- Beranda
- The Lounge
Refleksi Hari Santri Nasional di Zaman Now
...
TS
haqqits
Refleksi Hari Santri Nasional di Zaman Now
Quote:
Quote:
Memang santri tak sekeren anak sekolah maupun mahasiswa, tak kaget jika santri dipandang sebelah mata karena dalam cara berpakaian yang itu-itu saja, tak heran jika santri dibilang kaku karena pergaulannya. Namun apakah arti semua itu jika di dalamnya begitu indah untuk di kagumi. Yah, santri mempunyai arti sebagai manusia yang selalu berpijak pada ilmu agama dan ilmu pengetahuan. Dengan keseimbangan ilmu yang dipelajari tentu akan menciptakan keharmonisan dalam hidup. Apakah seorang santri cukup untuk mempelajari ilmu saja? Tentu saja tidak. Ilmu bagaikan pohon yang jika terkena angin akan goyah, biar gak gampang goyah maka perlu akar atau pondasi kokoh yaitu dengan akhlak.
Seperti yang kita ketahui, setiap tanggal 22 Oktober diperingati sebagai Hari Santri Nasional (HSN), penetapan ini berdasarkan Keppres No.22 tahun 2015. Kenapa Hari Santri Nasional begitu krusial sampai diganjar sebuah peringatan berskala nasional? Kenapa gak ada hari ulama atau kyai yang notabenenya merupakan guru dari santri tersebut? Hal tersebut merujuk pada sejarah perjuangan pasca kemerdekaan dimana saat itu tentara kolonial Belanda yang mengatasnamakan NICA pimpinan Jenderal A.W.S. Mallaby kembali menduduki Indonesia guna merebut kembali kemerdekaan Indonesia. Mendengar hal itu, membuat KH. Hasyim Asy’ari yang merupakan pendiri Nahdhlatul Ulama (NU) menyerukan resolusi jihad pada tanggal 22 Oktober 1945. Inti dari resolusi jihad tersebut yaitu “Membela tanah air dari penjajah hukumnya fardlu ain atau wajib bagi setiap individu”. Resolusi Jihad memantik semangat para santri arek Surabaya untuk perang melawan penjajah NICA selama tiga hari berturut-turut, yaitu pada tanggal 27-29 Oktober yang menyebabkan Jenderal Mallaby tewas. Efek dari tewasnya Jenderal Mallaby membuat angkatan perang inggris geram sampai puncaknya peristiwa 10 November 1945 yang kemudian kita peringati sebagai Hari Pahlawan.
Kemerdekaan Indonesia memang tak hanya dari tentara yang berjuang melawan penjajah, namun ada peran serta santri dan ulama yang berhasil mempertahankan kemerdekaan bumi pertiwi. Tuntutan zaman now beda dengan dengan zaman old, jika dulu santri jihad melawan penjajah, di zaman sekarang yang damai, santri mempunyai peran untuk mengawal perkembangan dan pembangunan yang berbangsa dan bernegara yang makin kesini makin menurun kualitasnya. Santri gak melulu soal ilmu dan akhlak, namun di ruang lingkup Ponpes santri diajarkan banyak hal mulai seperti seni sampai keterampilan yang bisa menjadi modal dasar untuk menghadapi kehidupan yang sesungguhnya. Dengan menjadi santri kita senantiasa terjaga dari hal-hal negatif dan bisa menjadi benteng ketika berada di lingkungan yang kurang bersahabat. Hal tersebut didukung karena di Pondok Pesantren, santri diajarkan 6 sikap dasar yaitu sopan santun, disiplin, hidup sederhana, kejujuran, menjunjung tinggi kebersamaan dan terakhir kemandirian. 6 Sikap tersebut cocok di implementasikan dengan kondisi now yang tengah darurat akan sikap toleransi, merebaknya virus individualisme, hedonisme, dan unfair.
Hari ini kita perlu melihat peran nyata santri untuk Nusantara. Seperti Gus Dur yang merupakan presiden RI yang ke-4 berlatar belakang santri kemudian ada Bu Khofifah yang merupakan menteri sosial saat ini juga pernah nyantri. Mereka hanya sebagian contoh kecil santri dan santriwati yang telah memberikan kontribusi untuk bangsa dan negara. Makna penting dari Hari Santri Nasional bukan hanya santri yang menimba berbagai ilmu dan diamalkan untuk diri sendiri maupun orang lain, namun lebih dari itu perlu di representasikan untuk kemajuan bangsa. Jangan sampai negara ini terjebak dalam narasi melankolis generasi zaman now “semacam tak memiliki, tapi takut kehilangan”. Negara seakan tak ingin memiliki santri, namun di sisi lain takut untuk kehilangan potensinya. Sebelum potensi itu layu bagai bunga di tepi jalan, sudah sepantasnya untuk melirik kembali para santri yang memiliki paket komplit dalam bidang ilmu dan akhlak. Kalau bukan sekarang kapan lagi kalau bukan kita siapa lagi? Oh iya santri ding
Tertarikkah untuk nyantri?
