Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ryan.manullangAvatar border
TS
ryan.manullang
[Tinjauan Filosofis] Hak Milik
[Tinjauan Filosofis] Hak Milik
thecriticalarizonan.files.wordpress.com

Kita semua bekerja. Katanya untuk hidup. Tetapi tidak hanya hidup. Kita bekerja untuk menciptakan hidup yang berkualitas.
Salah satu tanda kualitas hidup adalah kuantitas harta milik. Semakin banyak harta milik yang ada, semakin tinggilah kualitas hidup seseorang. Inilah asumsi yang menggerakan roda konsumsi di masyarakat kita. Asumsi yang begitu saja diterima sebagai benar, tanpa pernah dipertanyakan terlebih dahulu.

Liberalisme
Quote:

John Lockeadalah seorang filsuf Inggris yang dianggap sebagai bapak liberalisme. Argumen dasarnya adalah bahwa tugas pemerintah adalah menjaga hak milik pribadi warganya melalui penerapan hukum yang tegas dan adil. Hak milik pribadi rakyat adalah sesuatu yang amat suci, dan tugas negaralah yang menjamin, bahwa setiap warga bisa menikmati hak milik pribadi warganya.
.
Mengapa begitu? Karena bagi Locke hak milik adalah hak asasi, yakni hak yang sudah dimiliki secara alamiah oleh setiap manusia, dan tidak pernah boleh direbut darinya.
Hak milik pribadi adalah simbol otoritas orang atas dirinya sendiri. Itu adalah simbol bahwa seorang manusia berdaulat atas dirinya, dan atas hasil kerjanya. Pemerintah tak perlu sibuk mengatur pendidikan. Pemerintah tak perlu sibuk mengurusi soal kesehatan. Cukuplah pemerintah bekerja keras memastikan, bahwa warga memiliki kebebasan untuk mengumpulkan dan menikmati hak milik pribadinya. Jika itu sudah tercapai, maka kualitas pendidikan maupun kesehatan masyarakat otomatis akan terjaga.

Di Indonesia pemerintah bahkan tak mampu melakukan ini. Pemerintah tidak hanya tidak mampu menciptakan pelayanan kesehatan maupun pendidikan yang bermutu, tetapi juga tak mampu menjaga kesempatan warga untuk memperoleh maupun menikmati hak milik mereka secara jujur. Pemerintah tetap ada namun ia seolah tak terasa. Jika pemerintah Indonesia secara konsisten memeluk liberalisme, dan menjaga kepastian hukum yang melindungi kesempatan warganya untuk memperoleh dan menikmati hak milik pribadinya, maka itu adalah sebuah prestasi yang amat besar. Pemerintahan masih punya waktu untuk menciptakan prestasi. Jangan sampai waktu terbuang hanya untuk menampilkan citra tanpa substansi semata.


Pandangan Marx
Jika Locke di dalam filsafatnya memandang hak milik sebagai sesuatu yang berharga, Marx justru berpendapat sebaliknya. Teoritikus sosial sekaligus filsuf ini menyatakan, bahwa di dalam masyarakat kapitalis, hak milik pribadi adalah sumber dari segala penindasan yang menciptakan keterasingan kaum buruh.

Tak berlebihan jika dikatakan, hak milik pribadi adalah sumber dari segala krisis yang muncul di dalam masyarakat kapitalis. Logikanya begini. Jika orang diperbolehkan untuk menumpuk dan menikmati hak milik pribadinya tanpa batas, maka otomatis, ia akan melakukan apapun untuk mencapai tujuan itu. Jika perlu ia akan mengeksploitasi orang untuk memenuhi keinginannya itu. Untuk meningkatkan jumlah kekayaan yang ia punya, seorang pemilik pabrik akan memberikan upah rendah dan jam kerja yang maksimal bagi para pekerjanya. Ia melakukan itu untuk menekan pengeluaran, dan mendapatkan untung, sehingga bisa mengembangkan modal. Modal lalu digunakan untuk menciptakan usaha baru, sehingga modal itu bisa berkembang, dan sang pemilik pabrik bisa memiliki sumber daya, guna mengumpulkan serta menikmati harta milik pribadinya yang berlimpah. Inilah logika kerakusan yang ada di balik sistem kapitalisme yang saat ini dipuja.

Marx melihat itu. Dan ia pun amat mengutuk keberadaan hak milik pribadi. Untuk menciptakan masyarakat yang adil dan sejahtera, hak milik pribadi haruslah dihapuskan. Begitu kata Marx. Selama hak milik pribadi masih diperbolehkan, selama itu pula penindasan dan keterasingan akan bercokol di masyarakat. Ucapan Marx amat tepat membedah situasi Indonesia sekarang ini. Di satu sisi banyak pemilik modal yang amat kaya dan amat rajin menumpuk harta miliknya. Di sisi lain lebih banyak lagi orang yang masih kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sebagai manusia yang memiliki martabat, seperti memenuhi kebutuhan akan makanan yang sehat, pelayanan kesehatan yang memadai, dan pendidikan yang berkualitas untuk diri maupun keluarganya. Di tengah situasi semacam itu, kita perlu memahami ulang arti hak milik pribadi di dalam masyarakat kita.


Pembatasan
Di satu sisi John Locke amat memuja keberadaan harta milik pribadi di dalam masyarakat. Di sisi lain Karl Marx amat mengutuk hak milik pribadi, dan menempatkannya sebagai sumber dari segala masalah sosial di dalam masyarakat kapitalis. Mereka berdua berada di dua titik ekstrem yang berbeda. Namun realitas tidaklah pernah ekstrem.

Yang kita perlukan adalah versi moderat dari kedua pandangan itu. Hak milik pribadi tetap ada dan dikembangkan, namun jumlahnya dibatasi sesuai dengan kewajaran yang telah disepakati oleh masyarakat. Misalnya sebuah keluarga tidak boleh memiliki lebih dari dua mobil. Tentu saja aparat hukum haruslah konsisten di dalam menerapkan keputusan hukum yang telah dibuat. Seseorang mungkin bisa membeli lima belas mobil mewah untuk dipamerkan di garasinya. Namun bukan berarti ia boleh dan pantas melakukannya. Inilah prinsip dasar etika, bahwa kita bisa melakukannya, belum tentu juga kita boleh dan pantas melakukannya.

Kebijaksanaan yang sejati tidak hanya terletak kepatuhan pada ajaran moral agama, tetapi juga pada hidup yang sepantasnya. Hidup yang kaya dan berkualitas, namun tetap sederhana dan bersahaja.***




Quote:




sumber tulisan
Diubah oleh ryan.manullang 13-11-2017 18:43
0
1.1K
8
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.4KThread84.5KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.