Pernah membaca komik Kungfu Boy? Bertahun-tahun yang lalu, komik ini begitu booming di Indonesia. Adik laki-laki saya yang waktu itu baru duduk di kelas 4 SD adalah salah satu penggemar setianya. Setiap kali saya pergi ke toko buku, dia selalu minta saya mengecek apakakah seri terbaru sudah terbit.

Ada suatu bagian cerita yang menceritakan tentang sebuah kutu dan sebuah kotak. Chinmi, sang kungfu boy, saat itu harus bertanding dengan seorang anak sebayanya. Anak itu kelihatan rapuh, namun ilmu kungfunya sangat tinggi. Ketika Chinmi sedang berfikir keras bagaimana cara mengalahkan bocah itu, sang guru memberinya dua buah kotak yang berbeda ukuran.

Sang guru kemudian menyuruh Chinmi membuka kotak itu. Dengan heran, Chimni membuka kedua kotak itu. Apa isinya? Ketika dibuka, serta merta melompatlah seekor kutu dari masing-masing kotak. Setelah diperhatikan, kutu yang satu melompat lebih tinggi dari pada yang lain. Apa perbedaan kedua kutu tersebut? Kedua kutu itu berjenis sama dan berasal dari tempat yang sama. Yang membedakan adalah ukuran kotak tempat mereka dikurung selama beberapa hari. Mereka ternyata melompat persis sama tingginya dengan kotak tempat mereka tinggal! Kemudian sang guru mencabut seekor kutu lagi dari tubuh monyet teman seperjalanan Chinmi. Bagaimana lompatannya? Wow! Ternyata kutu yang baru saja diambil dari habitatnya itu dapat melompat jauh lebih tinggi dibandingkan kedua kutu di dalam kotak! Itulah jawabannya. Untuk bisa mengalahkan lawannya, Chinmi harus berhenti hidup di dalam kotak.

Seperti itulah kira-kira, jika kita membuat kotak dan pembatas buat diri kita sendiri dalam hati dan benak kita. Kita tidak akan pernah berkembang… stagnan… jumud… dan statis. Ketika semua kotak itu dibongkar dan semua batas dihilangkan, maka semuanya berkembang melebar, dinamis dan menembus batas.

Ada satu cerita lagi yang saya dengar dari seorang teman. Dia bercerita tentang seorang tawanan perang yang semua kawan-kawannya mati di dalam penjara karena mereka dilanda stress, depresi, merasa bahwa mereka tak akan pernah keluar dari sana. Tawanan yang satu ini berbeda. Ia selalu yakin bahwa suatu hari dia akan bebas, bertemu seorang gadis cantik yang akan dinikahinya, menikmati hidup… dan ia selamat dari tekanan batin. Meskipun secara fisik mereka sama disiksa, dia satu-satunya tawanan yang masih hidup saat masa tahanan habis.

Hati. Begitu besar pengaruhnya. Hati itu ibarat cermin. Bila cermin itu kotor, maka keburamanlah yang kita lihat. Jika cermin itu bersih, maka kejernihanlah yang kita saksikan. Jika ia retak, maka tak karuanlah wajah kita. Jika ia mulus, maka akan jelaslah garis wajah kita. Ingat saja ketika kita sedang bad mood. Semua orang terlihat menyebalkan. Semua menjadi serba salah. Ketika kita merasa paling buruk wajahnya, kita jadi minder dan enggan bertatap muka dengan orang lain. Jika kita tidak suka mengerjakan sesuatu, pekerjaan terasa berat dan susah untuk diselesaikan. Tetapi jika kita menyukai pekerjaan kita, terasa begitu ringan dan menyenangkan. Jika kita merasa wajah kita tidak menyecewakan, maka kita akan penuh senyum menghagapi orang lain. Begitulah.

Kita ternyata bisa merubah segala sesuatunya hanya dengan hati. Tak butuh biaya besar. Kita bisa senang karena hati kita. Kita bisa gusar dan marah karena hati kita. Kita bisa menyetelnya kapan saja dan bagaimana kita ingin menyetelnya. Maka wajarlah jika kita selalu meminta agar hati ini selalu diteguhkan di jalan-Nya. Maka wajarlah jika kita senantiasa berusaha membersihkan, mengasah dan menajamkan kalbu ini.

“Sesungguhnya dalam jasad kita itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah semuanya. Jika ia buruk, maka buruklah semuanya. Ingatlah, itulah HATI” (Al Hadist)



gambar:http://rivvei.blogspot.co.id