Seperti yang kita ketahui, setiap tanggal 22 Oktober diperingati sebagai Hari Santri Nasional (HSN), penetapan ini berdasarkan Keppres No.22 tahun 2015. Kenapa Hari Santri Nasional begitu krusial sampai diganjar sebuah peringatan berskala nasional? Kenapa gak ada hari ulama atau kyai yang notabenenya merupakan guru dari santri tersebut? Hal tersebut merujuk pada sejarah perjuangan pasca kemerdekaan dimana saat itu tentara kolonial Belanda yang mengatasnamakan NICA pimpinan Jenderal A.W.S. Mallaby kembali menduduki Indonesia guna merebut kembali kemerdekaan Indonesia. Mendengar hal itu, membuat KH. Hasyim Asy’ari yang merupakan pendiri Nahdhlatul Ulama (NU) menyerukan resolusi jihad pada tanggal 22 Oktober 1945. Inti dari resolusi jihad tersebut yaitu “Membela tanah air dari penjajah hukumnya fardlu ain atau wajib bagi setiap individu”. Resolusi Jihad memantik semangat para santri arek Surabaya untuk perang melawan penjajah NICA selama tiga hari berturut-turut, yaitu pada tanggal 27-29 Oktober yang menyebabkan Jenderal Mallaby tewas. Efek dari tewasnya Jenderal Mallaby membuat angkatan perang inggris geram sampai puncaknya peristiwa 10 November 1945 yang kemudian kita peringati sebagai Hari Pahlawan.
Kemerdekaan Indonesia memang tak hanya dari tentara yang berjuang melawan penjajah, namun ada peran serta santri dan ulama yang berhasil mempertahankan kemerdekaan bumi pertiwi. Tuntutan zaman now beda dengan dengan zaman old, jika dulu santri jihad melawan penjajah, di zaman sekarang yang damai, santri mempunyai peran untuk mengawal perkembangan dan pembangunan yang berbangsa dan bernegara yang makin kesini makin menurun kualitasnya. Santri gak melulu soal ilmu dan akhlak, namun di ruang lingkup Ponpes santri diajarkan banyak hal mulai seperti seni sampai keterampilan yang bisa menjadi modal dasar untuk menghadapi kehidupan yang sesungguhnya. Dengan menjadi santri kita senantiasa terjaga dari hal-hal negatif dan bisa menjadi benteng ketika berada di lingkungan yang kurang bersahabat. Hal tersebut didukung karena di Pondok Pesantren, santri diajarkan 6 sikap dasar yaitu sopan santun, disiplin, hidup sederhana, kejujuran, menjunjung tinggi kebersamaan dan terakhir kemandirian. 6 Sikap tersebut cocok di implementasikan dengan kondisi now yang tengah darurat akan sikap toleransi, merebaknya virus individualisme, hedonisme, dan unfair.
Hari ini kita perlu melihat peran nyata santri untuk Nusantara. Seperti Gus Dur yang merupakan presiden RI yang ke-4 berlatar belakang santri kemudian ada Bu Khofifah yang merupakan menteri sosial saat ini juga pernah nyantri. Mereka hanya sebagian contoh kecil santri dan santriwati yang telah memberikan kontribusi untuk bangsa dan negara. Makna penting dari Hari Santri Nasional bukan hanya santri yang menimba berbagai ilmu dan diamalkan untuk diri sendiri maupun orang lain, namun lebih dari itu perlu di representasikan untuk kemajuan bangsa. Jangan sampai negara ini terjebak dalam narasi melankolis generasi zaman now “semacam tak memiliki, tapi takut kehilangan”. Negara seakan tak ingin memiliki santri, namun di sisi lain takut untuk kehilangan potensinya. Sebelum potensi itu layu bagai bunga di tepi jalan, sudah sepantasnya untuk melirik kembali para santri yang memiliki paket komplit dalam bidang ilmu dan akhlak. Kalau bukan sekarang kapan lagi kalau bukan kita siapa lagi? Oh iya santri ding
Tertarikkah untuk nyantri?
:
Quote:
Sumber narasi : Pemikiran sendiri
referensi
referensi
Diannf memberi reputasi
1
19.3K
Kutip
136
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
925.3KThread•91.5KAnggota
Urutkan
Terlama
Komentar yang asik ya