, yang melarang organ tubuh diperjualbelikan. Pihak RSSA Malang dituding harus bertanggung jawab atas dugaan operasi ilegal tersebut.

Sementara itu, menurut Kasat Reskrim Polresta Malang Kota, AKP Ambuka Yudha, sebenarnya Ita Diana sudah pernah membuat pengaduan ke polisi. Tapi kuasa hukumnya mencabut surat aduan tersebut.

Dengan pencabutan ini, pihak kepolisian sudah tidak mempunyai dasar untuk meminta keterangan lebih dalam dari pihak RSSA. "Kami juga belum mendapat keterangan dari saksi pendonor maupun penerima ginjalnya," tuturnya dalam Antaranews Jatim.

Pasal 64 ayat (3) UU No. 36/2009 menyatakan, "Organ dan/atau jaringan tubuh dilarang diperjualbelikan dengan dalih apapun". Pelanggaran terhadap pasal ini bisa dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...ng-dari-malang

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Mayoritas pemilih tetap dukung kemerdekaan Catalunya

- Tentangan dan pelanggaran dalam penutupan jalan Tanah Abang

- Tyo Pakusadewo tersangkut narkoba saat sedang laris

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
2.4K
4
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Beritagar.id
Beritagar.idKASKUS Official
13.4KThread730Anggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.